AS Usulkan Tak Beri Insentif Pajak Mobil Listrik yang Gunakan Baterai China

Seorang pekerja sedang bekerja di sebuah pabrik baterai mobil listrik milik Xinwangda Electric Vehicle Battery di Nanjing, China, yang memproduksi baterai-baterai litium untuk mobil-mobil listrik dan penggunaan lainnya, 12 Maret 2021. (Foto: voaindonesia/AFP)

J5NEWSROOM.COM, Washington DC – Amerika Serikat (AS) hari Jumat (1/12/2023) mengusulkan sejumlah pedoman yang menentukan jenis-jenis kendaraan listrik (electric vehicles/EV) yang bisa mendapatkan kredit pajak, serta memberikan perkecualian terhadap kendaraan yang menggunakan baterai atau mineral lain yang disuplai China dan negara-negara lain yang tidak disukai AS.

Pembatasan-pembatasan itu menentukan jenis kendaraan energi bersih mana yang memenuhi persyaratan untuk mendapat subsidi hingga $7.500 atau sekitar 115,6 juta rupiah dengan kurs saat ini sesuai dengan Undang-Undang Pengurangan Inflasi yang disahkan oleh Presiden Joe Biden. Undang-undang federal itu dimaksudkan untuk mempromosikan produksi energi dalam negeri yang berkelanjutan.

Hanya sekitar 20 dari lebih dari 100 kendaraan listrik di pasar AS yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit pajak. Jumlah tersebut akan berkurang lagi ketika aturan ini berlaku.

Jika baterai energi bersih masuk perakitan yang dimiliki oleh “entitas asing yang menjadi perhatian,” pemilik mobil itu akan segera didiskualifikasi untuk mendapat keringanan pajak dari pemerintah AS, mulai 2024.

Aturan baru itu menarget perusahaan-perusahaan yang didirikan atau berkantor pusat, antara lain di China, Rusia, Korea Utara dan Iran. Perusahaan-perusahaan yang 25 persen kepemilikan ekuitasnya atau posisi dewan perusahaan dikuasai negara-negara tersebut, juga tidak berhak mendapat keringanan pajak AS.

Mulai 2025 dan seterusnya, kendaraan listrik yang dibuat dari mineral kritis, seperti litium, nikel, dan kobalt yang ditambang atau diproses oleh “entitas asing yang menjadi perhatian” juga tidak akan mendapatkan subsidi.

Peraturan tersebut akan terbuka untuk masukan publik dari para pemimpin otomotif selama beberapa minggu dan dapat direvisi tergantung pada rekomendasi sektor industri AS.

Beberapa informasi pada laporan ini berasal dari Agence France-Presse(AFP).

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah