MER-C Minta WHO Bertindak Tegas dan Serukan Indonesia Buat Rumah Sakit Lapangan

Kerusakan di sebuah ruangan rumah sakit Nasser di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, setelah pemboman Israel, 17 Desember 2023, di tengah pertempuran dengan kelompok militan Palestina Hamas.

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Dengan dalih mencari sandera, pasukan Israel lagi-lagi menyerbu rumah sakit. Yang menjadi sasaran terbaru pasukan IDF adalah Rumah Sakit Nasser, yang merupakan rumah sakit utama di bagian selatan Gaza. Serangan ini menewaskan satu pasien dan melukai enam lainnya.

Rumah Sakit Nasser diketahui menampung banyak pasien di wilayah itu, termasuk yang dipindahkan dari bagian utara Gaza. Namun kini rumah sakit itu diduduki tentara Israel dan tidak dapat beroperasi. Israel juga menangkap 100 petugas medis dan non medis.

Sebelumnya, serangan Israel di rumah sakit lain di Gaza juga dilakukan melalui personel militer yang menyamar. Tindakan itu menewaskan tiga orang.

Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Dr. Sarbini Abdul Murad mengatakan tindakan-tindakan tanpa pertanggungjawaban itu sangat memprihatinkan dan menghancurkan kemanusiaan di Gaza.

Berbicara dalam jumpa pers di kantornya, hari Rabu (21/2), MER-C mendesak Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengambil sikap tegas guna menghentikan kebiadaban Israel. Lembaganya, tambah Sarbini, meminta Israel membiarkan rumah-rumah sakit di seantero Gaza kembali beroperasi untuk merawat korban luka-luka yang jumlahnya hampir 70 ribu orang.

Di sisi lain MER-C juga mendesak pemerintah Indonesia untuk berkolaborasi dengan pihak lain agar dapat membantu warga Palestina di Gaza yang sedang dililit krisis kesehatan luar biasa.

“(Kami) minta pemerintah Indonesia untuk berkolaborasi, melakukan pendekatan dengan Mesir agar bisa mendirikan Rumah Sakit Indonesia lapangan di Rafah, sehingga jarak antara korban yang ada di Gaza dengan Rumah Sakit Indonesia lapangan ini bisa sangat dekat,” kata Sarbini seraya menegaskan pendirian rumah sakit lapangan di Rafah, Mesir, harus segera diwujudkan.

Lebih jauh Sarbini mengatakan pihaknya telah mengetahui bahwa pemerintah Mesir telah mengizinkan dunia internasional untuk mendirikan rumah sakit lapangan di Rafah guna membantu korban perang warga Gaza. Rumah sakit ini akan menjadi wakil Indonesia yang secara langsung membantu mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza, setelah Rumah Sakit Indonesia di bagian utara tidak lagi dapat beroperasi akibat serangan tentara Israel.

Kemlu Sedang Pelajari dan Pertimbangkan Pembangunan Rumah Sakit Lapangan di Rafah

Direktur Timur Tengah Bagus Hendraning Kobarsyih mengatakan permintaan MER-C itu merupakan sebuah hal yang wajar. Kementerian Luar Negeri, ujarnya, akan mempelajari sekaligus mempertimbangkan banyak hal untuk sampai pada tahap pembangunan Rumah sakit lapangan di Rafah.

“Melihat kondisi di lapangan, mempertimbangkan banyak hal, aspek keamanan, ketersediaan supai logistik, suplai obat-obatan, ketersediaan tenaga kesehatan dan dokter. Paling penting adalah izin dari pemerintah setempat. Itu kan nggak mudah, itu harus diklarifikasi dulu baru kita bisa sampai pada keputusan perlu atau tidak membangun rumah sakit lapangan,” ujarnya.

Lebih jauh Bagus mengatakan ia sangat memahami bahwa di saat krisis seperti sekarang ini fasilitas kesehatan dalam bentuk apapun di Gaza memang akan sangat membantu warga Palestina di wilayah itu. Tetapi keputusan pembangunan rumah sakit lapangan tidak dapat dibuat dalam waktu singkat, dan ia terbuka pada semua opsi yang dapat meringankan penderitaan warga Palestina di Gaza.

Terkait veto Amerika terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait gencatan senjata, Bagus mengharapkan negara-negara pemilik hak veto bisa bertindak bijaksana melihat kondisi di lapangan dan tidak bersikap berat sebelah.

Jika aksi kekerasan makin merajalela dan tidak bisa ditindak, maka akan terjadi defisit kepercayaan, sehingga semua dialog dan perundingan akan dianggap tidak penting, tegas Bagus.

Pengamat: Tanpa Gencatan Senjata, Tragedi Kemanusiaan Tak Terhindarkan

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Mahcmudi mengatakan serangan berkelanjutan Israel dan tidak terwujudnya gencatan senjata antara Israel-Hamas, membuat tragedi kemanusiaan di Gaza tak terhindarkan.

“Kita berharap solusi bagi Palestina bisa diselesaikan dengan gencatan senjata yang permanen, agar tidak lagi berjatuhan korban-korban yang semakin banyak dan krisis kemanusiaan juga semakin sulit untuk diatasi,” ujar Yon.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, mengatakan hingga hari Rabu (21/2) hampir 29.000 warga Palestina tewas, sementara korban luka-luka mencapai lebih dari 68.000 orang. Ini belum mencakup aksi kekerasan yang kini juga meluas ke Rafah dan Tepi Barat.

Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza sebagai pembalasan terhadap serangan Hamas ke bagian selatan wilayahnya pada 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menculik 250 orang, yang sebagian di antaranya telah dibebaskan dalam gencatan senjata November lalu.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah