J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM) memperingati Hari Bhakti Pemasyarakatan (HBP) yang jatuh pada 27 April. Momentum itu dijadikan untuk mengingatkan kepada seluruh insan pemasyarakatan Kemenkumham agar terus berbenah dan memperbaiki diri, sesuai perkembangan zaman.
Sekjen Kemenkumham, Komjen Pol Andap Budhi Revianto mengungkapkan, momentum peringatan HBP ke-59 ini, bukan hanya seremonial semata, tapi dijadikan sebagai upaya evaluasi dan perbaikan. Sekaligus meneguhkan komitmen dan konsistensi, Insan Pemasyarakatan Kemenkumham RI dalam mewujudkan Transformasi Pemasyarakatan yang semakin PASTI dan Ber-AKHLAK.
Jargon “PASTI” merupakan singkatan dari Profesional, Akuntabel, Sinergi, Transparan dan Inovatif. Istilah ini diperkenalkan oleh Menkumham, Yasonna H. Laoly. Sedangkan Ber-‘AKHLAK’ adalah singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Istilah ini diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo untuk dipedomani seluruh pejabat dan aparatur sipil negara.
“Tentu saja, untuk mewujudkan hal itu, kita harus punya komitmen yang sama. Supaya lembaga Pemasyarakatan semakin baik lagi ke depannya,” ungkap Komjen Andap dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/4/2023).
Andap mengungkapkan konsep pemasyarakatan telah mengalami perubahan sejak pertama kali diperkenalkan hingga saat ini.
Andap menerangkan, sistem pemasyarakatan pertama kali diperkenalkan Menteri Kehakiman Prof. Sahardjo pada 5 Juli 1963. Sistem pemasyarakatan digambarkan sebagai bentuk pembinaan terhadap narapidana. Konsep ini kemudian disahkan dalam konferensi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada 27 April sampai 7 Mei 1964 di Lembang, Bandung, Jawa Barat.
“Pertama kali dikenalkan, Menteri Kehakiman mencetuskan ide pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan,” ungkap Andap.
Dalam perjalanannya, lanjut Andap, istilah pepenjaraan kemudian diubah menjadi pemasyarakatan. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial dalam pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Konsep ini kemudian dikukuhkan melalui UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. “Pada masa ini pemasyarakatan memandang WBP sebagai manusia seutuhnya. WBP diberikan pembinaan khusus seperti keterampilan, pembentukan akhlak, dan penguatan mental,” tutur Andap.
Selanjutnya, sambung Andap, transformasi pemasyarakatan berlanjut melalui UU No. 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menggantikan UU No. 12 tahun 1995.
Andap menjabarkan UU No. 22 tahun 2022 secara mendasar memperbaiki pelaksanaan fungsi pemasyarakatan, yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan dengan menjunjung tinggi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Andap menjelaskan UU Pemasyarakatan yang baru telah membawa paradigma hukum pidana modern. Artinya pemberian pidana bukan lagi untuk balas dendam.
“Transformasi pemasyarakatan sejalan dengan paradigma hukum pidana modern yakni keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif,” sebut Andap.
Andap lantas mengajak jajaran Ditjen PAS untuk membawa semangat transformasi pemasyarakatan dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya, momentum peringatan HBP ke-59 tahun 2023 bukan hanya seremonial belaka, tapi seharusnya dijadikan sebagai upaya evaluasi dan perbaikan pelayanan pemasyarakatan.
“Jangan menjalankan seremonial dan perayaan saja. Teguhkan komitmen dan konsistensi segenap insan Pemasyarakatan dalam mewujudkan Transformasi Pemasyarakatan yang semakin PASTI dan BerAKHLAK untuk Indonesia maju,” ujar Andap.
Editor: Agung