Oleh Dhorifi Zumar
JIKA Allah SWT sudah berkehendak, maka tidak ada satu kekuatan pun yang bisa menghalanginya. Inilah yang sedang terjadi pada diri tokoh oposisi Malaysia, Dato Sri Anwar Ibrahim.
Atas qadrat dan iradat Allah SWT, beliau resmi dilantik sebagai pemimpin baru negeri jiran, Perdana Menteri Malaysia ke-10 pada Kamis, 24 November 2022, di usianya yang sudah tidak muda lagi, yaitu 75 tahun.
Hal ini setelah Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah menunjuk pemimpin koalisi Pakatan Harapan itu sebagai Perdana Menteri baru Malaysia, di tengah kebuntuan politik yang ada.
Kebuntuan itu terjadi setelah hasil pemilu parlemen Malaysia pada 19 November 2022 tidak menghasilkan pemenang mutlak atau mayoritas, karena koalisi Pakatan Rakyat (PH) pimpinan Anwar Ibrahim hanya meraih 82 kursi parlemen. Sedangkan koalisi Perikatan Nasional (PN) yang dipimpin mantan PM Muhyiddin Yassin meraup 73 kursi parlemen.
Padahal untuk bisa menduduki kursi pemerintahan atau perdana menteri secara otomatis masing-masing pihak koalisi harus meraih ambang batas 112 suara/kursi dari total 222 kursi parlemen yang tersedia.
Jika masing-masing kubu bisa meraup minimal 112 kursi maka mereka berhak membentuk pemerintahan baru. Lantaran terjadi deadlock karena tidak ada kekuatan politik yang meraih kursi mayoritas, maka raja Malaysia pun turun tangan guna mengatasi situasi genting tersebut.
Awalnya Raja memberikan tenggat waktu kepada kedua kubu untuk membentuk mayoritas dan menyerahkan nama calon PM paling lambat hari Senin, 21 November 2022 pukul 14.00 waktu Malaysia. Sayangnya kedua kubu pun tidak bisa memenuhi harapan itu, akhirnya Raja Abdullah memperpanjang batas waktu hingga Selasa, 22 November 2022 pukul 14.00 WIB.
Tapi, lagi-lagi kedua kubu pun gagal meraih suara mayoritas sederhana, maka Raja Abdullah kemudian memanggil masing-masing pimpinan kedua kubu, yaitu Anwar dan Muhyiddin, ke Istana Negara untuk audiensi dan sekaligus memutuskan siapa yang akan menjadi PM baru.
Sayangnya langkah inipun tidak membuahkan hasil. Raja lalu menyarankan kedua kubu untuk saling bekerjasama membentuk pemerintahan yang kuat. Tapi kubu Muhyiddin menolak saran atau usulan tersebut.
Di tengah situasi ketidakpastian itulah akhirnya Raja memanggil sembilan sultan yang memimpin negara bagian untuk menggelar rapat khusus, dengan agenda tunggal membahas pemilihan PM. Alhasil, Raja Abdullah memilih Anwar sebagai PM Malaysia ke-10 setelah mendengar masukan-masukan dari para sultan.
Hal ini juga setelah kubu Barisan Nasional (BN) yang awalnya enggan mendukung kedua kubu, PH maupun PN, untuk membentuk pemerintahan akhirnya berubah sikap pada detik-detik akhir (injury time). Koalisi BN yang meraih 30 kursi dan pernah menguasai pemerintahan Malaysia kemudian mengindikasikan mendukung Anwar Ibrahim.
Anggota utama BN, yaitu Partai Organisasi Nasional Melayu (UMNO/United Malays National Organization) mengeluarkan rilis pada Rabu malam (23 November 2022) waktu setempat: “Barisan Nasional mendukung dan mengambil bagian dalam pemerintahan persatuan yang tak dipimpin oleh Perikatan Nasional (PN) untuk memastikan pemerintahan yang stabil dan makmur,” ujar Sekretaris Jenderal UMNO, Ahmad Maslan, seperti dikutip Channel News Asia.
Maka, drama ketegangan dan ketidakmenentuan itupun akhirnya terpecahkan. Anwar Ibrahim, tokoh oposisi hampir 3 dekade sejak 1998 dan sosok yang sudah lama dinanti oleh rakyat Malaysia, bahkan mungkin Indonesia, untuk memimpin Malayasi pun kemudian menemukan takdirnya.
Sosok yang Akrab dengan Indonesia
Setelah resmi dilantik sebagai PM Malaysia pada Kamis sore (24 November) waktu setempat, Presiden Jokowi menjadi kepala negara pertama yang memberikan ucapan selamat kepada PM Anwar Ibrahim. Anwar pun mengucapkan terimakasih seraya menandaskan bahwa dirinya adalah sahabat kekal dan sejati Indonesia.
“Pemerintah atas nama seluruh rakyat Indonesia, saya ingin mengucapkan selamat atas terpilihnya Yang Mulia sebagai Perdana Menteri ke-10 Malaysia,” ucap Jokowi dalam video yang diunggah Jumat, 25 November 2022.
Menurut Jokowi, Anwar adalah sosok yang dikenal luas dan dihormati oleh rakyat Indonesia. Tidak salah, Anwar Ibrahim adalah sosok yang dikenal luas dan dihormati di Indonesia, baik oleh para pemimpin Indonesia maupun rakyat Indonesia. Kedekatan Anwar dengan Indonesia sudah lama terjalin sejak beliau masih aktif di pemerintahan Malaysia di era PM Mahathir Mohamad.
Saat itu Anwar mengawali kiprahnya di pemerintahan Malaysia dengan menerima ajakan Mahathir Mohamad sebagai Menteri Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan pada tahun 1983, ketika usianya masih cukup muda yakni 36 tahun.
