The Border Watchdog

BATAM, GERBANG UTAMA TKI ILEGAL WILAYAH TIMUR

Tahukah Anda, ternyata Batam adalah pintu gerbang utama bagi para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia secara ilegal.

Setiap kali saya makan siang atau sekadar ngopi di kedai kopi di Pelabuhan Fery Internasional Batam Center, saya menyaksikan puluhan wanita, juga pria, bergerombol. Dari penampilan mereka dapat dilihat dengan kasat mata, mereka bukanlah warga Batam.

Apalagi kalau kita dekati, bahasa mereka pun jelas bukan bahasa Melayu. Tapi bahasa Jawa, Madura dan Lombok. Mereka adalah saudara kita yang sedang berjuang ingin mengadu nasib memperbaiki ekonomi keluarganya. Ya, mereka adalah para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di Malaysia, Singapura bahkan Timur Tengah.

Sejak ketentuan pembayaran fiskal ke luar negeri dihapuskan, arus gelombang TKI yang berangkat ke Malaysia dari Batam semakin meningkat. Kalkukasi kasar, setiap hari tidak kurang dari 500 orang TKI berangkat ke Malaysia secara ilegal. Ilegal, karena mereka tidak dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai pekerja. Kecuali, paspor. Mereka tidak seperti TKI resmi yang telah memenuhi syarat seperti sehat jasmani rohani, cukup umur, dan punya ketrampilan. Apalagi dilengkapi dengan asuransi dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Selain Batam, gerbang utama TKI ilegal lainnya adalah Pontianak (Kalimantan Barat) dan Nunukan (Kalimantan Timur). Ini adalah statemen resmi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Bahkan, dalam satu kesempatan  melakukan inspeksi mendadak di Batam selama dua hari, BNP2TKI, berhasil menangkap 250 orang TKI ilegal.

Setelah didata, mereka berasal dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Dan kecenderungannya, jumlah TKI ilegal itu terus bertambah setiap harinya. Seiring dengan semakin beratnya beban hidup ekonomi masyarakat saat ini. Hal ini dikonfirmasi kebenarannya oleh Kepala Sub-Direktorat Pencegahan TKI Ilegal Direktorat Pengamanan BNP2TKI, Komisaris Besar (Kombes) Yunarlim Munir, Ahad, 11 Desember 2011 lalu.

Jumhur Hidayat, Kepala BNP2TKI, membenarkan kondisi tersebut. Bahkan, Jumhur juga sudah mengetahui modus pengiriman TKI ilegal tersebut dari Batam. Yaitu, calon TKI ielgal terlebih dulu menuju ke Batam dengan pesawat dari daerah masing-masing. Setelah sampai Batam mereka naik fery menuju Malaysia atau Singapura dari Pelabuhan Fery Internasional Batam Centre.

Dan begitu, sampai di Pelabuhan Stulang Laut Johor Bahru, Malaysia, mereka akan meneruskan perjalanan ke Timur Tengah untuk bekerja. Sedangkan yang ingin bekerja di Malaysia atau Singapura, sudah ada agen (juga ilegal) yang menjemput mereka di sana.

Pertanyannya adalah, ke mana instansi berwenang ketika arus gelombang TKI ilegal itu berduyun-duyun masuk ke Batam. Ke mana polisi yang bertugas di Bandara Hang Nadim? Ke mana itu petugas Dinas Kependudukan (Disduk) Kota Batam yang bertugas mengecek pendatang di Bandara Hang Nadim? Ke mana security Bandara Hang Nadim? Ke mana itu aparat komunitas intelijen yang sehari-hari bertugas di Bandara Hang Nadim? Ke mana mereka semua? Apakah mereka tidak melihat ada gerombolan penumpang yang turun dari pesawat dengan penampilan yang ”khas” dan dijemput oleh orang yang bebas keluar masuk area steril kedatangan? Lalu, menjemput mereka dan membawanya ke Pelabuhan Fery Internasional Batam Center…..

Pertanyaan-pertanyaan itu terus bersundul-sundulan di kepala penulis. Tapi biarlah dia berhenti dengan sendirinya. Karena saya yakin, pembaca sudah mengetahui jawabannya. Apakah para agen TKI ilegal itu dapat leluasa menjalankan aksinya tanpa harus ”main mata”? Maka, tak heran jika Gubernur H.M. Sani meminta dukungan lebih dari pusat terkait persoalan TKI bermasalah yang dipulangkan melalui Provinsi Kepri.

Dukungan dimaksud berupa penambahan fasilitas dan anggaran untuk daerah. “Setiap minggu kita kedatangan TKI dari Malaysia dan Singapura dengan berbagai permasalahannya,” ungkap Sani dalam acara sosialisasi draf RUU 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri oleh Komisi IX DPR RI di Hotel Planet Holiday, Nagoya, Kamis, 26 Januari 2012 lalu.  

Dalam catatan Gubernur, sejak beberapa tahun terakhir sedikitnya ada 51 ribu TKI bermasalah yang dipulangkan melalui Tanjungpinang, Kepri. Tingginya jumlah TKI yang ditangani pemerintah ini belum sebanding dengan kualitas sarana pendukung, seperti rumah penampungan, serta anggaran yang diberikan pusat.

Menurut Sani, ada dua persoalan yang harus dibenahi dalam penanganan TKI di luar negeri. Pertama masalah internal, yakni ketegasan pemerintah Indonesia terhadap negara-negara pengguna jasa TKI. Termasuk memberikan kewenangan penuh kepada kedutaan Indonesia di luar negeri dalam menangani TKI bermaslaah di luar negeri.  

Kedua, masalah eksternal yakni pengawasan kepada para perusahaan penyalur TKI ke luar negeri. Para penyalur harus memiliki standarisasi yang baik sehingga TKI yang dikirim ke luar negeri benar-benar memiliki kompetensi tinggi sehingga mereka dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.

Lalu, pertanyaan terakhir dalam tulisan kali ini, apakah kita biarkan saja Batam jadi gerbang utama TKI ilegal? Lalu, kemudian menerima kiriman TKI bermasalah dipulangkan juga ke Provinsi Kepri, dalam kondisi yang sangat memprihatinkan?*

13