60 Wartawan Tewas di Gaza, IFJ Kritik Israel atas Kurangnya Perlindungan

Para jurnalis Palestina membawa peti jenazah tiruan sebagai simbol rekan-rekan mereka yang terbunuh dalam perang Israel-Hamas saat ini, dalam prosesi pemakaman simbolis menuju kantor PBB di kota Ramallah, Tepi Barat (foto: dok/AP).

J5NEWSROOM.COM, Ramallah – Dengan rata-rata jurnalis atau pekerja media terbunuh setiap hari, ketua organisasi global yang mewakili profesi tersebut mengatakan pada Senin (4/12/2023) bahwa konflik Israel-Hamas telah menjadi perang yang tiada bandingannya dan mengkritik Israel karena kurangnya perlindungan.

Dengan sekitar 60 orang tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober, jumlah jurnalis yang terbunuh dalam konflik ini sudah hampir sama dengan jumlah jurnalis yang terbunuh dalam Perang Vietnam 50 tahun lalu. Selain itu, perang-perang lain di Timur Tengah tidak sebanding dengan intensitas konflik yang terjadi saat ini.

“Dalam perang yang klasik seperti di Suriah, di Irak, di bekas Yugoslavia, kita tidak melihat pembantaian semacam ini,” kata Sekjen Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) Anthony Bellanger kepada kantor berita Associated Press. Dan sejak berakhirnya gencatan senjata, berita mengenai penderitaan yang tiada henti berlanjut, imbuhnya.

Bellanger mengatakan pada akhir pekan ini muncul kabar mengenai tiga atau lebih jurnalis yang tewas setelah gencatan senjata berakhir.

“Kami berduka atas sekitar 60 jurnalis sejak 7 Oktober, termasuk jurnalis Israel dan jurnalis Lebanon. Setidaknya 51 jurnalis Palestina” termasuk dalam jumlah tersebut, katanya.

Sebagian besar korban tewas terjadi dalam pemboman Israel terhadap wilayah sipil di Jalur Gaza. Menurutnya, jurnalis Israel juga tewas dalam serangan mendadak Hamas di Israel selatan yang memicu perang. Ia juga mengeluh bahwa selain banyaknya korban jiwa, banyak kantor organisasi media di Gaza telah dihancurkan dalam beberapa minggu terakhir.

Dia mengatakan ada sekitar 1.000 jurnalis dan pekerja media di Gaza sebelum konflik pecah, dan sekarang, tidak ada seorang pun yang bisa keluar. Namun di tengah reruntuhan, jurnalis lokal terus memproduksi dan memberi informasi kepada warga, kata Nasser Abu Baker, presiden Sindikat Jurnalis Palestina.

“Mereka kehilangan keluarga dan terus bekerja,” katanya. “Mereka tidak punya rumah dan terus bekerja… Tanpa makanan, tanpa rasa aman, tanpa keluarga. Selain itu, jika keluarganya masih hidup, maka mereka tidak bersama keluarga karena mereka tinggal atau tidur di rumah sakit.”

Bellanger mengatakan bahwa dia telah mendekati pihak berwenang Israel tetapi tidak mendapat tanggapan.

Selama konflik, Israel mengatakan pihaknya melakukan segala upaya untuk menghindari pembunuhan warga sipil dan menuduh Hamas membahayakan mereka dengan beroperasi di daerah permukiman.

IFJ dan Reporters Without Borders telah meminta jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki kematian tersebut dan Karim Khan, kepala jaksa ICC mengunjungi daerah tersebut. Kantor kejaksaan ICC sudah menyelidiki tindakan otoritas Israel dan Palestina sejak perang Israel-Hamas pada 2014. Penyelidikan juga bisa mempertimbangkan tuduhan kejahatan yang dilakukan dalam perang saat ini.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah