J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Peninjauan kembali (review) implementasi lima poin konsensus (five point consencus/5PC) dalam penyelesaian konflik Myanmar dibahas dalam sesi retreat di KTT ASEAN ke-43, di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Lalu apa hasilnya?
Berbicara dalam forum retreat itu, Presiden Joko Widodo mengatakan melihat apa yang telah diupayakan selama ini, dibutuhkan upaya yang sangat luar biasa untuk bisa mengimplementasikan lima poin konsensus (5PC) dalam penyelesaian konflik di Myanmar.
Di hadapan para pemimpin ASEAN, Jokowi mengingatkan pentingnya implementasi 5PC karena hal ini merupakan upaya kolektif ASEAN sebagai keluarga yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021 lalu. Maka dari itu, 5PC tersebut akan tetap menjadi pedoman utama ASEAN.
“Kita butuh upaya yang lebih taktis dan extraordinary untuk implementasikan 5PC,” ungkap Jokowi.
Jokowi membeberkan bahwa selama kurang lebih sembilan bulan, Indonesia telah melakukan lebih dari 145 engagements dengan tujuh puluh stakeholder. Hasilnya, Indonesia kata Jokowi sudah mulai melihat munculnya rasa percaya antara satu stakeholder dengan stakeholder lainnya, kecuali dengan junta militer Myanmar.
“Inilah saatnya ASEAN terus mendorong dilakukannya inclusive national dialogue sebagai kunci penyelesaian krisis politik yang Myanmar-owned dan Myanmar-led,” tuturnya.
Demi kepentingan keluarga ASEAN, kata Jokowi semua pihak di kawasan harus berani mengevaluasi diri serta membahas permasalahan ini secara terbuka dan mencari solusi bersama.
Setelah sesi retreat selesai, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan peserta pertemuan itu menyadari tidak adanya kemajuan yang signifikan dalam implementasi 5 PC.
“Mengenai masalah Myanmar, para pemimpin me-review implementasi dari 5PC sesuai mandat KTT 40 dan 41. Kesimpulannya, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi 5PC,” kata Retno.
Dalam diskusi terbuka ini, kata Retno, semua pemimpin ASEAN sangat memahami situasi yang pelik, rumit dan tidak mudah untuk menyelesaikan konflik di Myanmar tersebut dan semua pemimpin mengapreasiasi upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia.
Setelah melakukan diskusi dalam sesi retreat ini, para pemimpin di kawasan tersebut kata Retno telah memutuskan beberapa hal yakni 5PC akan tetap menjadi rujukan utama, mendesak penghentian kekerasan, melanjutkan engagement dengan stakeholder.
“Dibentuk troika (semacam tim.red) untuk keberlanjutan penanganan isu karena semua paham bahwa tidak bisa dalam satu tahun situasi ini akan berubah. Dan karena komitmen ASEAN untuk terus membantu rakyat Myanmar, maka disepakati pembentukan troika antara current chair, previous chair, and next chair,” tuturnya.
Selain itu, keterwakilan non-politis Myanmar akan tetap dipertahankan, Keketuaan ASEAN 2026 akan dipegang oleh Filipina, dan ASEAN akan tetap berkomitmen melanjutkan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar.
“Dalam pertemuan tadi para Pemimpin juga mengapresiasi upaya Ketua, Indonesia, dalam meningkatkan atau melanjutkan humanitarian assistance. Karena untuk bantuan kemanusiaan, terjadi kemajuan, yang semula harus dilakukan hanya melalui kanal SAC, maka sekarang AHA Centre sudah dapat melakukan bantuan kemanusiaan ke pihak-pihak yang memerlukan,” tambahnya.
Strategi Penyelesaian Konflik Myanmar Dinilai Tidak Konkret
Pengamat hubungan internasional di Synergy Policies, Dinna Wisnu PhD, mengatakan tidak adanya kemajuan yang signifikan dalam penyelesaian konflik Myanmar sebetulnya tidak mengejutkan karena sedari awal, ketika Indonesia memegang keketuaan ASEAN, tidak ada langkah atau strategi kongkret dalam upaya penyelesaian krisis Myanmar.
“Kalau kita ingat lagi kejadian sebelum Indonesia chair di 2022, Indonesia tidak menunjukkan punya strategi bahkan sebelum dia mengambil tongkat keketuaan. Kami di masyarakat sipil menunggu menjelang November 2022, Indonesia bikin statement apa soal Myanmar? Ada kebaruan apa nanti saat implementasi yang beda dengan Brunnei dan Kamboja. Tapi apa kongkretnya ketika November 2022? tidak ada. Bahkan ada kebingungan saat ini siapa yang menjadi utusan khusus? Bu Menlu, apa Pak Ngurah. Jadi tidak jelas strategi kita apa sebenarnya,” kata Dinna.
Ditambahkannya, hal itu terlihat dalam format pertemuan sesi retreat pada hari pertama di KTT ASEAN ini. Menurutnya, sangat disayangkan singkatnya waktu pertemuan untuk membahas masalah sekompleks ini. Bahkan Dinna menyebut bahwa Indonesia terkesan tidak menganggap permasalahan Myanmar ini dengan cukup serius.
“Kesannya statement Presiden Joko Widodo itu kayak orang cuci tangan. Ya sudah, kita sudah usaha tapi tidak bisa (selesai), kita serahkan saja yang yang berikutnya. Padahal janjinya ke masyarakat sipil itu walaupun summit ini diadakan di September maju dari jadwal sebelumnya yakni November, maka Indonesia akan tetap mengawal sampai November betul-betul dan agenda di bawa ke Laos. Tapi hari ini kita melihat faktanya bahwa sudah selesai sampai sini,” pungkasnya.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah