Sosok Jenius dan Prestesius
KH Maktum Jauhari lahir pada hari Rabu Mei Syawal H dari pasangan KH Achmad Djauhari Chotib dengan Nyai Aminah. Bersama istri ketiganya ini pula keduanya dikaruniai seorang putri bernama Makhtumah istri KH Musyhab Fatawi.
Sebagaimana kakak-kakaknya, Maktum kecil juga hidup di lingkungan yang agamis bersama kedua orang tuanya. Kepribadian beliau terbentuk dari pola asuh kedua orang tuanya yang taat dan istiqamah Ada beberapa kemiripan antara Maktum dan ayahnya baik itu dari segi suara, wajah dan kecerdasannya. Bahkan gaya bercandanya.
Maktum mulai mengenyam pendidikan di masa mudanya, di berbagai lembaga pendidikan. Di pagi hari, setelah shalat Subuh, Maktum mengikuti program TMI Majelis. Kemudian pada jam sekolah, beliau masuk di MI Al-Washliyah.
Di sore hari, Maktum kembali mengikuti taklim di Mathlabul Ulum Diniyah Al-Amien (MUDA). Sementara di malam hari, beliau belajar kembali di TMI Majelis. Tiga lembaga tersebut, merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh ayahnya, Kiai Djauhari.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di MI Al-Washliyah, Maktum melanjutkan pendidikannya di Pondok Modern Darussalam Gontor, mengikuti jejak kedua kakaknya, Kiai Idris dan Kiai Tidjani (almaghfurlahuma), pada Januari 1970 (Syawal 1389), dengan diantar oleh kedua kakaknya: Kiai Amir Ilyas dan Kiai Idris Djauhari.
Di Gontor, banyak sekali fakta-fakta mengejutkan perihal keperibadian Maktum. Salah satunya, beliau selalu mendapatkan peringkat pertama, sejak duduk di kelas 1 sampai kelas 6 KMI Gontor. Kejeniusannya tersebut, kerap membuat teman-temannya sulit untuk menggeser posisinya. Maktum juga tergolong anak yang biasa-biasa saja saat belajar di Gontor.
Konon, cukup membuka sekilas dari setiap kitab yang akan diujikan, mencium halaman buku tersebut kemudian tidur. Namun, dengan begitu beliau mampu menyerap ilmu-ilmu yang ada di dalam kitab tersebut secara detail, berikut dengan penempatan halaman-halamannya. Subhanallah!
Setamat dari Gontor, Maktum melanjutkan pendidikannya ke Universitas Islam Madinah, dan diterima di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Dakwah. Selama di Madinah, biasanya setiap hari Kamis sampai Jum’at, pulang ke apartemen Kiai Tidjani, di Azizi kota Mekah.
Kebiasaan Maktum selama di Madinah adalah membaca koran. Sebagaimana di Gontor, beliau juga tidak begitu rajin belajar. Akan tetapi, hasil akhir dari studinya menunjukkan nilai yang memuaskan, dengan predikat Mumtaz.
Setamat kuliah S1 di Madinah, Maktum melanjutkan pendidikan jenjang magisternya di Al-Azhar, Kairo, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Dakwah. Kejeniusan Maktum, begitu masyhur di antara teman-temannya. Selama di Mesir, Maktum selalu mendapat predikat mumtaz.
Pada saat penyelesaian tugas akhir, pembimbing tugas akhir Maktum, turut serta membantu pembiayaan tugas tersebut. Bahkan memotivasi agar Maktum melanjutkan S3 di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Namun tawaran tersebut ditolak, karena beliau harus pulang ke Indonesia.
Selama di Mesir, Maktum jarang belajar buku-buku muqarrar (pegangan) perkuliahan. Beliau lebih suka membaca Koran, lebih-lebih berita tentang sepak bola. Sehingga analisa beliau pada setiap pertandingan, jarang meleset.
Setelah menyelesaikan pendidikan magisternya di Mesir, 03 Oktober 1990 (3 Rabiul Awwal 1410) Kiai Maktum pulang ke kampung halamannya, Prenduan. Setahun kemudian, Kiai Maktum menikah dengan Nyai Nur Jalilah, Kamis, 28 Februari 1991 (14 Sya’ban 1411 H).
Beliau ikut berperan aktif bersama kedua kakaknya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.Dalam struktural Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Kiai Maktum dipercaya sebagai Kepala Sekretariat Yayasan. Selain itu, dipercaya sebagai Ketua Biro Penelitian dan Pengembangan. Kemudian pada tahun 2000, beliau menjadi Koordinator Biro Pendidikan dan Pengajaran di Yayasan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.
Bagi santri Al-Amien Prenduan, nama Kiai Maktum sangat terkesan sebagai sosok jenius dan prestisius. Sehingga, beliau diamanahi sebagai Rektor IDIA Prenduan, hingga akhir hayatnya. Sepeninggal Kiai Tidjani dan Kiai Idris, Kiai Maktum Jauhari, dipercaya sebagai Pemimpin dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Prenduan. Dan di kalangan para asatidz, beliau dikenal sebagai sosok Kiai yang sederhana dalam segala hal.
Selasa, 29 Desember 2015 M (17 R. Awal 1437) Kiai Maktum menghembuskan nafas terakhirnya, di usia 57 tahun. Sang Jenius itu pergi menghadap Allah SWT, meninggalkan keluarga dan ribuan santrinya.
Jenazah beliau dikebumikan di komplek pemakaman Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, di samping makam kedua kakaknya, Kiai Tidjani Djauhari dan Kiai Idris Djauhari.*
Sumber: warkat.al-amien.ac