Oleh Dahlan Iskan
IA dinyatakan bersalah, tapi tidak akan masuk penjara. Ia juga tidak akan dimasukkan dalam daftar “predator seks”.
Mantan Presiden Trump memang divonis bersalah di pengadilan New York. Barusan. Tapi kali ini untuk perkara perdata. Bukan pidana. Yakni untuk perbuatan yang dilakukannya tahun –Anda mungkin belum lahir– 1995 akhir.
Di Amerika, pun perkara perdata, juga bisa pakai mekanisme dewan juri. Dewan juri yang memutuskan. Bukan hakim.
Untuk perkara Trump kali ini dewan jurinya 9 orang: 6 laki-laki, 3 perempuan. Semuanya orang New York. Hakim bersikap pasif.
Dewan juri itulah yang mendengarkan keterangan penggugat: wanita yang kini berumur 79 tahun, E. Jean Carroll. Dewan juri lalu mendengarkan keterangan saksi-saksi. Melihat barang bukti.
Saksi-saksi itu didatangkan oleh kedua pihak. Penggugat dan tergugat. Carroll menghadirkan 6 saksi. Mereka adalah teman kerja di majalah wanita terkemuka, dua orang pegawai mal dan dua orang wanita yang juga pernah merasa diganggu Trump.
Pengadilan juga sudah minta agar Trump mau hadir memberi keterangan sanggahan. Trump tidak mau hadir. Ia hanya kirim keterangan lewat video.
Trump pun diminta untuk mencari saksi dari pihaknya. Agar kesaksian berimbang. Trump juga tidak mau kirim saksi.
Maka hanya dalam tiga jam persidangan dewan juri memutuskan: Trump bersalah untuk dua hal. Yakni pelecehan seksual dan penghinaan/pencemaran nama baik Carroll. Tapi juri menolak gugatan Carroll dalam hal pemerkosaan.
Untuk itu Trump diputuskan harus membayar ganti rugi kepada Carroll USD 5 juta.
Ceritanya, menurut berbagai media di Amerika, begini:
Kala itu Carroll bertemu Trump di toko serbaada The Bergdorf Goodman. Carroll sudah mau keluar dari toko. Trump baru masuk. Carroll pun menyapa Trump.
Carrrol berumur 51 tahun. Trump berumur 48 tahun. Carroll adalah penulis di majalah Elle yang terkenal itu. Juga konsultan pembaca untuk persoalan wanita. Trump sudah jadi konglomerat dan bintang media.
Toserba itu di jalan yang sama dengan Trump Tower: 5th Avenue. Hanya di seberang jalan. Agak ke kiri sedikit. Pasti Trump hanya jalan kaki ke toserba itu.
Di dekat pintu toserba itu Trump mengatakan bahwa ia mau membeli hadiah ulang tahun seorang wanita. “Apa ya?” tanya Trump kepada Carroll.
Maka Carroll menyarankan agar Trump membeli tas tangan atau topi. Entah bagaimana keduanya berjalan ke arah lingerie –pakaian paling dalam wanita. Lalu saling bercanda: bagaimana kalau di sana nanti terlihat ada pembeli lingerie yang lagi mencoba-coba.
Bagian selanjutnya tidak ada detail cerita. Saya sudah jelajah media di Amerika juga tidak ada yang menceritakan bagian terpotong ini. Tiba-tiba ceritanya sampai pada mereka ke arah pakaian wanita. Lalu ke ruang coba. Dua-duanya masuk. Pintu ditutup. Di situlah Carroll mengaku Trump langsung menciumnyi. Tidak hanya itu, juga yang lainnya.
Carroll menganggap itu sudah pemerkosaan. Bukan lagi sekadar pelecehan. Carroll langsung bergegas meninggalkan kamar coba itu.
Pulang ke kantor, Carroll menceritakan itu ke dua orang redaktur lainnya. Tapi tidak ada langkah hukum apa pun.
Dua orang redaktur itulah yang dihadirkan sebagai saksi. Bahwa kisah di ruang coba itu bukan rekaan belakangan.
Belum ada kamera di ruang coba kala itu. Pun di pintu masuk toko. Kesaksian manusia menjadi bukti utama.
Dua orang saksi penjaga toko berfungsi sebagai saksi bahwa gambaran posisi pintu, bagian lingerie, bagian baju wanita dan ruang coba yang diceritakan Carroll sama dengan keadaan waktu itu.
Artinya: Carroll bisa dengan detail menggambarkannya. Bukan mengada-ada.
Sedang dua saksi yang merasa pernah dilecehkan Trump fungsinya untuk memperkuat bahwa begitulah memang Trump. Gugatan Carroll bukan fitnah tak berdasar.
Putus. Trump bersalah. Bayar ganti rugi.
