J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Ekonom senior Profesor Didin S. Damanhuri mengatakan saat ini oligarki ekonomi dan politik mulai berupaya mengendalikan sistem pemerintahan di Indonesia.
Hal ini disampaikan Prof Didin saat menjadi pembicara dalam kajian Al Jihadi Embun Pagi bertema ‘Tantangan Capres dan Cawapres dalam Menghadapi Dominasi Oligarki Ekonomi Politik’ beberapa waktu lalu.
Pendiri INDEF tersebut mengatakan oligarki di Indonesia sudah ada sejak zaman orde baru, di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Namun, saat itu oligarki ekonomi dikontrol sepenuhnya oleh Soeharto sehingga tidak sampai mengendalikan sistem politik tanah air.
“Oligarki Ekonomi dikontrol Soeharto yang otoriter (tidak demokratis), meski menurut PDBI 200 konglomerat menguasai 62% PDB tetapi tidak sampai mendikte politik dan saat itu pemerintah orba berhasil dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang terjangkau dan stabil serta perekonomian relatif merata,” ujar Guru Besar di IPB tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, sambung Prof Didin, oligarki ekonomi mulai bergerak mengendalikan sistem politik di Indonesia. Menurutnya, segelintir orang yang memiliki kekuatan besar berupaya mengendalikan legislatif dan eksekutif serta lembaga hukum.
Salah satu yang disorotinya terkait dugaan permainan pengaturan pasal dalam proses judicial review sejumlah UU di Mahkamah Konstitusi. Terbaru, UU Pemilu yang berkaitan dengan usia capres-cawapres.
“Ada absurditas tafsir. Di belakang MK diduga ada oligarki yang berupaya mengatur. Mulai dari UU Minerba, UU KPK, UU Ciptaker, UU MK, UU IKN, Perpu Cipta Kerja, kemudian UU Pemilu tentang batas usia capres-cawapres. Ada sekian judicial review UU yang ditolak lalu kemudian sekarang UU Pemilu yang diajukan seorang mahasiswa diloloskan. Ini pekerjaan oligarki,” tegas Prof Didin.
Guru besar yang juga mengajar di Universitas Paramadina ini menduga ada kelompok oligarki yang siap membayar pasal-pasal yang menguntungkan bagi mereka semata.
“Belum ditambah munculnya buzzer dan influencer yang dipakai untuk mengendalikan opini publik dan membatasi ruang gerak akademisi dan mahasiswa dalam mengkritisi penyimpangan yang terjadi di sistem pemerintahan maupun lembaga hukum,” tutur Prof Didin.
Dia berharap publik menyadari ada krisis besar dalam negeri akibat permainan dan oligarki. Masyarakat diharapkan tidak terbuai dan bersikap lebih kritis lagi melihat penyimpangan yang terjadi.
Sumber: JPNN.com
Editor: Agung