Kisah Sang Penjaga Beranda Terdepan RI

Kiri-Kanan: Pemimpin Redaksi Majalah Siber Indonesia, J5NEWSROOM.COM, Saibansah Dardani, Ramon Damora dan Gubernur Kepri, H. Muhammad Sani. (Foto: Ist)

Sebab, dengan begitu, penduduk di pulau tersebut akan dengan sendirinya menjadi garda terdepan dalam menghadapi setiap ancaman dari luar. Meskipun penempatan personel dan peralatan militer di pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan. Terutama, penempatan kapal-kapal patroli cepat bahkan KRI (Kapal Republik Indonesia) yang dilengkapi dengan rudal dan peralatan tempur lain.

Syukur-syukur jika Provinsi Kepri sendiri yang mengusahakan kapal tersebut lalu pengoperasioanalannya diserahkan kepada TNI AL. Karena merebut hati masyarakat pulau terdepan tak dapat dipandang sebelah mata lagi. Jangan sampai networking dari negara tetangga yang “menggarap” mereka. Sementara kita baru tersadar ketika semuanya sudah kasip.

Kedua, pembangunan sarana dan infrastruktur di pulau terdepan itu akan berdampak langsung pada pembangunan ekonomi. Secara otomatis, nilai tanah masyarakat di pulau tersebut akan naik. Kemudian, akan menambah poin positif bagi investor untuk menanamkan modalnya di sana.

Dengan begitu, Pak Sani dapat melakukan penggalian potensi-potensi ekonomi lainnya untuk dikembangkan. Soal potensi ekonomi, tak usah dibahas lagi, perut bumi dan laut Provinsi Kepri sangat kaya dengan potensi sumber daya alam.
Tinggal mengolahnya saja, semanya akan menjadi berkah yang -mudah-mudahan- menyejahterakan masyarakat sekitarnya.

Itu baru satu bukti Pak Sani memang concern pada pembangunan ekonomi wilayah perbatasan. Masih mau bukti lain? Simak berikut ini.

Mendesak Jakarta Tuntaskan Batas Wilayah

Pak Sani juga kerap kali meminta kepada pemerintah pusat. Untuk segera menyelesaikan batas wilayah dengan negara tetangga. Bahkan, Pak Sani sampai mendesak agar masalah batas wilayah ini menjadi prioritas pemerintah pusat.

Juga, dalam setiap pembahasan G to G (government to government) dengan Malaysia, Vietnam dan Cina, dia meminta agar persoalan ini segera diselesaikan. Mengapa problem batas wilayah begitu merisaukan Pak Sani? Sebab, di matanya, persoalan batas wilayah adalah masalah sensitif dan berdampak langsung pada ekonomi maritim kita.

Dampak lainnya adalah kerap kali nelayan asal Kepri ditangkap oleh polisi negara tetangga. Padahal, sesungguhnya mereka masih berada di wilayah perairan Republik Indonesia. Tapi karena tidak jelas batas wilayahnya, justru nelayanlah yang menjadi korban.

Ditambah lagi, ketika itu, tidak ada kapal patroli milik TNI Angkatan Laut atau Polisi Air (Polair) Indonesia. Sebab, jika ada aparat kita di laut, polisi negara tetangga akan segan menangkap nelayan kita di perairan yang masih diperdebatkan batasnya itu.

Penangkapan nelayan Kepri oleh polisi negara tetangga adalah sebuah pukulan telak. Bukan hanya bagi nelayan, tapi juga bagi harga diri bangsa, kedaulatan dan martabat pemerintah. Termasuk, pemerintah Provinsi Kepri.

Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlalut-larut. Sebab, secara teoritis, jika kekuatan militer dan ekonomi negara tetangga semakin kuat, mereka akan jauh meninggalkan kekuatan milter dan ekonomi kita.

Bukan tidak mungkin, akan lebih banyak daerah yang batas wilayahnya tidak jelas, akan mereka caplok. Apalagi, daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam melimpah.

Inilah yang merisaukan Pak Sani. Visinya melesat jauh ke depan melampaui kegalauan pemerintah pusat yang terkesan adem ayeem saja soal batas wilayah itu. Sebab, Pak Sani lah yang sehari-hari menjaga “berada terdepan” republik ini.

Membuka Jalur-jalur Transportasi Antar-Pulau

Bukti lain sikap Pak Sani yang concern dengan pembangunan ekonomi perbatasan adalah desakannya pada Jakarta agar segera membangun instrastruktur kelautan. Konkretnya, menambah jumlah kapal-kapal besar antar-pulau.

Permintaan Pak Sani itu sangatlah wajar. Sebab, 96 persen wilayah Provinsi Kepri adalah laut. Bahkan, sebagian wilayah lautnya berhadapan langsung dengan laut Cina Selatan yang ombak dan gelombangnya, pada bulan-bulan tertentu, bagai monster bagi para nelayan Kepri.

Saat ini, kapal yang melayani masyarakat ke Natuna cuma kapal perintis yang jumlahnya pun belum sampai hitungan jari sebelah tangan. Itu pun harus menyuguhkan pemandangan nelangsa: manusia harus berbagi tempat dengan kambing, kerbau, sapi dan kebutuhan bahan pokok lainnya di kapal itu.

Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Tidak boleh dipandang sebagai keadaan normal. Jakarta harus melihat ini sebagai kondisi darurat. Karena itu, janganlah situasi darurat ini meniadi darurat menahun. Tak selesai-selesai.

Makanya, Pak Sani terus mendesak Jakarta agar memikirkan hal ini. “Bukalah infrastruktur jalur laut Provinsi Kepri” demikian ia meradang dalam banyak kesempatan.

Selain itu, Pak Sani juga mengusulkan kepada pemerintah pusat agar mengalokasikan dana lebih besar lagi untuk membangun 4 bandara baru di Provinsi Kepri. Yaitu di Ranai, Palmatak, Tambelan dan Jemaja. Semuanya berada di wilayah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas Provinsi Kepri.

Sebab, medan laut dan pulau yang tersebar berjauhan di Kabupaten Natuna itu, tak bisa diatasi kecuali dengan membangun bandara baru. Jika tidak, pembangunan infrastruktur di pulau-pulau di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas akan berjalan lamban.

Target lain dari pembangunan empat bandara itu adalah merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat di perbatasan. Juga, untuk menarik minat investor mengembangkan peluang-peluang bisnis yang belum tergarap di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas. Padahal, di dalam perut bumi dan laut kedua daerah ini mengandung sumber daya alam yang amat sangat melimpah.

meneruskan perjalanan menuju Pulau Berhala. Begitu tambat di Berhala, Pak Sani turun dan melihat langsung kehidupan masyarakat di sana. Berbicara, menyerap aspirasi mercka, menyelami harapan dan impian mereka.*

Batam, 21 Maret 2012

Saibansah Dardani, Pengelola Tabloid Batam Pesisit dan Pemimpin Perusahaan Tabloid Kepri Bangkit

2