J5NEWSROOM.COM, Washington, DC – Pada pekan kedua Januari, dua negara di dua benua berbeda, hampir bersamaan dilanda kerusuhan. Papua Nugini dan Ekuador menyatakan negara dalam keadaan darurat.
Anggota PPLN Papua Nugini dan Kepulauan Solomon Adiputra Nugroho sudah tujuh tahun tinggal di Port Moresby, kota yang mendapat label paling berbahaya di dunia di banyak laman informasi wisata. “Pada tanggal 10 Januari 2024 di Papua Nugini terjadi penjarahan, pengrusakan, pembakaran tempat-tempat pelayanan publik dan beberapa supermarket,” jelasnya.
Pemantik kerusuhan adalah isu pemotongan gaji personil kepolisian. Polisi menanggapi dengan menggelar aksi demo di depan Gedung Parlemen. Celah ini dimanfaatkan oknum-oknum untuk menjarah, bukan hanya toko-toko tetapi juga restoran-restoran dan pasar-pasar swalayan. Gedung-gedung dan fasilitas-fasilitas perkantoran pun dirusak. Dan mobil-mobil dibakar.
Akibatnya, “Ya…sempat kacau. Akhirnya beberapa hari setelah kejadian itu juga beberapa tempat pelayanan, toko-toko, atau restoran bahkan apapun itu, sempat tutup. Itu sampai tiga hari, empat hari lah. Benar-benar waktu itu chaos lah. Untuk di ibu kota ini sendiri benar-benar kacau waktu itu,” imbuhnya.
Dua hari sebelumnya, 8 Januari 2024, Ekuador juga dilanda kerusuhan setelah gembong narkoba yang paling berkuasa kabur dari penjara.
Ketua PPLN Quito Ahmad Iqbal menuturkan, “Pada saat peristiwa tersebut, kebetulan PPLN sedang merencanakan pengiriman surat suara via pos. Ketika tanggal 9 (Januari) terjadi eskalasi, maka rencana yang tadinya kami akan mengirimkan surat suara tanggal 10, sesuai jadwal yang ditetapkan oleh KPU, kami mengambil langkah agar untuk sementara pengiriman tersebut di-reschedule dengan pertimbangan keamanan petugas KPPSLN (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri).”
Pengiriman surat suara kepada 12 pemilih yang terdaftar mencoblos melalui pos akhirnya tertunda sehari, terlaksana pada 11 Januari. Itu sudah sepengetahuan KPU di Jakarta dan Dubes Indonesia di Ekuador, kata Ahmad.
Pengiriman surat suara tidak menggunakan jasa pos karena layanan pos di negara kecil di Amerika Latin itu sudah tidak beroperasi. PPLN memanfaatkan jasa kurir swasta yang umum digunakan masyarakat setempat.
Di Port Moresby, pengiriman surat suara baru dilaksanakan empat hari dari jadwal seharusnya. Adiputra mengatakan, keterlambatan sudah dilaporkan ke KPU di Jakarta, Panwaslu setempat, dan KBRI.
“Pos di sini tutup. Kargo tutup. Jadi, kami mengalami keterlambatan pengiriman ke pemilih-pemilih yang ada di provinsi-provinsi. Akhirnya, kami mengirim sampai kondisi sudah normal,” lanjut Adiputra.
Seperti di Ekuador, PPLN Port Moresby menggunakan jasa layanan pengiriman swasta. Layanan pos, kata Adiputra, malah sulit diandalkan dan lebih lama. “Kalau di sini, sistem perangko, PO Box, itu aduh! Susah. Bisa tiga bulan baru sampai. Makanya kami lebih efektif untuk menggunakan jasa kargo, kargo pesawat, DHL. DHL itu pun lebih dari satu minggu. Yang bisa agak kilat ini ya kargo pesawat tapi ya itu harganya mahal. Dan kalau kargo inikan hitungannya pakai kubikasi dan berat. Makanya kalau dikirim satu, satu, ya uang PPLN gak bakalan cukup. Makanya kami koordinasi, untuk dijadikan satu oleh KPPSLN, setelah itu langsung dikirim balik ke PPLN,” paparnya.
Ada tiga metode pemilihan yang ditawarkan di Papua Nugini. Selain mencoblos langsung di TPS yang akan dibuka di KBRI pada 11 Februari 2024 bagi 310 pemilih, metode lain adalah melalui pos untuk 998 pemilih yang sudah terdaftar, dan memasukkan surat suara ke kotak suara keliling (KSK) untuk 134 warga Indonesia di Kepulauan Solomon.
Setelah dua pekan, situasi kini berangsur pulih. Status negara dalam keadaan darurat selama 14 hari, sudah dicabut di Papua Nugini. Walaupun, kata Adiputra, Papua Nugini tetap negara yang dianggap rawan dan berbahaya.
Di Ekuador, status darurat berlaku 60 hari dari 8 Januari. Namun, menurut Ahmad, situasi semakin pulih. Sekolah-sekolah yang sempat berlangsung secara virtual, kini kembali tatap muka. Pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan juga sudah kembali ramai.
Anggota KPU Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Dr. Idham Holik menjelaskan, terkait State of Emergency, undang-undang pemilu sudah mengaturnya dalam pasal 431 dan pasal 432 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu lanjutan dan susulan. Peraturan sama berlaku untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
“Jika memang pada hari pemungutan suara yang telah ditentukan untuk luar negeri, itu terjadi gangguan yang mengakibatkan seluruh tahapan pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan pada hari yang telah ditentukan, maka nanti akan diselenggarakan pemungutan suara susulan yang kemudian waktunya akan ditetapkan kembali oleh KPU,” komentarnya.
Teknisnya, kata Idham, dalam situasi darurat, KPU akan melakukan kajian lebih dulu sehingga tidak merespons secara spekulatif. Karena salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu, imbuh Idham, adalah berkepastian hukum.
“Maka, kami akan kembalikan itu ke undang-undang Pemilu. Dan nanti, KPU akan menetapkan keputusannya yang terbaik sehingga pemilih dapat menggunakan hak pilihnya,” lanjut Idham Holik.
Ia juga menegaskan bahwa prinsip dasar penyelenggaraan pemilu, “Pemilih dalam memberikan suaranya di TPSLN dalam kondisi yang aman dan keselamatan jiwanya terjamin.”
Pemilu di Ekuador akan dilaksanakan pada 10 Februari 2024 untuk 32 pemilih terdaftar. Rekapitulasi akan dilakukan pada 14 Februari. Untuk 12 pemilih pos, suara mereka akan dihitung pada 15 Februari.
Kedua petugas PPLN di kedua negara sama-sama berharap tidak ada lagi kerusuhan; dan pesta demokrasi Indonesia di luar negeri bisa berjalan lancar, sesuai rencana.
Sumber: voaindonesia
Editor: Agung