LAPORAN: Adil Abdul Hakim
J5NEWSROOM.COM, Batam – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar acara ‘Goes to Campus’ dengan tujuan mengedukasi para civitas akademika Politeknik Negeri Batam dalam governance atau paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan pada sektor jasa keuangan, Selasa (29/8/2023).
Sebagai bentuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian nasional, OJK terus mendorong penguatan industri jasa keuangan.
“Kegiatan pada hari ini sengaja digelar, guna mensosialisasikan dan mengedukasikan seluruh civitas akademi Politeknik Negeri Batam, serta institusi terkait. Mengenai upaya peningkatan Governance dan Integritas di lingkungan OJK maupun Sektor Jasa Keuangan,” ujar Ketua Dewan Audit, merangkap sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK RI, Sophia Wattimena.
Dengan adanya kegiatan ini, Sophia berharap, berbagai pihak bisa memahami apa saja yang sudah dilakuan OJK serta upaya yang telah dilakukan, sekaligus mendorong dan mendukung OJK di seluruh Indonesia guna peningkatan integritas insan OJK.
“Hal ini juga diharapkan bisa ditularkan kepada masyarakat sehingga bisa tercipta ekosistem yang bersih dan sehat,” imbuhnya.
Di hadapan mahasiswa, Sophia meminta, agar industri jasa keuangan terus memperkuat governance antara lain dengan pendekatan tiga jalur model yang bertujuan untuk mewujudkan industri jasa keuangan yang sehat dan berintegritas.
Jalur pertama adalah penerapan regulasi oleh pelaku usaha sektor jasa keuangan antara lain dengan peningkatan kualitas SDM dan fungsi GRC.
Jalur kedua adalah penerapan regulasi oleh lembaga penunjang sektor jasa keuangan, yakni dengan penguatan proses quality assurance.
Selanjutnya jalur ketiga adalah penerbitan dan evaluasi regulasi oleh regulator dan pengawas, termasuk optimalisasi teknologi dalam supervisi. “Penerapan manajemen risiko di sektor jasa keuangan perlu bertransformasi dari compliance-driven menjadi terintegrasi pada proses bisnis organisasi,” terangnya.
Menurut Sophia, manajemen risiko merupakan aspek penting dan esensial, tidak hanya hal-hal yang bersifat negatif, namun juga untuk menangkap peluang dan akan efektif jika melekat dalam setiap pengambilan keputusan.
“Manajemen risiko yang terintegrasi dalam proses bisnis organisasi juga bisa menciptakan dan melindungi nilai organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja, mendorong inovasi, dan mendukung pencapaian tujuan organisasi,” tutup Sophia Wattimena.
Selain itu, juga dibahas mengenai Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan zaman rawan yang dialami generasi muda masa kini. Mereka yang tidak bisa mengotrol diri, cenderung terjebak kepada hal-hal negatif, salah satunya pinjaman online (Pinjol) ilegal.
Menyikapi FOMO ini, mahasiswa Politeknik Negeri Batam (Polibatam) meminta masyarakat khususnya anak muda untuk lebih teliti dalam mengakses aplikasi Pinjol. Hal ini disampaikan di sela acara Goes to Campus bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mahasiswa semester 5 yang akrab disapa Ciara itu mengungkapkan beberapa contoh yang sering terjadi di tengah masyarakat. Fenomena itu di antaranya, meminjam uang untuk nonton konser terkini, berbelanja baju dan skincare menggunakan Pay Later.
Belum lagi dari segi penggunaan smartphone canggih yang sedang marak, terlebih pada anak muda yang merasa belum memiliki penampilan yang absolut bila belum memiliki iPhone keluaran terbaru. Dengan demikian pembayaran smartphone canggih dengan cara kredit pun menjadi pilihan.
“FOMO itu pasti ada ya, karena setiap orang pasti ada rasa takut ketinggalan zaman. Kalau anak muda, contohnya kalau nggak punya Hp Boba (iPhone) pasti rasanya kurang keren gitu,” kata Ciara.
Terkadang, Ciara melanjutkan, dorongan FOMO ini mengakibatkan banyak remaja terjerat utang Pinjol. Hal ini membuat generasi muda (remaja dan mahasiswa) dipandang menjadi generasi yang rawan terdampak risiko negatif Pinjol.
Terkait hal ini, beberapa mahasiswa Polibatam pun berkomentar. Sebagian mahasiswa ini mengaku FOMO memang ada dalam sebagian besar lingkaran pertemanan mereka. “Saya belum pernah meminjam uang dari aplikasi Pinjol. Namun, pernah dikirimi pesan singkat dari nomor tak dikenal yang menagih utang atas nama teman,” ungkap mahasiswi berusia 21 tahun ini.
Hal itu menjadi bukti bagi Ciara untuk lebih berhati-hati dalam mengakses Pinjol atau aplikasi tak dikenal. Ia berpendapat, aplikasi Pinjol ilegal hampir sama seperti penipuan, dan dapat menjerat korbannya secara lebih agresif.
“Untungnya saya sering diedukasi orang tua agar tidak asal meminjam uang di aplikasi-aplikasi online,” jelas Ciara.
Editor: Agung