J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Calon presiden Prabowo Subianto berhasil mengungguli pasangan lain dalam perebutan kursi nomor satu republik ini, berdasarkan hasil perhitungan awal dari sejumlah lembaga survei pada Rabu (14/2/2024) setelah pemungutan suara ditutup.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan melansir hasil rekapitulasi hasil suara resmi pada bulan depan. Namun setidaknya dua lembaga survei independen berhasil mengumpulkan sampel suara di tempat pemungutan suara (TPS) lewat “penghitungan cepat” atau quick count. Hasilnya, Prabowo memperoleh kemenangan gemilang dengan mengantongi suara lebih dari 55 persen atas dua pertiga sampel suara yang sudah dihitung.
Jajak pendapat Poltracking menunjukkan Prabowo unggul 59,77 persen dalam penghitungan awal dan Cyrus Network-CSIS memperkirakan dia mengantongi 58,62 persen.
Prabowo harus memperoleh lebih dari 50 persen suara keseluruhan dan setidaknya seperlima suara yang diberikan di lebih dari separuh 38 provinsi untuk mengamankan kursi kepresidenan atas pesaingnya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
“Harapannya menang,” kata Prabowo kepada wartawan sehari sebelum mencoblos di Kota Bogor.
Pria berusia 72 tahun ini dijadwalkan untuk berpidato di depan para pendukungnya pada Rabu (14/2/2024) petang.
Pemungutan suara yang dilakukan di 800.000 TPS di Nusantara dimulai dari Papua dan berakhir pada pukul 13.00 WIB di wilayah lain di Sumatra, sementara beberapa TPS di Jakarta tetap buka meski diterjang banjir.
Quick count kerap digunakan pada pemilu-pemilu sebelumnya oleh para kandidat untuk mengklaim kemenangan.
Prabowo menjadi cawapres yang popular karena dia berjanji untuk melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo.
Hampir 205 juta orang memiliki hak pilih pada Pemilu 2024.
Komitmen Demokrasi
Faktor keberhasilan popularitas Prabowo adalah dengan memilih pasangan duet putra Presiden, Gibran Rakabuming Raka (36 tahun).
Pada Oktober, ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan saudara ipar Jokowi, mengubah peraturan yang kontroversial mengenai syarat usia capres dan cawapres.
Beberapa pakar hukum dan kelompok hak asasi manusia menuduh Jokowi menggunakan dana bantuan sosial untuk mendukung Prabowo yang menepis tuduhan itu.
Prabowo diberhentikan dari militer pada 1998 atas tuduhan bahwa ia memerintahkan penculikan aktivis demokrasi pada akhir pemerintahan Suharto. Ia membantah tuduhan tersebut dan memang ia tidak pernah didakwa.
Sejak itu, ia berhasil memulihkan citranya, sebagian berkat kampanye cerdas di media sosial yang menargetkan generasi muda dengan menggambarkannya sebagai “kakek gemoy.”
Namun kelompok hak asasi manusia khawatir sosok Prabowo dapat mengubur kebebasan demokratis yang diperoleh dengan susah payah, dengan merujuk pada kasus dugaan penculikan.
“Kami selalu mengkhawatirkan komitmennya terhadap demokrasi,” kata Yoes Kenawas, peneliti di Universitas Katolik Atma Jaya yang berbasis di Jakarta.
“Jika dia menang, pertanyaan-pertanyaan itu akan selalu muncul.”
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah