The Border Watchdog

MENGINTIP “KENCING” DI LAUT KEPRI

“Tak mungkin menangkap penyelundup bahan bakar minyak, tanpa didahului operasi intelijen andal.”

Itu pengakuan jujur Ahmad Rofiq, seorang Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Direktorat Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau, Tanjung Balai Karimun. Pengakuan itu disampaikan kepada wartawan harian Kompas tanggal 22 Maret 2012 lalu.

Rofiq tentu saja tidak sedang membual. Untuk menunjukkan betapa berat beban tugasnya, lalu ujung-ujungnya menuntut kenaikan gaji. Tidak! Sebab, gaji pegawai Bea dan Cukai di Tanjungbalai Karimun sudah mendapatkan tunjangan khusus. Pokoknya, yang mereka terima jauh lebih besar daripada pegawai BC di tempat “non khusus”. Jadi, pengakuan ini murni untuk menunjukkan kepada publik, bahwa tidak mudah memang memburu jaringan penyelundup BBM di perairan Kepri. Sebab, setiap kali mereka “kencing” –memindahkan isi lambung bahan bakar dari satu kapal ke kapal lain – (ship to ship) selalu dilakukan dengan rapi. Bahkan, mereka juga memiliki networking yang kuat di hampir setiap lini.

Jaring para penyelundup pun sudah mengetahui rute kapal-kapal patroli BC. Tak hanya itu, jaring mereka juga terus memantau kegiatan pergerakan kapal-kapal patroli milik “kekuatan samping” lain, TNI AL dan Polair. Sehingga, jika mereka menilai situasi sudah aman. Maka, barulah operasi “kencing” dilakukan. Tegasnya, jika Rofiq menegaskan, bahwa tidak mungkin menangkap kapal ”kencing” tanpa operasi andal. Maka, jaringan penyelundup pun melakukan hal yang sama. Tidak ada operasi ”kencing” sebelum dilakukan kegiatan kontra-intelijen.

Sekadar memberi gambaran kepada pembaca. Dalam dua tahun terakhir ini, hanya 2 kasus penyelundup besar yang berhasil diungkap oleh jajaran Dirjen BC. Yaitu, tahun 2010, MT Jie Sheng dan MT Eternal Oil. Dan, tahun 2011, kapal berbendera merah putih, MT. Soechi Anindya dan MT. Fulfil, tanker kecil berbendera Mongolia tujuan Singapura.

Modusnya adalah MT. Soechi berstatus pengirim dan MT. Fulfil sebagai penerima ”kencing”. Sebelumnya, MT. Soechi mengisi bahan bakar minyak (solar) terlebih dahulu dari dua unit – sengaja mengisi dari 2 tempat,  untuk  menghindari kecurigaan ”mata” yang dipasang oleh BC ataupun ”kekuatan samping” lainnya – milik PT. Pertamina di Pulau Sambu. Kemudian, setelah lambung tanki penuh, awak MT. Soechi menghubungi buyer di MT. Fulfil.

Maka, keduanya  lalu berlayar berdempetan dengan kecepatan terukur dan sama. Sudah pasti, di perairan internasional. MT. Fulfil yang berukuran lebih kecil bersembunyi di sebelah sisi utara. Maksudnya adalah untuk menghindari pantauan awak kapal patroli BC Indonesia. Dan selalu, operasi ”kecing” dilakukan di tengah malam. Sehingga, masuk akal apa yang disampaika Rofiq. Tanpa operasi intelijen yang andal, mana mungking bisa menangkap operasi ”kencing”.

Makanya, dalam beberapa periode, pejabat operasional strategis di BC Batam dan Tanjungbalai Karimun yang bertugas menangkal kegiatan yang merugikan negara itu, membangun jaring-jaring di tengah laut. Diantara adalah para nelayan. Dari para nelayan yang ditempat di sejumlah titik, petugas di kapal patroli BC terus memantau kegiatan kapal target. Pada saat itu, kapal patroli biasanya lego jangkar di tengah laut dalam keadaan lampu dimatikan.

Sebab, sekali lagi, jaringan para penyelundup BBM juga ahli dalam melakukan kegiatan kontra intelijen. Pertanyaannya adalah, sampai kapan kita biarkan operasi ”kencing” ini terus berlanjut? Tidakkah bisa dikoordinasikan komunitas intelijen yang ada di Batam dan Provinsi Kepri untuk menjadikan para penyelundup BBM sebabai musuh bersama? *

17