Ia yang sebelumnya sebagai aktivis gerakan mahasisiwa di Malaysia itu tak kuasa menolak ajakan Mahathir yang kala itu baru naik sebagai Perdana Menteri Malaysia pada tahun 1981 menggantikan Dato Hussein Onn.
Anwar mengawali karir politiknya sebagai pemimpin gerakan mahasiswa di Universiti Malaya pada akhir dekade 60-an. Tak lama kemudian, pada 1971 ia mendirikan gerakan pemuda muslim dengan nama Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) dan menjabat sebagai presiden ABIM hingga 1982. Anwar muda sering mengkritik kebijakan pemerintah Malaysia yang dipimpin oleh Barisan Nasional-UMNO (United Malays National Organization).
Kemudian pada tahun 1984 Anwar diangkat sebagai Menteri Pertanian. Dua tahun kemudian (1986) ia dipercaya sebagai Menteri Pendidikan hingga tahun 1991. Setelah itu pada tahun yang sama yaitu 1991 suami Wan Azizah, mantan Deputi PM Malaysia ini ditunjuk sebagai Menteri Keuangan hingga tahun 1998.
Di tengah menjabat sebagai menteri keuangan itu, yaitu tahun 1993, ia juga diangkat sebagai Deputi Perdana Menteri Mahathir Mohamad hingga tahun 1998, saat krisis moneter menimpa beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.
Kedekatan Anwar Ibrahim dengan Indonesia terlihat lebih intens dan mencolok tatkala organisasi kalangan ilmuwan atau cendekiawan Indonesia, yaitu ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) didirikan pada 7 Desember 1990 dengan BJ Habibie, saat itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi RI, sebagai ketua umumnya.
ICMI yang setelah itu (antara tahun 1991-1998) banyak menggelar berbagai kegiatan ilmiah dan kajian baik dalam bentuk seminar, sarasehan, workshop, penelitian maupun lainnya kerapkali mengundang narasumber dari berbagai kalangan, termasuk juga dari luar negeri.
Nah, Anwar Ibrahim, termasuk salah satu narasumber dari luar negeri yang kerap diundang menghadiri acara-acara ICMI maupun CIDES (Center for Information and Development Studies), lembaga think tank milik ICMI, untuk memaparkan pandangan maupun gagasannya mengenai berbagai isu yang tengah berkembang.
Dari situlah terbentuk keakraban antara Anwar Ibrahim, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan sekaligus Deputi Perdana Menteri Malaysia, dengan tokoh-tokoh ICMI yang beberapa diantaranya berstatus sebagai pejabat pemerintahan Orde Baru, seperti BJ Habibie, Wardiman Djojonegoto, Siswono Yudohusono, Ginanjar Kartasasmita, Akbar Tanjung, Faisal Tanjung, Muladi, Harmoko, Hartono, Wiranto dan lainnya termasuk juga dengan tokoh-tokoh ICMI non-pejabat Orba seperti Adi Sasono, Watik Pratiknya, Amien Rais, Syafii Maarif, Azyumardi Azra, Umar Juoro, Jimly Asshiddiqie, Bachtiar Chamsyah, Hamzah Haz, dan lain sebagainya.
Apalagi Anwar Ibrahim memiliki background sebagai aktivis pemuda muslim Malaysia dan pendiri ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia), semacam Pemuda Muhammadiyah, GP Ansor, GPII di Indonesia. Sehingga terbentuk ikatan emosional yang lekat dengan tokoh-tokoh ICMI karena sama-sama menyandang status sebagai organisasi Islam dan mungkin juga adanya kesamaan platform perjuangan maupun visi dan misi organisasi.
Kehadiran Anwar yang merupakan rising star dan digadang-gadang bakal menggantikan posisi Mahathir itu tidak hanya sekali dua kali, tetapi beberapa kali. Pada gilirannya terbentuk kesamaan pandangan atau chemistry antara Anwar dan beberapa tokoh di Indonesia.
Sehingga kelak jika Anwar naik sebagai pemimpin Malaysia, maka diharapkan akan tercipta senergi yang kuat dan simbiosis-mutualisme antara Indonesia dan Malaysia. Karena hanya dia satu-satunya pejabat Malaysia yang memiliki hubungan persahabatan dan emosional yang begitu kental (intimate) dengan Indonesia. Dia selalu datang ke Indonesia serta rutin menjalin silaturahmi dengan pemimpin-pemimpin Indonesia, baik yang di pemerintahan maupun di luar pemerintahan.
Bahkan ketika Anwar sengaja disingkirkan dari pemerintahan Mahathir pada tahun 1998 dan kemudian dijerat kasus hukum dengan tuduhan melakukan kejahatan seksual, maka banyak teman-temannya di Indonesia maupun masyarakat Indonesia yang selama ini tahu sepak-terjangnya tidak begitu saja mempercayai tuduhan tersebut. Bagi mereka, tuduhan terhadap Anwar itu tak lebih dari skenario jahat dan keji untuk menjegalnya agar gagal naik ke singgasana PM Malaysia pasca Mahathir.
Setelah disingkirkan dengan cara yang kotor tersebut, Anwar Ibrahim pun tampil di panggung politik Malaysia sebagai tokoh oposisi utama sejak tahun 1998 hingga 2022 atau kurang lebih selama 24 tahun. Baru pada 24 November 2022 kemarin Anwar menemukan garis takdirnya, diangkat oleh Raja Malaysia sebagai Perdana Menteri baru.*
Penulis adalah Ketua Ranting Muhammadiyah Kalibaru Kota Depok dan Pengurus Nazhir Wakaf Uang Pimpinan Pusat Muhammadiyah.