Oleh Denny JA
MAYORITAS publik tidak setuju dengan prinsip Presiden sebagai petugas partai.
Kita mulai dulu dengan data. Ini survei LSI Denny JA, bulan Agustus 2023. Sebanyak 16,8% saja yang menyatakan setuju presiden sebagai petugas partai.
Tapi majoritas sebesar 71,6% menyatakan: “kami tidak setuju dengan prinsip presiden sebagai petugas partai.
Pertanyaannya: Why? Mengapa? Mengapa mereka tidak setuju?
Sederhana saja alasannya. Mereka berbondong-bondong datang ke TPS memilih seorang presiden. Bagi mereka presiden akan bekerja untuk kepentingan mereka, untuk kesejahteraan mereka, untuk prinsip keadilan yang mereka inginkan, bukan bekerja untuk kepentingan partai!
Katakanlah kata “Petugas” ingin disebut di sini, maka presiden itu lebih tepat dikatakan “presiden petugas rakyat,” atau “presiden petugas konstitusi”.
Di konstitusi kita tak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa presiden bertanggung-jawab kepada partai.
Memang benar Presiden itu diusulkan oleh partai. Tapi semua kebijakannya, semua pandangannya, tak harus disetujui dulu oleh partainya.
Batas kerja seorang presiden hanyalah konstitusi dan undang-undang yang berlaku, bukan kehendak partainya.
Menyatakan presiden petugas partai menyalahi prinsip demokrasi. Dalam demokrasi seorang presiden bekerja sebesar-besarnya untuk kepentingan publik bukan kepentingan partai, apalagi kepentingan ketua umum partai.
Dalam banyak kasus sejarah, bahkan seorang presiden berjuang untuk bangsanya untuk negaranya walaupun kadang ia harus melawan kebijakan partainya sendiri.
John F Kennedy pernah menyatakan: “Ketika menjadi presiden, kesetiaanku kepada negara dimulai, dan kesetiaanku kepada partai berhenti.”
Ini penting dikatakan agar dalam kosa kata politik menjelang pemilu presiden 2024, kita tahu mana prinsip yang benar, mana prinsip yang salah. Mana prinsip yang harus dipopulerkan, mana prinsip yang jangan digunakan.
Menyatakan presiden petugas partai, itu tak hanya menyalahi prinsip demokrasi, tapi juga tak tertulis dalam konstitusi kita.
Editor: Agung