SETIAP tahun, setiap masa penerimaan siswa baru tiba, setiap itu pula Wirya Putra Sar Silalahi selalu sibuk. Padahal, putra Batak kelahiran Pematang Siantar, 28 Agustus 1965 ini bukanlah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri atau pun Ketua Komite Sekolah.
Tapi, sebagai anggota DPRD Provinsi Kepri, Wirya tak bisa tinggal diam melihat proses penerimaan siswa baru di Provinsi Kepri yang selalu bermasalah. Seperti apakah masalahnya? Berikut ini petikan wawancara Pimpinan Redaksi Majalah Siber Indonesia, J5NEWSROOM.COM, Saibansah Dardani dengan Wirya Putra Sar Silalahi di beberapa kesempatan di Batam.
Bisa dijelaskan seperti apa kacaunya permasalahan penerimaan siswa baru di Kepri?
Jadi pendidikan di Kepri ini, dari tahun ke tahun selalu bermasalah. Karena kurangnya daya tampung. Terutama sekolah-sekolah yang dianggap baguslah, favoritlah. Contohnya, di Batam itu adalah SMAN 3 dan SMAN 1, kalau SMK itu SMKN 1, SMKN 5, itu kan favorit, jadi banyak yang sekolah di situ, ya berluberlah, kurang kelas.
Sementara, memang faktanya banyak sekolah-sekolah lain yang belum lengkap fasiliasnya. Contoh, SMAN 26 ya, harusnya menampung luberan SMAN 3 kan, tapi karena SMAN 26 sendiri terlalu minim fasilitasnya. Saat ini, baru ada 2 kelas ya kan.
Kemudian ruang guru saja masih mennyewa, mereka masih numpang. Padahal itu sebenarnya sudah harus ada sekitar belasan kelaslah ya, kalau gak salah 14 kelas. Makanya, sebagian siswa masih numpang di SMAN 3.
Lalu, bagaimana menyikapi sekolah-sekolah yang masih minim fasilitas itu, padahal anggaran pendidikan kan tidak kecil?
Jadi gini, orang tua pun merasa, waduh sekolah anak saya kok keadaannya sangat minim. Anak-anak pun merasa begitu, numpang-numpang kan jadi mereka gak minat sekolah di situ, jadi semua bertumpuklah di SMAN 3.
Nah, sementara di Dinas Pendidikan Provinsi Kepri masih berkonsep tidak ada sekolah favorit, tapi tidak dibuat yang agak berimbang lah fasilitasnya kan. Sudah 3-4 tahun itu masih begitu, kenapa? Karena kurang dialokasikan untuk pendidikan. Nah, seharusnya kalau dia sesuai dengan undang-undang itu kalau dari 20 persen itu sebenarnya harusnya untuk gaji guru gak masuk dalam skema 20 persen itu.
Tapi, ini tidak, mereka memasukkan juga gaji guru, sehingga hitungan di Provinsi Kepri, kalo dihitung-hitung total sudah 22 persen, artinya sudah memadai. Padahal kalau sebenarnya, gaji guru dikeluarkan, gak sampai 20 persen, hanya sekitar 12 persen saja.
Terus, apa yang Anda lakukan sebagai anggota DPRD Provinsi Kepri?
Itulah, saya lihat mereka juga sudah meminta pandangan ke Kemendagri. Lalu, Kemendagri mengatakan, angka itu sudah 22 persen. Saya melihat Kemendagri juga tidak paham Undang-Undang Pendidikan No 20. Itu di pasal 49 disebutkan jelas, bahwa gaji pendidik atau gaji guru tidak masuk dikategori 20 persen. Itu harus dikeluarkan, tapi di Kepri itu dimasukkan jadi laporan di Depdagri sudah memenuhi 20 Persen.
Itu artinya, saya lihat juga mungkin karena orang-orang di Kemendagri berganti-ganti. Sehingga, sebagian mereka tidak terlalu memahami undang-undang pendidikan itu. Kalau dia baca sudah jelas gamblang kok, bahwa tidak termasuk gaji guru. Mungkin juga karena mereka cuma melihat laporan dari daerah saja, oh ini kami sudah 22 persen. Sudah masuk pendidikan ini ya kan, mereka oke kalau sudah 20 persen, okelah.
Sebenarnya, berapa besar sih dana yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas belajar di Provinsi Kepri?
