INILAH hadiah Lebaran paling berharga bagi bangsa Indonesia. Khususnya bagi perpolitikan negara ini: partai pemenang Pemilu, PDI-Perjuangan, mengumumkan calon presidennya. Kemarin. Di Istana Batutulis, Bogor. Setelah waktu salat Jumat. Di hari ketika Muhammadiyah sudah merayakan Lebaran. Atau sehari sebelum NU merayakannya.
Presiden Jokowi hadir di acara itu. Bahkan memberi kata sambutan.
Maka orang langsung ingat Prabowo Subianto: bagaimana nasibnya. Ini kesempatan ketiga bagi Prabowo untuk jadi capres. Dengan harapan yang terlanjur membubung lebih tinggi.
Sehari sebelum itu, Prabowo tampak ke rumah Megawati. Fotonya beredar luas di medsos. Di foto itu tampak suasananya sangat menyenangkan. Puan Maharani, putri biologis Megawati, tampak melakukan selfie bersama Prabowo dan ibunyi. Mega tersenyum lepas. Puan tersenyum wajar. Prabowo berwajah gembira.
Foto itu menguatkan dugaan publik bahwa Megawati pun akhirnya mendukung Prabowo sebagai capres. Ini karena Prabowo, belakangan, seperti didukung penuh Presiden Jokowi. Bahkan ada yang mengatakan dengan pahit: Megawati akhirnya melaksanakan “Perjanjian Batutulis”.
Di istana itu memang pernah ada perjanjian: tahun itu Prabowo mendukung Megawati jadi capres, periode berikutnya ganti Megawati mendukung Prabowo jadi capres.
Ternyata, periode berikutnya Megawati punya capres sendiri: Joko Widodo. Berhasil jadi presiden. Bahkan dua periode. Konon “Perjanjian Batutulis” itu sudah dianggap gugur dengan sendirinya karena kala itu pasangan Mega-Prabowo gagal menang.
Foto selfie di rumah Mega itu rupanya dianalisis terlalu jauh. Sangkaan Mega pun akan mendukung Prabowo hanya karena akhir-akhir itu banyak pertanda-pertanda Presiden Jokowi memberi angin yang segar ke Prabowo. Ditambah: dugaan bahwa Jokowi sedang kesal kepada Ganjar. Yakni karena Ganjar dianggap sebagai penyebab gagalnya Piala Dunia sepak bola U-20 di Indonesia.
Ganjar memang gubernur kedua yang menyatakan menolak kedatangan tim sepak bola Israel. Yang pertama adalah gubernur Bali. Dua gubernur itu adalah kader PDI-Perjuangan.
Padahal Piala Dunia adalah ambisi Jokowi yang sangat didukung luas oleh rakyat Indonesia. Pun persiapannya sudah begitu jauhnya. Ibarat pengantin sudah pasang janur kuning. Pengantinnya pun sudah bersolek.
Ditambah: Megawati sendiri seperti kurang sreg mendukung Ganjar. Gubernur Jateng itu seperti pernah disemprit karena asyik mengampanyekan diri di luar garis partai.
Waktu itu semprit dibunyikan oleh tokoh pusat PDI-Perjuangan Bambang Pacul, Mega memang seperti masih mencoba melihat kemungkinan ini: putrinyalah yang lebih baik jadi capres 2024.
Ternyata popularitas Ganjar terus menanjak. Ia mengalahkan capres resmi maupun yang belum resmi. Sedang popularitas Puan tidak pernah beranjak di bawah 5 persen.
Akhirnya Megawati kembali menunjukkan sikap kuatnya: realistis. Ganjar adalah kader partai. Bukan kader kaleng-kaleng pula. Ganjar mungkin lebih kader dibanding Jokowi di masa lalu sekali pun.
Perjalanan Ganjar di partai sangat panjang. Sampai menjadi anggota DPR dan akhirnya gubernur. Pun kalau dilihat dari segi ketaatannya kepada partai.
Ketika disemprit dulu, Ganjar tidak bersikap menantang. Ia undur langkah. Ia tidak pernah menunjukkan kesombongan mentang-mentang hasil surveinya sudah mengalahkan siapa pun. Tidak pernah pula keluar dari mulutnya kata-kata yang bisa membuat multitafsir.
Pun ketika lahir gerakan celeng degleng di Jawa Tengah setelah semprit itu. Ganjar tidak terpancing untuk kelihatan “tuh lihat dukungan rakyat Jateng”. Celeng vs Banteng pun reda tanpa ada yang ketaton.
Tes tertinggi ketaatan pada garis partai pun harus segera ia hadapi. Dan rupanya itu tes terakhir menuju capres: membuat pernyataan menolak kedatangan tim Israel. Dan Ganjar lulus tes yang paling sulit itu.
Ia harus mengorbankan popularitasnya demi garis partai. Ia harus menekan perasaannya terhadap Presiden Jokowi. Ia pasti tahu betapa kecewa Presiden Jokowi atas sikapnya itu. Padahal Jokowi punya andil besar dalam memopulerkan Ganjar. Pun istilah “rambut putih” lahir dari Presiden Jokowi sendiri.
Setelah tes terberat dan terakhir itu, popularitas Ganjar memang menurun. Hasil survei lembaga yang terpercaya pimpinan Dr Burhanuddin Muhtadi menyebutkan rating Ganjar turun 2 persen.
Tapi PDI-Perjuangan yakin itu karena status Ganjar masih terombang-ambing. Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto pernah mengatakan: rating itu akan naik setelah ada pengumuman resmi bahwa Ganjar adalah calon resmi presiden RI dari PDI-Perjuangan.
Maka pengumuman capres yang seperti mendadak dan di waktu yang kejepit ini harus diartikan agar Ganjar jangan dibiarkan terus terjun bebas.
Tentu ahli komunikasi akan berpendapat: waktunya tidak tepat. Yakni ketika orang lagi sibuk berlebaran. Tapi ahli komunikasi yang lain bisa justru sebaliknya: ini akan jadi bahan obrolan pada saat kumpul-kumpul Lebaran.
Maka di hari penuh Lebaran ini saya pun mengucapkan: selamat menikmati sajian penuh santan dengan ramuan bumbu politik yang sangat kental.
Mohon maaf lahir batin.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia