J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan menyampaikan pernyataan lisan untuk mendukung “advisory opinion” di Mahkamah Internasional, di Den Haag, Belanda, pada 19 Februari nanti terkait kebijakan Israel atas Palestina.
Untuk mempersiapkan pernyataan penting itu, Retno Marsudi menjaring masukan dari puluhan pakar hukum internasional. Penjaringan dilakukan melalui diskusi bertajuk “Advisory Opinion di Mahkamah Internasional: Upaya Mendukung Kemerdekaan Palestina melalui Penegakan Hukum Internasional,” yang dilangsungkan di Jakarta pada hari Selasa ini (16/1/2024).
Sekitar 50 pakar hukum dan hukum internasional hadir dalam diskusi tersebut, di antaranya Prof. Dr.Eddy Pratomo, Prof. Hikmahanto Juwana phD, Prof.Dr. Sigit Riyanto dan Dr. Eni Narwati.
Dalam sambutannya, Retno mengatakan ia memerlukan pandangan dan masukan para ahli untuk membangun pernyataan yang komprehensif, yang dapat menunjukkan kepada dunia tentang pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel.
“Diplomasi Indonesia untuk Palestina belum lah selesai. Diplomasi Indonesia harus terus berlanjut, baik dari sisi politik, ekonomi, kemanusiaan, dan juga hukum internasional, hingga Bangsa Palestina dapat menikmati kemerdekaan yang sepenuh-penuhnya. Dalam konteks inilah pandangan dan masukan para ahli hukum internasional diperlukan, karena hukum internasional adalah elemen penting dari politik luar negeri dan diplomasi Indonesia,” ujar Retno.
Majelis Umum PBB Minta Pandangan ICJ Tentang Kebijakan Israel di Palestina, Jauh Sebelum Perang Israel-Hamas
Sebelumnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 17 Januari 2023 telah meminta pandangan hukum dari Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) mengenai konsekuensi hukum dari kebijakan dan tindakan Israel di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur. ICJ mengundang sejumlah negara anggota PBB untuk menyampaikan pandangan hukum mereka, termasuk Indonesia.
Retno mengatakan sejak awal telah menyatakan kesiapan memberi pandangan hukum kepada ICJ. Masukan secara tertulis sudah disampaikan kepada ICJ pada Juli 2023 lalu, sementara masukan secara lisan akan disampaikan pada 19 Februari 2024.
“Hak untuk menentukan nasib sendiri rayat Palestina harus dihormati. Pendudukan Palestina oleh Israel yang sudah berlangsung lebih dari 70 tahun tidak akan menghapuskan hak rakyat Palestina untuk merdeka. Berbagai kebijakan Israel, seperti aneksasi wilayah Palestina, permukiman di Tepi Barat, serta mengubah status Kota Yerusalem, tidak sah menurut hukuk internasional,” kata Retno.
Ditambahkannya, semua tindakan Israel yang bertentangan dengan hukum internasional harus dihentikan dan dimintai pertanggungjawabannya. Masyarakat internasional, termasuk PBB, tidak boleh mengakui legalitas tindakan Israel itu, tegas Retno.
Pakar: Menlu Harus Bicara Lantang dan Berisi
Guru Besar Hukum Internasional yang sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana menilai saat bicara lisan pada 19 Februari nanti, Menteri Luar Negeri tidak perlu mengulang masukan pandangan hukum yang sudah disampaikan secara tertulis karena hanya diberi waktu 30 menit untuk berbicara. Ia juga meminta Retno bicara dengan suara lantang dengan isi pidato yang akan diingat dunia, sebagaimana pledoi Sukarno yang berjudul “Indonesia Menggugat” dulu.
Menurut Hikmahanto hal ini penting karena sebenarnya apapun keputusan ICJ tidak akan mengubah kebijakan Israel terhadap Palestina.
“Indonesia Menggugat” adalah pidato pembelaan Soekarno dalam sidang pengadilan di Landraad, Bandung, pada tahun 1930, ketika ia bersama tiga temannya, Gatot Mangkupraja, Maskun dan Supriadinata yang tergabung dalam Perserikatan Nasional Indonesia PNI dituduh akan menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda. Soekarno dengan lantang menyampaikan gugatan tentang kondisi politik dunia dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah. Pidato itu menjadi dokumen politik yang penting dan sangat diingat publik karena secara tegas menentang kolonialisme dan imperialism.
“Ini yang harus dilakukan oleh Ibu Menlu. Karena dari situ nanti biar menginspirasi banyak negara, termasuk negara-negara Barat yang selama ini merasa nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi dari sana. Sekarang Ibu Menlu bisa sampaikan bahwa Mahkamah Internasional harus menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh Majelis Umum PBB,” ujarnya.
Hikmahanto menilai Majelis Umum PBB mencerminkan demokrasi masyarakat internasional, yang jauh lebih demokratis dibanding forum Dewan Keamanan yang masih memberi hak istimewa pada lima negara besar, Amerika, Inggris, Prancis, China dan Rusia untuk menentukan keputusan.
Namun hukum internasional selama ini sangat Eropa sentris dan tidak mencerminkan nilai-nilai dari banyak negara sehingga kalau ada masalah seperti konflik Israel-Palestina, maka keputusan yang diambil seolah-olah membenarkan nilai moral dari negara-negara Barat, lanjutnya. Hukum internasional tidak bersifat mengikat sehingga jika ICJ mengeluarkan keputusan yang tidak berpihak pada Israel, maka negara itu bisa mengabaikan.
Yang pasti tampilnya Indonesia dalam sidang Mahkamah Internasional ICJ merupakan bagian dari langkah diplomasi Indonesia dalam mendukung perjuangan Palestina.
ICJ Dengar Tuntutan Afrika Selatan dan Pembelaan Israel
Secara terpisah ICJ pada tanggal 11 dan 12 Januari lalu juga mendengar gugatan hukum Afrika Selatan terhadap Israel, yang dituduhnya telah melakukan genosida warga Palestina di Jalur Gaza.
Proses sidang dan pengambilan keputusan atas tuntutan ini diperkirakan memakan waktu lama, namun ICJ mengatakan akan terlebih dahulu mengeluarkan keputusan terhadap permintaan Afrika Selatan agar Israel segera menghentikan serangan di Gaza yang mengorbankan warga sipil.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, mengatakan hingga hari Selasa (16/1/2024) lebih dari 24.300 warga Palestina di Gaza telah meninggal dunia akibat serangkaian serangan darat dan udara Israel sejak 7 Oktober lalu. Israel melakukan serangan sebagai pembalasan terhadap serangan Hamas ke selatan Israel yang menewaskan 1.200 orang.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah