Oleh Imam Shamsi Ali
SURAH Al-Furqan kemudian melanjutkan deskripsi “ibaad ar-Rahman” (hamba-hamba Yang Maha Penyayang). Selain menegaskan sifat ubuudiyah mereka juga dihubungkan dengan sifatNya yang mulia: (Yang Maha Penyayang). Sebuah korelasi yang menegaskan bahwa hamba-hamba yang memiliki jiwa ubudiyah itu memiliki hati yang rahmah. Karena pastinya mereka berusaha untuk menauladani sifat-sifat mulia Sang Rahman: (tirulah akhlak Allah).
Sifat atau karakteristik yang kedua ibaad ar-Rahman adalah (mereka yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati).
Rendah hati atau tawadhu’ adalah sifat yang mahmudah (terpuji) dan mulia. Bahkan sesungguhnya kibriya’ Atau perasaan lebih besar, hebat, kuat yang disebut “kibr” atau keangkuhan itu hanya milik Dia Yang memiliki segalanya tanpa batas (Allah SWT). Maka ketika seorang hamba merasa memilikinya maka seolah dia sedang merebut sesuatu yang hanya miliknya sang Pencipta. Maka siapapun yang merasakan itu di hatinya walau sebesar dzar (atom) tidak akan masuk ke dalam syurgaNya.
Rendah hati adalah keadaan batin yang merasakan keterbatasan dan kelemahan, serta mengakui adanya Dia yang lebih dan tiada batas dalam segalanya. Rendah hati bukan perasaan hina, minder dan lemah. Tapi lebih kepada sebuah kesadaran akan keterbatasan yang dimiliki. Tawadhu tidak harus menjadikan seseorang kehilangan rasa izzah (mulia) dan rasa percaya diri (self confidence).
Dalam defenisi agama keangkuhan itu adalah “menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”. Keduanya saling terkait. Penolakan kepada kebenaran itu yang seringkali menjadikan seseorang mudah merendahkan orang lain. Kebenaran akan Allah yang al-a’laa (Maha Tinggi) dan Al-Kabiir wal mukabbir (Besar dan menguasasi kebesaran) pastinya menjadikannya rendah hati kepada Dia dan sesamanya.
Secara umum ciri ibaad ar-Rahman yang kedua ini ada pada pengakuan bahwa kebesaran dan Kesempurnaan hanya milik Allah semata. Sehingga apapun kelebihan yang ada pada diri kita semua itu bersumber dan merupakan karunia dari Al-Mu’thi (Yang Maha Pemberi). Kekuasaan, kekayaan, kehormatan, kekuatan, kepopuleran dan seterusnya, semuanya adalah titipan yang sementara secara alami. Dan karenanya tidak perlu menjadikan seseorang terbang melampaui batas kemanusiaannya yang terbatas.
Kerendah hatian hamba-hamba ar-Rahman kepada Sang Khalik dalam bentuk ketaatan dan pengabdian. Melaksanakan dengan segala kesungguhan dan keridoan hati segala perintahNya. Dan menjauhi dan menghindari dengan segala rasa takut dan malu segala yang dilarangNya.
Kerendah hatian kepada sesama dengan menyadari bahwa dirinya punya berbagai kelemahan dan keterbatasan. Dan pada orang lain, bahkan makhluk lain, ada kelebihan (fadhl) yang Allah titipkan. Tidak ada seorang pun yang tidak punya kelebihan, apapun kekurangan yang nampak di mata kasat manusia.
Sebagai misal, hari-hari ini kita terkagum dengan seorang remaja Indonesia yang bernama Putrì Ariani, yang dalam kompetisi American Got Talent mendapat Golden Buzzer dan melaju ke semi final. Pelajaran terpenting dari Putrì adalah betapa apa yang orang lain anggap kekurangan justeru boleh jadi oleh Allah dijadikan pintu untuk memberikan talent (kelebihan) lain dan unik kepadanya. Who knows!
Ibaad ar-Rahman menyadari secara totalitàs bahwa kesempurnaan semata hanya milik Ar-Rahman. Karenanya semua kelebihan yang ada padanya dilihat sebagai karunia untuk disyukuri. Termasuk bahkan kelebihan dalam keislaman dan ibadah.
Bahwa ketika kita berislam dan beriman, dan mampu mengabdikan diri secara baik kepada Allah, semua itu karena kasih sayangNya yang memberikan hidayah dan taufiqNya kepada kita. Ibrahim AS memberikan contoh dengan merendahkan hati memohon pengabulan kepada Alla setelah meninggikan fondasi Ka’bah. Padahal beliau nabi dan Rasul. Dan yang dilakukan pastinya adalah amal termulia dan agung. Namun beliau tetap sadar bahwa sebagai manusia pasti ada kekurangan dan ketidak sempurnaan.
Karenanya ketawadhuan dalam pengabdian (ibadah) menjadi sifat utama “ibaad ar-Rahman” (hamba-hamba ar-Rahman). Jangan karena ibadah-ibadah yang kita lakukan, apalagi merasa paling sunnah, lalu merasa lebih dari orang lain. Bahkan seolah telah membeli syurga dengan amalan-amalannya. Padahal syurga Allah hanya akan diberikan semata karena belas kasih dan sayangNya.
Semoga kita mampu belajar untuk terus memiliki kerendah hatian ini. Baik kepada sesama makhluk. Apalagi kepada Pencipta, Pemiliki dan Penguasa dari segala penguasa. Sekali lagi, ingatkan diri kita: (tak akan masuk syurga siapa yang ada ada dalam hatinya keangkuhan sekalipun sebesar biji atom).
Semoga Allah menjaga!
Jamaica City, 18 Agustus 2023