The Border Watchdog

Tentang Penulis

FEBRUARI 2002, secara resmi saya meninggalkan Jakarta. Saya hijrah bersama istri dan ketiga anak saya ke ”the scorpion island” Batam. Media pertama tempat saya ”landing” di Batam adalah Harian LANTANG. Sebuah, koran lokal yang inovatif dan kritis, seperti namanya. Menjadi orang nomor dua mendampingi Pemimpin Redaksi (Pimred)-nya ketika itu, Bung Taufik Muntasir yang lebih ngetop disapa Ace. Kami bersama tim berhasil mengerek bendera Harian LANTANG menjadi salah satu koran lokal berwibawa di Batam. Bahkan, melahirkan ”adik” Harian LANTANG yang menjadi koran kriminal dengan format baru dan oplagnya sempat menembus angka di atas 10 ribu eksemplar per hari. KORAN BATAM. Pada saat itu, berdasarkan angka resmi Pemerintah Kota (Pemko) Batam, jumlah penduduk Batam masih di bawah angka 750 ribu orang.

Saya merasa beruntung, karena di LANTANG saya bekerja dengan tim yang inovatif dan kreatif. Ada Hasan Aspahani yang saat ini berada di puncak karirnya sebagai Pemimpin Redaksi Harian BATAM POS, ada Yusrizal yang memilih berkarir di dunia yang ”dekat” dengan dunia jurnalistik, intelijen, di BIN (Badan Intelijen Negara), ada Rian Djatnika yang saat ini menjadi Staf Ahli Wakil Gubernur Kepri H. Soerya Respationo, ada Hadis Hamzah yang saat ini berkarir di stasiun televisi lokal, BATAM TV, ada Hendrik Anak Rahman yang sekarang lebih senang menggunakan nama aslinya, Hendrianto, dan masih dipercayai sebagai Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kota Batam, ada Tarmizi bos Rumah Hitam, sebuah komunitas sastra yang unik dan nyentrik, dan masih banyak nama lagi yang menoreh pengalaman bersama. ”Raih puncak karir kalian!”

Ya, itulah sekelumit catatan perjalanan karir jurnalistik saya sejak awal hijrah ke Batam sampai dengan akhirnya saya berganti ”perahu” ke Majalah Berita Mingguan PILAR Jakarta. Sebagai Kepala Biro PILAR, saya bersama tim mengembangkan media yang terbit dari rahim Artha Graha (AG) Group Jakarta ini. Di media ini saya hanya bertahan tidak lebih dari 3 tahun. Sebelum kemudian saya “mampir” di Harian Seputar Indonesia (SINDO), media di dalam kelumpok MNC Group.

Setelah itu, terhitung sejak 2007 saya “bergeser” ke Harian Ekonomi NERACA Jakarta. Di media millik tokoh pers Indonesia, Zulharman (alm) itu, saya menjadi Kepala Biro di Batam dan Provinsi Kepri lainnya. Dan barulah di penghujung tahun 2010 saya juga berbagi ”perhatian” dengan menjadi Kepala Biro Majalah PENGUSAHA INDONESIA. Sampai hari ini, posisi itu terus berlanjut.

Di samping itu, saya juga masih aktif dalam kegiatan organisasi profesi wartawan, PWI (Persatuan Wartawan Indonesai) Cabang Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri. Lalu, pada awal tahun 2012, Ketua PWI Kepri, Bung Ramon Damora, mempercayai saya bersama dengan Bung Dedhy Suwadha dan Bung Novianto alias Bos Anto untuk  mendirikan Koperasi ”Warta Sejahtera”. Sesuai dengan namanya, ini adalah koperasi wartawan anggota PWI Kepri.

***

Sebelum ”landing” di Batam, perjalanan karir jurnalistik saya dimulai sejak akhir tahun 1991 lalu. ketika itu, media pertama yang menjadi ”kampus” saya menimba ilmu jurnalistik adalah Harian Pagi RIAU POS Pekanbaru. Di bawah bimbingan Pemimpin Redaksi dan Penanggung Jawab-nya H. Rida K. Liamsi alias Ismail Kadir. Lima tahun saya berkesempatan mendalami ilmu jurnalistik di sana. Karena itulah, melalui buku ini saya ingin mengucapkan terimasi kasih kepada ”dosen” ilmu jurnalistik saya, Bapak H. Rida K. Liamsi. Semoga kesempatan dan bimbingan yang Bapak berikan kepada saya dicatat sebagai ”modal” dalam perjalanan panjang Bapak kelak. Amien ya mujibassailien.

Sampai kemudian pada tahun 1997 saya memutuskan untuk ”pindah kampus”. Dan saya memilih Majalah Mingguan WARTA EKONOMI Jakarta yang ketika itu sahamnya masih dikuasi oleh mantan Menteri Kelautan Ir. Fadel Muhammad. Selama dua tahun saya beradaptasi dengan sesama wartawan yang berpola mingguan. Dari  mereka saya banyak belajar mengenai riset dan ”menjahit” tulisan dengan format mingguan tanpa kehilangan ”kick” tulisan. Setelah isu-isu aktualnya sudah dihabiskan oleh media harian. Karena itulah, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Pemimpin Redaksi (Pimred) saya, Syahrir Wahab yang saat ini menetap di Amerika Serikat, kepada Koordinator Liputan (Korlip) saya ketika itu, Nina Mussolini yang saat ini sudah menetap di Swedia, juga rekan-rekan saya lainnya. ”Thank’s bro”.

Jiwa petualang saya tak berhenti sampai di WARTA EKONOMI. Pada tahun 1999 saya kembali diajak teman-teman saya, Mas Yoyok Widoyoko dan Mas Farid Mahmud mendirikan majalan ekonomi baru milik keluarga Bapak Hartarto, mantan Menteri Koordinator Ekonomi di era Presiden Soeharto. Di sinilah saya belajar mengaplikasikan ilmu jurnalistik saya ketika bekerja di media harian dan mingguan. Banyak pengalaman menarik yang saya alami di sini. Saya bekerja dengan wartawan muda yang enerjik seperti Mas Auri Jaya yang saat ini dipercayai ”the big boss” Dahlan Iskan menjadi Direktur JPNN News Network di Jakarta, Dendhy Laksono, Kumala Dewi alias Lala yang sekarang bergabung di dapur program ”Kick Andy”, Yayu Yuniar yang sekarang bekerja untuk media asing, Bung Deden Setiawan yang kadang iseng nulis novel, Bung Kushendarto alias Darto, fotografer yang ”gila jazz” dan sekarang telah jadi juragan di majalahnya sendiri…. ”I miss u all friend”.

***

Saya lahir di Surabaya, 11 Juli 1972. Lalu, tumbuh besar di lingkungan Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep Madura Jawa Timur. Selama enam tahun, dari tahun 1985 sampai dengan 1991 saya mendalami ilmu agama dan kedisplinan hidup di areal seluas kurang lebih lima hektar di desa kecil bernama Prenduan. Di situlah saya kesempatan berinteraksi dengan beberapa teman yang memiliki minat dan hoby yang saya, menulis. Diantara mereka ada nama Jamal D. Rahman yang saat ini masih menjabat sebagai Pemimpin Redaksi (Pimred) Majalah Sastra HORIZON Jakarta, penterjemah best seller buku ”LA TAHZAN” Samson Rahman, penulis produktif yang saat ini sedang menyelesaikan  program S3 nya di Amerika Serikat, Mun’im Sirri dan masih ribuan nama lain lagi yang berinteraksi dengan saya ketika itu. Melalui buku ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada ”ayah ideologis” saya, Kyai Haji Muhammad Idris Jauhari. Semoga, Allah senantiasa ”bergandengan” tangan denganmu, ayah!

Itu saya, Saibansah Dardani. Anak seorang guru sekolah dasar, Hajah Siti Chuzinah (almh) asal Desa Balungpanggang Gresik dan seorang ”tuan kadi” Syukroni Asyhad (alm) asal Desa Latu’an Lamongan. ”Here I’m, the fakir”. *

28