J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius. Di dalam negeri, UMKM terus tergerus oleh arus barang impor dengan harga murah yang merambah pasar. Selain itu, serbuan e-commerce asing telah merusak bisnis UMKM dan bahkan menyedot lebih dari seratus juta data UMKM dan konsumen Indonesia.
Di luar negeri, UMKM Indonesia kesulitan bersaing dengan produk-produk global yang menawarkan kualitas lebih unggul. Namun, di sisi lain, UMKM Indonesia juga menghadapi kendala minimnya promosi dan pendampingan dari pemerintah. Tantangan ini semakin kompleks dengan masalah-masalah klasik seperti modal, pasar, dan teknologi.
Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) telah lama diakui sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Mereka menciptakan lapangan pekerjaan, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dan masyarakat. Namun, saat ini, UMKM di Indonesia menghadapi krisis yang serius.
Salah satu ancaman utama adalah arus barang impor dengan harga murah. Produk-produk impor ini bersaing secara tidak sehat dengan produk UMKM dalam negeri. Dengan harga yang lebih rendah, mereka merampas pangsa pasar yang seharusnya menjadi milik UMKM. Hal ini mengakibatkan penurunan penjualan, bahkan kebangkrutan bagi beberapa UMKM.
Selain itu, UMKM juga harus menghadapi serbuan e-commerce asing. Meskipun fenomena e-commerce telah menjadi tren global yang tak terhindarkan, serbuan e-commerce asing ini berdampak buruk bagi UMKM. Bukan hanya bisnis mereka yang terhancurkan, tetapi juga data pribadi dari jutaan UMKM dan konsumen yang dicuri.
Di pasar internasional, UMKM Indonesia merasa sulit bersaing dengan produk-produk global yang memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai standar internasional, UMKM membutuhkan investasi dalam meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Namun, ini tidak mudah dilakukan tanpa dukungan yang memadai.
Menyikapi situasi ini, Yoyok Pitoyo, Ketua Umum Komite Pengusaha Menengah Kecil Indonesia Bersatu (KOPITU), telah mengeluarkan kritik pedas terhadap model promosi yang diselenggarakan oleh pemerintah, terutama Trade Expo Indonesia (TEI). Menurutnya, model-model promosi yang saat ini diadakan oleh pemerintah tidak lagi relevan dan hanya terfokus pada proyek-proyek seperti TEI.
Yoyok mengidentifikasi beberapa titik kelemahan dalam TEI yang perlu segera diperbaiki. Pertama, kualitas produk dan jasa yang ditampilkan di TEI masih belum mencapai standar internasional, yang dapat menghalangi minat pembeli internasional untuk bertransaksi dengan UMKM Indonesia. Kedua, fasilitas dan layanan di TEI perlu ditingkatkan. Fasilitas yang kurang memadai dan layanan yang kurang profesional dapat memberikan kesan yang buruk kepada pembeli internasional.
Ketiga, promosi TEI perlu ditingkatkan agar lebih dikenal oleh pembeli internasional dan mampu menarik lebih banyak partisipasi. Saat ini, promosi TEI tidak mencapai potensinya karena kurangnya dukungan dan pendanaan yang memadai.
Urgensi Perubahan
Hasil dari expo yang diadakan saat ini seringkali tidak memberikan hasil yang konkret dan dampak yang jelas. Banyak pencapaian yang diumumkan ternyata tidak mencerminkan situasi sebenarnya. Ini menunjukkan perlunya perubahan mendalam dalam pendekatan pemerintah terhadap dukungan terhadap UMKM.
Untuk mencapai keberhasilan dalam ekspor UMKM Indonesia, Yoyok Pitoyo mengusulkan keterlibatan lima lembaga/institusi dalam apa yang ia sebut sebagai “Pentahelix Kesuksesan Ekspor UMKM Indonesia.” Pertama, Kementerian Perdagangan dan lembaga institusi pemerintah terkait perlu lebih aktif dalam memberikan dukungan yang terarah.
Kedua, Asosiasi Pengusaha dan Asosiasi UMKM harus berperan sebagai mitra yang kuat dalam membantu UMKM meningkatkan kualitas produk dan jasa mereka. Mereka juga dapat menjadi wadah bagi kolaborasi antara UMKM.
Ketiga, Bank Himbara memiliki peran penting dalam memberikan akses permodalan yang mudah dan terjangkau bagi UMKM. Ketersediaan modal menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas produk dan ekspansi pasar.
Keempat, KBRI, Asosiasi Perdagangan, ITPC, dan Trading House dapat membantu membuka akses ke pasar internasional dan membantu UMKM menjalin hubungan bisnis yang lebih kuat di luar negeri.
Kelima, UMKM sendiri harus aktif dalam berinovasi dan meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Mereka juga perlu lebih proaktif dalam mencari peluang pasar ekspor.
Kritik tajam yang dilontarkan oleh Yoyok Pitoyo terhadap penyelenggaraan TEI adalah panggilan keras untuk pemerintah agar tidak lagi mengabaikan keberlanjutan UMKM Indonesia di pasar ekspor. Saat ini, UMKM Indonesia sedang berjuang untuk bertahan di tengah serangkaian tantangan serius.
Pemerintah perlu segera bertindak dan mengubah pendekatan mereka terhadap promosi dan dukungan UMKM. Melibatkan lima lembaga/institusi dalam “Pentahelix Kesuksesan Ekspor UMKM Indonesia” adalah langkah positif yang dapat membantu UMKM mengatasi kendala-kendala yang mereka hadapi.
Keberhasilan UMKM Indonesia di pasar ekspor bukan hanya penting bagi bisnis UMKM itu sendiri, tetapi juga bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Saatnya bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk bergerak bersama-sama demi mendukung dan memajukan UMKM Indonesia.
Editor: Agung