NYEBERANG ke Singapura pasca Corona, apalagi di tengah bulan suci Ramadhan 1444 hijriah ini, terasa beda. Entah mengapa, saya merasakan sambutan hangat Singapura kali ini. Apakah yang beda itu? Berikut ini catatan wartawan J5NEWSROOM.COM Saibansah Dardani.
14 Ramadhan 1444 hijriah, bertepaptan dengan 5 April 2023, cuaca Singapura begitu cerahnya. Tidak terlalu panas, tidak juga mendung. Begitu turun dari fery Horizon di Pelabuhan Harbourfront Singapura, terasa angin menyapu wajah yang tengah berpuasa. Segar.
Suasana penyambutan para pegawai Immigration & Checkpoints Authority (ICA) Singapura pun begitu ramah. Tidak seperti biasanya, pembawa paspor asing tidak langsung diarahkan masuk dalam rangkaian antrean yang mengular. Tetapi, diarahkan terlebih dahulu menuju mesin autogate di check point imigrasi.
Saya pun diarahkan petugas untuk menempelkan foto paspor dan memasukkannya ke dalam mesin autogate. Setelah itu, petugas mengarahkan saya menuju rangkaian antrean. Sebelum sampai tahap scaning wajah dan mata di hadapan petugas imigrasi. Prosesnya, tidak terlalu lama. Hanya sekitar 10 menitan. Sungguh ini jauh dari biasanya, antrean bisa lebih dari 30 menit.
Sekarang ini, petugas imigrasi Singapura tidak lagi mengecop paspor kita. Semuanya sudah bergerak ke arah sistem digital. Tidak ada lagi kertas karton putih yang harus kita isi sebelum masuk ke Singapura. Kertas yang berisi data diri, alamat, tujuan ke Singapura sampai dengan pengakuan tidak pernah berkunjung ke beberepa negara di Afrika. Semua proses penulisan di kertas itu sudah tidak ada lagi. Semuanya telah diganti sistem digital.
Sebelum berangkat ke Singapura, kita harus mengisi form di aplikasi ICA Singapore. Setelah done, kita akan mendapat kode barcode yang menjadi bukti verifikasi saat kita berhadapan dengan petugas imigrasi setibanya di Singapura. Lalu, kita akan mendapat email. Isinya, mengizikan kita masuk dan lama tinggal di Singapura. Juga diizinkan melakukan kunjungan sebagai wisatakan atau sosial, bisnis atau pun kunjungan profesional. Juga, izin untuk mencari pekerjaan di Singapura.
Ada yang berbeda ketika saya mulai masuk Singapura di bulan puasa ini. Saya sudah bisa melihat senyum warga Singapura, senyum asli tanpa masker. Bahkan, beberapa petugas imigrasi juga sudah tidak lagi memakai masker. Termasuk, petugas imigrasi yang memeriksa paspor saya.
Sama sekali tidak ada kesan menakutkan dari teror virus corona. Begitu juga saat melewati pertokoan di kawasan Harbourfront sampai di sepanjang mal Vivo City. Singapura telah benar-benar merdeka dari corona!
Sebagai ‘wisatawan tetangga’, saya pun ikut bahagia. Saya yakin, perjalanan saya menuju Masjid Sultan untuk berbuka puasa bersama dan sholat tarawih di sana juga pastinya akan bebas dari teror corona.
Benar saja, begitu sampai di masjid yang berlokasi di Kampong Glam, Distrik Rochor Singapura, hampir semua jamaah sudah tidak memakai masker lagi. Begitu juga halnya dengan imam dan ta’mir masjidnya. Saya pun bisa mendirikan sholat tahiyatul masjid, dengan terlebih dahulu menyimpan masker hitam di tas pinggang.
Alhamdulillah, corona benar-benar telah sirna di Singapura.*