LAM Riau, Ibarat Sokong Membawa Rebah

Wakil Ketua Ombudsman RI 2011-2015 Hj. Azlaini Agus. (Foto: SCTV)

Oleh Hj. Azlaini Agus

BEBERAPA hari terakhir ini, di kalangan tokoh-tokoh dan warga masyarakat khususnya tokoh-tokoh dan masyarakat Melayu Riau terjadi polemik dan kekisruhan, akibat dari kunjungan Pimpinan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau ke kediaman salah seorang bacalon (bakal calon) Presiden RI.

Polemik tersebut berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan warga masyarakat Riau dan munculnya ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap perlembagaan LAM Riau itu.

LAM Riau memiliki kedudukan dan fungsi yang bersifat sentral dan sangat strategis di dalam kehidupan masyarakat Riau, terutama di kalangan Puak Melayu yang merupakan penduduk asli di wilayah Provinsi Riau.

Dari perspektif filosofis, eksistensi LAM Riau adalah sebagai lembaga yang mengupayakan dan memperjuangkan tegaknya marwah (harga diri) anak wathan Melayu Riau, serta mengangkat dan meninggikan harkat martabat orang Melayu Riau.

LAM Riau ibarat ‘Pancang Nibung’ masyarakat adat Melayu Riau. Karena itu sangat tidak layak jika LAM Riau  mengambil langkah dan melakukan kegiatan yang justru menjatuhkan marwah dan merendahkan harkat martabat masyarakat Melayu. Serta, bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan, seperti yang dilakukan Petinggi LAM Riau yang mendatangi kediaman bacapres Ganjar Pranowo beberapa waktu yang lalu.

Kunjungan Petinggi LAM Riau ke Kediaman salah seorang Bacapres itu, secara nyata telah melanggar nilai2 kepatutan yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau.

1. Kunjungan LAM Riau kepada salah seorang bacapres, menunjukkan bahwa LAM Riau telah dengan sengaja membiarkan lembaga yang terhormat itu terlibat dalam gerakan politik praktis yang berpotensi menimbulkan perpecahan, padahal salah satu tugas dan fungsi LAM Riau adalah sebagai wadah perekat dan pemersatu masyarakat Riau.

LAM Riau sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati di dalam masyarakat Riau, tidak layak dan tidak patut melibatkan diri di dalam kegiatan dan gerakan politik praktis apapun alasannya, karena bertentangan dengan khithohnya.

2. Bahwa pada kenyataannya bacapres Ganjar Pranowo adalah bagian yang tidak terpisahkan dari rezim penguasa yang telah melakukan ketidak-adilan, penindasan, kedzoliman dan tindak kekerasan terhadap ribuan orang-orang Melayu di Pulau Rempang.

Langkah dan tindakan LAM Riau yang secara berombongan datang berkunjung ke kediaman bacapres tersebut dengan membawa tepak sirih menunjukkan tidak adanya kepekaan dan kepedulian LAM Riau terhadap penderitaan yang dialami oleh saudara-saudara sesama orang Melayu yang berada di Pulau Rempang. Mereka yang dalam dua bulan terakhir hidup dalam ketakutan dan ancaman kelaparan, tidak bisa leluasa mencari nafkah, anak-anak mereka terancam putus sekolah dan siang malam hidup dalam ketakutan.

3. Kunjungan petinggi LAM Riau ke kediaman bacapres Ganjar Pranowo dengan membawa tepak sirih, telah dengan sengaja menjatuhkan marwah dan merendahkan harkat martabat orang Melayu Riau.

Kunjungan kehormatan dengan membawa tepak sirih hanya dilakukan untuk orang-orang yang dianggap “Patut Menurut Adat”. Misalnya kepala negara dan/atau wakilnya, pimpinan lembaga tinggi negara, pejabat-pejabat negara atau pemerintahan yang telah memberikan pengabdian dan jasa yang besar dan nyata bagi kemajuan daerah dan masyarakat Riau.

Atau, tokoh-tokoh Masyarakat Riau yang memberikan kontribusi bagi kemajuan daerah dan masyarakat Riau di berbagai bidang, Putera- puteri Daerah Riau yang berprestasi dan mengharumkan nama daerah dan masyarakat Riau.

Bacapres Ganjar Pranowo tidaklah memenuhi kriteria tersebut di atas, karena itu kunjungan LAM Riau dengan membawa tepak sirih ke kediaman beliau sangat bertentangan dengan nilai- nilai kepatutan, adab/tata krama serta adat istiadat yang berlaku.

4. Kunjungan Petinggi LAM Riau ke kediaman bacapres Ganjar Pranowo telah menyimpang dan bertentangan dengan dasar filosofi, Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga (AD ART) LAM Riau. Karena itu kunjungan tersebut serta apapun substansi yang dibicarakan dan disepakati di dalam kunjungan tersebut adalah “tidak legitimate” dan “batal demi hukum”.

5. Sebagaimana dirilis oleh berbagai media lokal dan nasional bahwa kunjungan petinggi LAM tersebut adalah dalam rangka persiapan pemberian gelar kehormatan atau bentuk penghormatan apapun itu, seyogyanya niat/rencana tersebut (kalau memang ada) seharusnya tidak dilanjutkan dan dibatalkan saja, karena sudah jauh melenceng dari ketentuan adat istiadat serta nilai-nilai alur dan patut.

6. Terhadap langkah dan tindakan petinggi LAM Riau yang telah melakukan penyimpangan dari nilai-nilai kepatutan yang berlaku dalam kehidupam masyarakat Melayu Riau, landasan filosofis, ketentuan AD & ART LAM Riau, maka selayaknya masyarakat Melayu Riau mengajukan ‘Mosi Tidak Percaya’ terhadap pimpinan LAM Riau periode yang sekarang ini. LAM Riau sudah ibarat kata pepatah “DIHARAP SOKONG, TERNYATA SOKONG MEMBAWA REBAH”.

Pekanbaru, 11 Oktober 2023

Penulis adalah seorang akademisi, anggota DPR RI 2004-2009 dan Wakil Ketua Ombudsman RI 2011-2015.