Sebenarnya, kita perlu dana sekitar 8 persen dari 3,6 triliun atau sekitar Rp 300 milyar lah. Angka itu sudah bisa untuk membangun fisik. Dan kalau kita ikuti undang-undang pendidikan, ini sudah selesailah masalah pendidikan di Kepri ini, iya kan?
Terus, apakah angka 8 persen dalam pembahasan APBD tahun 2023 terus Anda perjuangkan?
Nah itu, kita masih harus perjuangkan lagi. Karena temen-temen yang lain begitu pula di pemerintahan atau juga teman-teman di anggota DPRD yang lain di luar komisi 4, mereka juga bersikeras itu sudah masuk. Karena itu kalau dimasukkan waduh sudah berapa yang tersedot kan sampe Rp 200 miliar lebih ya.
Tapi, sebenarnya kalau kita balik ke undang-undang pendidikan, harusnya begitu. Nah itu sebabnya masalah pendidikan kita ini berlarut-larut ya kan. Dan memang yang dibilang 20 persen itu sebenarnya tidak mencapai segitu sesuai undang-undang. Kalau dijalankan itu undang-undang pendidikan, lurus ya, sudah selesailah permasalahan pendidikan di Kepri ini.
Kalau tidak sesuai skema 20 persen menurut undang-undang pendidikan, mengapa tidak ada teguran dari DRPD Kepri?
Itulah, karena terus terang saja, kita ini kan sebenarnya semuanya minim. Provinsi Kepri ini bisa dibilang termasuk salah satu yang terkecil lah APBD provinisinya. Jadi kita serba kekurangan, ya itulah mungkin kekurangan yang lain, masa mau disedot lagi ya kan. Itu pemikiran teman-teman di luar komisi 4, kalau semisal disedot kan tidak ada lagi sisa untuk yang lain. Saya juga tidak tahu, sepertinya sanksinya tidak terlalu keras. Hanya prestis sajalah, karena banyak juga provinsi yang masih belum mencapai 20 persen. Artinya ini hanya suatu prestislah bahwa oh provinsi ini sudah 20 persen.
Berarti, boleh dong anggaran pendidikan dialokasikan di bawah 20 persen?
Boleh, karena tidak ada konsekuensinya. Cuman semacam prestislah. Faktanya kalau tidak dilaksanakan tidak apa apa. Ya, artinya cuma prestis saja, bahwa oh kepala daerahnya sudah care kepada pendidikan, kan gitu. Sudah di atas 20 persen, berarti sudah mengutamakan pendidikan, semacam gitu saja. Konsekuensi karena tidak memenuhi undang-undang itu tidak ada.
Kalau sudah terlanjur seperti itu, untuk alokasi anggaran di 2023 ini apa yang abang lakukan dengan temen-temen di DPRD Kepri?
Itu kita infolah ke mereka bahwa sebenarnya itu tidak sesuai undang-undang. Nah, cuman juga persoalannya gini, mereka sudah konsultasi ke Depdegri waktu itu kan, mereka sudah diakui juga bahwa sudah 20 persen. Padahal sudah jelas itu tidak masuk. Saya sudah tanya itu tidak masuk, harusnya itu gaji guru dikeluarkan, tapi di Depdagri menyatakan itu sudah cukup, karena mungkin mereka tidak melihat.
Kalau mengenai SPP SMP dan SMA gratis itu apakah masuk dalam komponen 20 persen?
Nah itu sepertinya gubernur setelah hitung dapat saran dari Dinas Pendidikan Kepri. Sepertinya kita belum mampu, akhirnya masih dipending. Kalau di Jawa Barat, Jawa Timur, Riau sudah dilaksanakan. Nah dulu mungkin ya gubernur merasa mungkin kalau Riau saja bisa masa Kepri gak bisa nah ternyata belum.
Tahun depan bisa tak direalisasikan?
Saya rasa belumlah. Karena kita pun untuk pembangunan fisik saja kita belum mampu kok.
Prediksi Anda sampai berapa tahun ke depan lagi anak-anak SMA di Kepri bebas bayar uang sekolah?
Kalau itu ya pesimis sih. Mungkin ya 2-3 tahun lagi belum bisa.
Kalau begitu, apa yang Anda harapkan dari perbaikan pendidikan di Kepri?
Ya memang pertama kita harus cari solusi dululah ya, karena jangan lagi terjadi seperti SMAN 1 itu contoh ya. Sebenarnya masih banyak karena apa itu SPP masih suka-suka dari pada kepala sekolah dan komite. Belum ada suatu standar. Malah BOS yang sudah ada sudah tegas BOS ini, hanya untuk ini, hanya untuk ini. Justru SPS itu tergantung daripada kepala sekolah dan komite. Kalau komite sudah setuju ya sudah. Makanya tak heran kan bisa dari SPP bisa beli kendaraan mobil dinas yang kelihatannya tidak sepantasnyalah. Contoh misalnya kepala sekolah mobil dinasnya sama dengan kepala dinas, Kijang Innova. Harusnya kan ya seperti Ertiga, Avanza lah ya.
Kenapa bisa gitu, ya karena tidak ada ketentuan yang baku tergantung kepada kepala sekolah dan komite. Makanya kemarin banyak juga sekolah-sekolah itu meminta Pergub khusus yang mengatur SPP. Tapi itu belum keluar sampai sekarang.
Sudah dibahas?
Sudah. Mereka sudah ajukan coba dibuatlah Pergub. Kadis itu kasih usulah supaya kepala sekolah itu ada rambu-rambunya. Nah sekarang kan terpancing dia tergantung komitenya, komitenya juga kalau misalnya mereka kong-kalikong ya terjadilah.
Terkait masalah Kepala Sekolah SMKN 1 yang tererat kasus dugaan korupsi, apakah Anda melihat ada berdampak moral terhadap guru?
Pasti berdampak.
Ya mudah-mudahan dampaknya positiflah. Harusnya harus hati-hati kan mengelola uang sekolah, jangan suka-suka. Karena contoh yaa memang gara-gara mobil secara etika mana bisa itu milik sendiri. Karena ada uang. Kalau gitu, wah kepala Pertamina suka-suka dong milih mobil paling mahal di dunia, cukup kok uangnya, tapi kan harus ada aturannya.
Apa kendalanya kok Gubernur Kepri belum mengeluarkan pergub tersebut?
Mungkin sedang sibuk. Harusnya kan itu kepala dinas yang mengusulkan kepada gubernur
Kepala Dinas Pendidikan itu kan mitra Anda di DPRD Provinsi Kepri, bisa Anda undang kan?
Iya, artinya karena kepala dinasnya ini sudah sibuk dengan persoalan-persoalan lain ya kan. Contoh penerimaan murid barulah, pembangunanlah sudah sibuk dengan urusan yang begitu.
Apakah Anda akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri)
Dari dulu sudah, sejak terima kasus SMKN 1 itu mereka kan melapor, bahwa itu kami belum ada petunjuk tehnis masalah penggunaan SPP.*
BIOGRAFI
Nama : Ir. Wirya Putra Sar Silalahi
Lahir : Pematang Siantar, 28 Agustus 1965
Alamat: Jalan Sumatera No 47 Bengkong Tengah, Batam Provinsi Kepri
Istri: Rumiri Hutapea, SE
Anak ke-1: Amelia Maranata, SBM ITB, Lulus 2019.
Anak ke-2: Irene Hana Dameria, Akuntansi UGM, Lulus 2022.
Anak ke-3: Ribka Risma, kuliah di Teknik Lingkungan ITB.
Anak ke-4: Imanuela Tiurma, SMAS Yos Sudarso Kelas 3.
PENDIDIKAN
SMAN 2 Makassar, Sulsel, 1984
Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Teknik Elektro, Lulus 1991.
PENGALAMAN KERJA:
1. PT. Trakindo Utama, Jakarta, 1991-1993, Electrical Engineer.
2. PT. McDermott Indonesia, Batam, 1993-2006, Maintenance Manager.
3. Pengusaha, Developer, Batam, 2006-sekarang.
4. Anggota DPRD Provensi Kepri, Periode 2009- 2019 dan 2019-2024.
ORGANISASI
1. Ketua Asosiasi Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesi (APERSI) Provinsi Kepri, 2012-2015.
2. Wakil Ketua Ikatan Alumni ITB (IAITB) Provinsi Kepri, 2015-2020.
3. Ketua Marga Raja Silahi Sabungan Kota Batam, 2000-2011.
4. Wakil Ketua Nasdem DPW Provinsi Kepri, 2020-2025.