Kesalahan Trump dalam penggerayangan tersebut disebut kejahatan “battery”. Sedang satunya disebut kejahatan “pelecehan/penghinaan/pencemaran nama baik”.
Saya pernah dua kali hampir kena perkara “battery” seperti itu.
Pertama di Montana. Di sebuah restoran China. Pelayan di situ wanita muda Tionghoa. Saya bersikap sok akrab: menyentuh bahu wanita itu dengan ujung jari. Maksud saya agar dia berbalik badan dan memperhatikan apa yang akan saya order.
Wanita itu terkejut dan marah. Membalik badan. Menghadap saya. Dia menunjukkan wajah yang serius.
Saya segera menyadari risiko hukum yang akan terjadi. Maka saya segera minta maaf yang amat tulus. Pakai bahasa Mandarin.
Saya ceritakan bahwa saya dari Indonesia. Baru tiba di Montana. Lapar. Baru mengendarai mobil 8 jam dari Washington State.
Beres. Tidak ada masalah.
Yang kedua terjadi di Leeds, Inggris. Sebelum Covid lalu.
Saya lagi antre naik bus. Di terminal Leeds. Di depan saya wanita tua kulit hitam. Dia agak semrawut –pakaian dan rambutnya. Agak banyak bawaannya. Pintu bus sudah dibuka. Dia asyik bicara di HP. Saya jawil pundaknyi. Maksud saya agar segera naik.
Wanita itu berbalik badan. Memaki-maki saya. Suaranya keras. Mengancam-ancam. Saya pun segera menyadari risiko yang akan terjadi. Maka saya minta maaf sejadi-jadinya. Dengan wajah yang saya ramah-ramahkan.
Dia pun melangkah ke pintu bus. Dengan masih ngedumel. Saya ambil kursi jauh di bagian belakang bus. Padahal perjalanan ini akan 4 jam. Menuju New Castle.
Amerika dan Inggris memang termasuk negara yang memberlakukan hukum kejahatan “battery”. Ini memang tergolong kejahatan ringan tapi harganya bisa USD 3 juta.
Dalam kejadian di kamar coba tadi Trump dianggap melakukan kejahatan “battery”. Lima juta dolar ringan bagi Trump tapi pasti berat bagi perusuh Disway.
Kejahatan “battery” adalah peristiwa menyentuh tubuh seseorang yang membuat orang itu merasa tidak aman atau terganggu. ‘Rasa’ itu ada di pihak yang disentuh. Begitu yang disentuh merasa terganggu langsung bisa menggugat. Maka saya harus melakukan sikap sebaik mungkin untuk menghilangkan ‘rasa terganggu’ itu. Saya tidak boleh berkilah ‘tidak punya maksud mengganggu’. Tidak ada gunanya.
Dalam kasus Carroll, yang USD 2 juta lagi untuk kejahatan penghinaan/pencemaran nama baik.
Itu sepenuhnya akibat mulut kotor Trump –semoga Trump tidak menggugat saya soal mulut kotor itu. Trump selalu membantah peristiwa di toserba itu. Bahkan ia mengatakan tidak kenal Carroll. Ketika ditunjukkan foto mereka lagi sama-sama hadir di satu acara Trump mengatakan tidak yakin itu Carroll. Fotonya agak kabur.
Dan lagi, katanya, “wanita tersebut bukan tipe saya”. Artinya Trump tidak mungkin tertarik dengan wanita seperti Carroll.
Simpati untuk Carroll datang dari media. Itu lantaran Trump menilai pekerjaan Carroll adalah jenis pekerjaan ‘con job’. Pekerjaan tipu-tipu. Rekayasa. Omong besar. Tentu Carroll tidak pernah membalas dengan kalimat ‘Trump lah yang lebih pantas disebut con job’. Carroll bukan tipe Trump.
Carroll sendiri seperti melupakan peristiwa toserba itu. Ketika Trump akan maju lagi sebagai presiden periode kedua, Carroll menuliskan cerita kamar coba itu di majalahnyi. Ketika wartawan menanyakan soal tulisan itu keluarlah kata-kata Trump tersebut. Maka Carroll merasa terhina. Pekerjaan redaktur dan penulis dianggap ‘con job’.
Gugatan pertama Carroll dilakukan tahun 2019, 19 tahun setelah peristiwa. Tapi dalam hal pencemaran nama baik, masih baru. Itulah sebabnya Carroll hanya bisa menggugat secara perdata. Pidananya sudah kedaluwarsa.
Gugatan itu ditolak pengadilan. Trump masih menjabat presiden saat itu. Tahun ini Carroll menghidupkan gugatan tersebut. Kali ini menang.
Saya bersyukur bisa menyelesaikan “battery” saya. Keramahan Asia ternyata bisa menjadi bencana di Inggris dan Amerika.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia