J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pada Konferensi Air di New York baru-baru ini, program “Menanam Mata Air” yang digagas Indonesia mendapat pengakuan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Air adalah sumber kehidupan. Indonesia sangat diberkahi dengan sumber daya air yang melimpah. Namun, pertumbuhan penduduk, industrialisasi, dan perubahan iklim menurunkan sumber daya air sehingga terjadi kelangkaan air. Tidak hanya pelestarian air saja yang harus diperjuangkan, tapi juga pengadaan air minum yang sehat.
Rosita Y. Suwardi Wibawa, seorang pegiat lingkungan dan pendiri Yayasan Kinarya Anak Bangsa, berharap air dapat menjadi milik bersama seluruh masyarakat dunia. Yayasan yang dikelola Rosita sendiri adalah yayasan yang bertujuan melestarikan sumber daya air di Tanah Air.
Melalui yayasannya itu, Rosita, 48 tahun, asal Klaten, Jawa Tengah membentuk program “Nandur Tuk Banyu” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Menanam Mata Air.” Program ini merupakan upaya mendidik dan melibatkan masyarakat lokal untuk melestarikan dan mengelola sumber daya air. Program ini diawalinya lima tahun lalu di kampung halamannya di Klaten, yang kesulitan air. Namun kini program itu telah meluas ke berbagai wilayah.
“Kami angkat menjadi program nasional, karena tidak hanya daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah saja yang kekeringan, ternyata di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra mulai ada keluhan kekeringan air. Jadi memang kebanyakan karena ekspansi manusia, eko wisata yang tanpa dibarengi dengan pelestarian air, menyebabkan hilangnya air tanah”, jelas Rosita kepada VOA.
Upaya ambisiusnya dituangkan dalam tiga langkah yaitu: memelihara, dan merawat mata air yang ada; memulihkan mata air yang hilang di tempat yang sama dan penanaman – atau pembuatan sumber mata air baru di wilayah sasaran.
“Kita sebut ‘menanam mata air’ karena target kita adalah keluarnya air dari tanah, karena itu yang dibutuhkan, sehingga kita berfokus memilih pohon yang mempunyai kapasitas dan fungsi untuk menahan air di dalam tanah, seperti preh, areh, gayam, dan beringin yang banyak menahan air.
Usaha Rosita itu sejalan dengan yang dikatakan oleh Pramu Risanto, Tenaga Ahli Mentri di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
“Jadi masyarakat seharusnya memang bisa memelihara sendiri atau dengan kelompok. Sederhana sebenarnya, misalnya membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon-pohon, termasuk pohon bambu yang bisa menghasilkan mata air nantinya,” katanya.
Ketika ditanya mengenai keluhan masyarakat yang sering terkena dampak akibat pembangunan yang tidak melestarikan air sungai, Pramu Risanto yang juga Pembina Pramuka mengatakan: “Baik pemerintah pusat maupun daerah harus berani mengeluarkan aturan-aturan sebagai payung hukum agar masyarakat juga tidak melakukan hal-hal yang tidak benar. Di setiap pemda, ada sebagian, tidak semua ya…, kurang berani memberikan sebuah aturan sehingga rakyat ataupun pengusaha seenaknya melakukan sesuatu yang akhirnya menghancurkan sumber-sumber mata air”.
Ambisi Rosita Y. Suwardi Wibawa pada pelestarian lingkungan terutama air itu, membuatnya hadir dalam Water Forum Conference 2023 di New York. Ia membagi pengalaman dengan warga dunia lain, dan membangun dukungan untuk memperkuat aksi-aksi nyata pengelolaan air yang berkesinambungan.
Tujuan utamanya adalah mendapat perhatian dari duta lingkungan dunia seperti Leonardo Dicaprio, sebagai corong untuk melestarikan air, sehingga upaya itu dapat dilakukan secara bersama oleh masyarakat di seluruh dunia.
“Duta lingkungan yang kami harapkan bertemu sebenarnya Leonardo Dicaprio. Sayangnya beliau tidak datang, jadi kami mencari akses untuk bisa terhubung dengannya untuk membesarkan suara. Kami berharap beliau memberi dukungan, kemudian kami undang ke Indonesia untuk melihat hasilnya, apa yang sudah kami lakukan di Indonesia”.
Ditanya mengenai perolehan dana, Rosita mengatakan programnya disponsori oleh pihak perusahaan yang ikut mendukung lingkungan terutama air. “Tiap perusahaan kan memiliki tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social Responsinility),” tambah Rosita.
Berkat dukungan dari banyak pihak, program pelestarian air yang berawal di Klaten itu, kini telah bermanfaat bagi penduduk desa setempat, seperti yang dituturkan Wawan: “Saya sangat menghargai gerakan “Nandur tuk banyu” ini, semoga ke depannya bisa lebih banyak menumbuhkan mata air yang berguna untuk warga dan masyarakat kabupaten Klaten. Juga menjadi pelopor untuk selalu merawat alam.”
Pada akhir Forum Konferensi Air akhir Maret lalu, program “Menanam Mata Air” yang tujuannya sesuai dengan salah satu target pembangunan berkelanjutan PBB, yaitu: Air Bersih dan Sanitasi, mendapat pengakuan dari PBB.
Setelah memperoleh pengakuan dari organisasi dunia itu, maka Yayasan Kinarya Anak Bangsa, didukung oleh pemerintah Indonesia dan PBB akan mengeluarkan sertifikasi untuk korporasi yang terlibat dalam program menanam air.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah