Yang Tidak Kita Lihat di Balik Batu

Sastrawan Kepri Fatih Muftih bermestautin di Tanjungpinang Riau. (Foto: J5NEWSROOM.COM)

Oleh Fatih Muftih

Menggenggam Batu

Puisi Abah Alia – Pecinta Sang Kekasih

mudah bagimu menggenggam batu menjadi emas
tapi kau pilih batu jadi pengganjal perut nan lapar

mudah bagimu menggenggam batu menjadi intan
tapi lebih kau pilih donasi dari usman

mudah bagimu menggenggam batu menjadi permata
tapi kau pilih berhutang pada yahudi dengan jaminan baju besi

mudah bagimu menggenggam batu menjadi zamrud
tapi lebih kau pilih butiran kurma dari kuli panggul

mudah bagimu menggenggam batu menjadi safir
tapi lebih kau pilih menjadi musafir nan fakir
musafir bersama fakir bukan para kikir
merengkuh hamparan bumi menebar cinta tak bertepi

mudah bagimu menggenggam batu menjadi…

batam 27122023

LAKU mulia adalah khas orang mulia. Takkan dua hal ini saling mengambil jarak, saling menarik jauh; tak mungkin disebut mulia jika lakunya tak mencerminkan panggilannya dan takkan mungkin seorang berbuat mulia selain telah mulialah ia.

Mencintai orang mulia adalah perkara mudah saja, karena semua prasyarat untuk dicintai telah melekat padanya. Yang sukar buat kita adalah memahami pola pikirnya. Mereka, orang-orang mulia, berpikir dua kali lebih jauh dari liyan. Mereka melihat yang tak tertangkap oleh mata liyan.

Dalam sekali baca, kita lekas tahu bahwa puisi Abah Alia hendak mengabarkan “kebingungannya” memahami laku orang mulia. Paradoks yang tersaji di tiap baitnya menunjukkan kebingungan—yang kelak membawa kita pada kekaguman.

BACA JUGA: Menggenggam Batu

‘Batu’ dipilih Abah Alia sebagai metafora dari hal-hal yang tak menyenangkan. Meski begitu, orang mulia itu lebih memilih batu ketimbang hal-hal lain yang menyilaukan, seperti intan, zamrud, maupun safir. Karena Sang Mulia itu tahu ada hal-hal lain di balik batu yang tak mudah ditangkap awam.

Kesan ini mengingatkan kita pada bait akhir Gurindam Dua Belas gubahan Raja Ali Haji: “Akhirat itu terlalu nyata, kepada hati yang tidak buta”.

Orang mulia bernama Muhammad bin Abdullah itu tahu hidup yang tampak berkilau itu hanya sekejap saja dan yang hakikat sekaligus kekal ada di balik batu yang digenggamnya.*

Tanjungpinang, 27 Desember 2023