Pemerintah Resmi Bubarkan 7 BUMN ‘Sakit’

Gedung Kementerian BUMN di Jakarta, Jumat (28/12). (VOA/Indra Yoga)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan alasan pemerintah membubarkan ke tujuh perusahaan pelat merah tersebut karena perkembangan bisnisnya tidak berjalan dengan baik.

“Tapi kita juga tidak lupa bahwa BUMN ini sudah tidak feasible lagi dan tidak mungkin dipertahankan karena dari sisi bisnis dan keuangan tidak mungkin dipertahankan, dan ending-nya adalah pembubaran,” ungkap Wamen yang akrab dipanggil Tiko ini.

Lebih jauh ia menjelaskan, bahwa pembubaran BUMN tersebut merupakan bagian dari program “bersih-bersih” dan transformasi BUMN yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dari sejak pertama kali menjabat sebagai menteri.

“Jadi kami ingin menjelaskan bahwa BUMN tidak berbeda dengan perusahaan terbuka lainnya bahwa kalau memang tidak layak maka ending-nya masuk ke proses likuidasi melalui kurator. Kita memastikan dalam proses ini terjadi proses hukum yang baik dimana akan ada penjualan aset dan sebagainya, dan dilakukan secara fair baik untuk pemegang saham, kreditur, pegawai sehingga mereka mendapatkan hak yang layak sesuai dengan penjualan asetnya masing-masing,” jelasnya.

Tiko pun memastikan para karyawan ketujuh BUMN yang dibubarkan i akan mendapatkan hak mereka dan diprioritaskan. Mereka, kata Tiko, akan mendapatkan kompensasi dari penjualan aset perusahaan.

“Sebagai contoh Merpati…. penjualan asetnya itu dipakai untuk menyelesaikan kewajiban pensiunnya. Jadi kita harapkan aset yang di perusahaan akan dijual oleh kurator, dan digunakan sesuai dengan ranking. Jadi nanti urutan paling atas adalah pajak, pegawai, kreditur, dan paling bawah adalah pemegang saham,” imbuhnya.

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa pada 2024 mendatang jumlah BUMN akan di bawah 40 dari 45 yang ada saat ini, dengan 12 klaster. Pemerintah, menurutnya, akan berusaha mendorong BUMN- BUMNyang masih ada menopang perekonomian tanah air.

Tujuh BUMN yang telah dibubarkan pada 29 Desember 2023 adalah PT Istaka Karya (persero), PT Kertas Leces (persero), PT Merpati Nusantara Airlines (persero), PT Industri Gelas (persero), PT Kertas Kraft Aceh (persero), PT Industri Sandang Nusantara (persero), dan PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (persero).

Dalam kesempatan yang sama Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Teguh Wirahadikusumah mengatakan pembubaran tujuh BUMN ini melalui peraturan pemerintah (PP) dan telah melalui proses pengadilan.

Ia mengatakan, enam dari tujuh BUMN yang dibubarkan tersebut sudah mendapat PP pembubaran, sementara satu lainnya, PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (persero) (PANN), masih dalam proses. Teguh menambahkan saat ini setidaknya ada 15 BUMN yang sedang menjalani pemeriksaan PT PPA.

“Sampai saat ini ada 22 BUMN yang disuratkuasakan kepada kami untuk direstrukturisasi, disehatkan, atau memang dibubarkan. Kalau tujuh ini sudah selesai masih ada 15 lagi yang tentunya kami targetkan dapat menjadi jauh lebih jelas pada tahun 2024, bagaimana penanganannya dan InsyaAllah dapat diselesaikan dengan lebih baik,” kata Teguh.

Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan, pembubaran BUMN ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Menteri BUMN terkait dengan perusahaan pelat merah yang memang sudah berhenti beroperasi dari awal tahun 2023. Toto mengatakan, enam dari tujuh BUMN yang dibubarkan ini sudah tidak beroperasi sejak belasan tahun lalu.

“Jadi ini penting supaya status BUMN tersebut tidak menggantung. Satu-satunya BUMN yang dilikuidasi saat masih beroperasi adalah Istaka Karya. Ini menjadi sinyal penting bahwa ke depannya, BUMN yang sudah dianggap tidak punya prospek dan punya tingkat kesehatan yang buruk, likuidasi bisa menjadi pilihan pemerintah,” ungkap Toto.

Toto menjelaskan, tindakan yang dilakukan oleh PT PPA kepada BUMN yang sedang sakit adalah restrukturisasi sehingga bisa sehat kembali.
“Nindya Karya adalah contoh BUMN yang pernah sakit, direstrukturisasi PPA, dan kini relatif sudah sehat kembali,” katanya.

“Jadi apakah masih akan ada BUMN yang dilikuidasi? Menurut saya, (jawabannya) tergantung kebutuhan di masa depan. Mungkin Indonesia akan punya lebih sedikit BUMN di masa depan, namun lebih kompetitif dan berdaya saing,” pungkasnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah