Polda Kepri Temukan Dugaan Korupsi Honorer Fiktif di DPRD Kepri, Jumaga Membantah!

Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes. Pol. Nasriadi (kedua dari kiri) dan Kabid P2 Beacukai Kota Batam Sisprian Subiaksono saat Konferensi Pers di Hanggar Cakra Buana Samapta Polda Kepri, Nongsa Batam, Kamis (9/11/2023). (Foto: Humas Polda Kepri)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Ditreskrimsus Polda Kepri tengah mendalami dan menyelidiki kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Provinsi Kepri atas kasus honorer fiktif. Penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri pun sudah memintai keterangan sejumlah saksi.

“Saat ini, kami masih dalami dan masih dalam tahap penyelidikan. Sudah 20 saksi internal dan rekrutmen yang kami periksa,” ungkap Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kepri Kombes Pol Nasriadi, saat ditemui di Polda Kepri saat Konferensi Pers di Hanggar Cakra Buana Samapta terkait peredaran rokok ilegal di Batam, Kamis (9/11/2023).

Kombes Nasriadi menjelaskan, pendalaman kasus honorer fiktif ini termasuk adanya indikasi pekerja honorer di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Kepri tidak bekerja, tapi ada di lingkungan DPRD Kepri dan menerima gaji.

Selain itu, ada juga terdaftar sebagai honorer di DPRD Kepri, akan tetapi yang bersangkutan tidak bekerja di sana. Dan anehnya, ada pengeluaran gaji dari Sekretariat DPRD Kepri. “Hal ini terungkap atas pengaduan masyarakat yang mendaftar sebagai pegawai honorer, tapi tak diterima. Mereka memberikan data. Dari situ kami melakukan penyelidikan,” ungkap Nasriadi.

Lebih rinci, Nasriadi memaparkan, kasus ini terungkap berawal dari laporan masyarakat yang tak diterima sebagai honorer di DPRD Kepri. Dengan tidak diterimanya mereka, secara otomatis melamar di perusahaan lain.

BACA JUGA: Polda Kepri Berhasil Bongkar Peredaran Rokok Ilegal di Kota Batam

Setelah melamar di perusahaan lain, dengan aturan yang ada saat ini, para calon pekerja wajib melampirkan kartu BPJS. Dari situ terungkap, BPJS pelamar ini sudah terdaftar sebagai honorer di DPRD Provinsi Kepri.

“Nah, mereka bingung, di DPRD ditolak tapi namannya didata BPJS sebagai honorer di sana. Dan ada gaji yang dibayarkan, sementara mereka tidak merasa menerima,” papar Nasriadi.

Tidak hanya itu, Kombes Nasriadi melanjutkan, terungkap juga pegawai yang dinyatakan lulus, tapi tidak bekerja. Setiap harinya hanya mengisi absen kehadiran dan mendapatkan gaji setiap bulannya.

“Para pejabat tersebut memiliki pembantu, supir yang didaftarkan honorer di Sekwan dan digaji oleh negara. Nah ini yang tidak boleh,” jelasnya.

Kasus honorer fiktif ini, kata Nasriadi, terjadi sejak 2021 hingga 2023. Dengan rincian, pada tahun 2021 terdapat 167 orang pegawai fiktif. Tahun 2022 ada 219 orang, dan tahun 2023 juga terdapat 219 orang pegawai fiktif di lingkungan DPRD Provinsi Kepri.

“Oleh sebab itu, kami terus mendalami dan mengumpulkan bukti-bukti. Ini banyak yang harus dilakukan pemeriksaan untuk menghitung berapa tidak lulus, berapa lulus tapi tak kerja, para pembantu rumah tangga tapi digaji negara. Ini harus terurai dulu,” ungkap Nasriadi.

Disinggung terkait sumber dan jumlah anggaran, Nasriadi menambahkan, bahwa pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan, mulai dari internal keuangan hingga honorer yang bersangkutan. Termasuk keterangan dari saksi ahli. “Nanti kalau sudah naik ke penyidikan baru kita beberkan semua,” pungkas Kombes Pol Nasriadi.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Jumaga Nadeak membantah adanya dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Provinsi Kepri terkait kasus honorer fiktif.

Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri beberapa waktu lalu tidaklah benar. “Tidak ada itu, saya sudah tanyakan Setwan. Gaji itu tidak mungkin dibayarkan. Gaji itu terukur dan tidak sembarangan,” ujar Jumaga Nadeak saat dikonfirmasi Jumat (10/11/2023).

Ia menjelaskan, semua honorer di lingkungan DPRD Provinsi Kepulauan Riau menggunakan sistem online saat kehadiran dan juga pulang. Sehingga, tidak mungkin ada kasus honorer fiktif.

“Bagaimana biasa fiktif buat apa uangnya itu. Gajinya Rp1.800.000 satu bulan. Mending main proyek kalau cuma mau cari uang,” kata dia.

Ia menjelaskan, jumlah honorer yang ada di DPRD Provinsi Kepulauan Riau mencapai ratusan. Pihaknya juga sudah mendata jumlah honorer yang ada dilingkungan DPRD Provinsi Kepri. Jumlah yang ia data sesuai dengan jumlah gaji yang dibayarkan.

“Uang gaji honor tidak mungkin dibayarkan kepada orang yang tidak berhak. Honorer itu kalau tidak hadir dipotong karena ada fingerprint. Tidak ada yang berani bos kalau soal uang,” kata dia.

Editor: Agung