Oleh Zubairi Hasan
Judul Buku : Jejak Terangkai Menuju Taman Surga
Penulis : Alm. Ust. Umar Fayumi (Kumpulan Tulisan di Majalah NooR)
Tahun Terbit : 6 Oktober 2023 (Cetakan Pertama) dan 9 November 2023 (Cetakan Kedua)
BUJU berjudul “Jejak Terangkai Menuju Taman Surga” ini merupakan kumpulan tulisan kyai muda almarhum KH. Umar Fayumi di Majalah NooR, sebuah penerbitan bergengsi di era percetakan dengan tagline “Yakin Cerdas Bergaya”.
Majalah NooR sendiri merupakan sebuah majalah prestius di zaman cetak yang mengulas trend dan fashion untuk kaum muslimah. Pangsa pasarnya adalah kelas menengah muslimah yang berkembang pesat di era 1990-an, seiring dengan banyaknya kaum muslim terdidik, laki-laki atau perempuan, yang mulai mendapatkan posisi penting dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya.
Ini berarti pemikiran Ust. Umar Fayumi cukup berpengaruh dalam memandu dan mengarahkan kelas menengah (middle class) di awal perkembangannya Indonesia. Sebagaimana kita maklumi, konsep tentang kelas menengah merupakan kata kunci dalam perubahan sosial, di berbagai dunia, dari zaman kerajaan sampai zaman demokrasi ini.
Melihat tebalnya buku ini, yakni sekitar 800 halaman (termasuk Kata Pengantar dan Daftar Isi), menandakan bahwa Almarhum menjadi penulis tetap di majalah tersebut dalam waktu yang relatif lama. Hal ini juga menjelaskan bahwa pemikiran Almarhum diterima oleh kelas menengah muslim.
Kelas menengah muslim sudah pasti ingin hidup trendy dan fashionable, namun di sisi lain, mereka tidak ingin tercerabut dari akar ke-Islam-annya. Nah, pemikiran Almarhum dapat mempertemukan dua hal itu dengan baik, serta tidak mempertentangkan satu sama lain. Inilah poin penting dari visi dan pemikiran Almarhum sebagaimana tercermin dalam buku ini.
Bagaimana dengan gaya dan pola hidup Almarhum Ust. Umar Fayumi? Di sini kita akan menemukan keunikan lainnya. Karena beliau hidup dalam kesederhaan yang menjadi ciri khas kepesantrenan dan kesantrian. Lebih tegasnya, beliau lebih senang berkumpul dengan masyarakat umum di pedesaan. Sebagai penggagas kecerdasan semesta (cosmic intellegence), Almarhum berhalaqah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Beberapa santri Almarhum mencatat, setidak-tidaknya ada 42 halaqah yang harus dihadirinya, tersebar di Jawa dan luar Jawa, terjauh di Papua. Jika ke Papua, sekurang-kurangnya, Almarhum melakukan perjalanan selama satu bulan, karena jarak tempuh antara satu halaqah dengan halaqah lainnya di tanah Cenderawasih cukup berjauhan.
Ringkasnya, meski beliau mempunyai pemikiran yang memandu dan dapat diterima kelas menengah, namun beliau masih hidup apa adanya sebagai seorang santri, sebagai anak pesantren.
Bagaimana Almarhum mempertemukan dunia alam: dunia pesantren yang menjunjung tinggi kesederhanaan di satu sisi dan dunia kelas menengah yang glamour di sisi lain? Problem kelas menengah, di manapun berada dan apapun agamanya, sering kehilangan orientasi hidup bahwa kebahagiaan berada dalam pakaian, jabatan, kemewahan, gaya hidup dan lain sebagainya.
Almarhum memandu kelas menengah muslim di Indonesia agar tidak terjerumus dalam disorientasi hidup seperti itu, dengan mensosialisasikan dan memasyarakatkan pemikiran khas pesantren bahwa sumber kebahagiaan berada dalam diri sendiri.
Kebahagiaan berada dalam jiwa, bukan berada di luarnya. Jejak-jejak pemikiran seperti terlihat jelas dalam tulisan “Membangkitkan Energi Kebahagiaan”, “Tadabbur”, “Tadarrus”, “Cerdas Memilih”, dan sebagian besar judul-judul lainnya. Dalam tulisan berjudul “Nafsu dan Syahwat” pun, Almarhum menyelipkan pesan “energi positif dalam jiwa” akan “menghadirkan suasana surga nan abdi dalam kehidupan manusia”.
Buku yang berisi 800 halaman ini memang terasa tebal. Makan tempat jika dibandingkan dengan tas anak milenial. Juga pasti mahal jika diperjualbelikan. Bagaimana jika dipecah-pecah, menjadi buku tipis, sesuai dengan tema-tema terentu? Apakah akan lebih tepat dan lebih baik? Wallahu ‘alam.*
Penulis adalah Staf Pengajar PP Mahasina Kota Bekasi