Sidang Mahkamah Internasional PBB: China Sebut Konflik di Gaza Bagian dari Penindasan Israel Selama Puluhan Tahun

Riyad Al-Maliki, Menteri Luar Negeri Otoritas Nasional Palestina (kanan) dan Riyad Mansour, perwakilan Otoritas Nasional Palestina di PBB, kedua dari kanan, menunggu pengadilan tertinggi PBB membuka sidang bersejarah di Den Haag, Belanda, 19 Februari 2024.(AP/Peter Dejong)

J5NEWSROOM.COM, China dan Iran, Kamis (22/2) menyampaikan argumen mereka di hadapan Mahkamah Internasional PBB tentang legalitas pendudukan Israel di wilayah Palestina.

Pernyataan kedua negara itu disampaikan pada hari keempat sidang dengar pendapat di Den Haag yang digelar atas pemintaan Majelis Umum PBB agar mahkamah memberikan pandangan hukum yang tidak mengikat terkait konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, yang mencakup pendudukan wilayah yang diupayakan menjadi negara Palestina.

Penasihat hukum Kementerian Luar Negeri China, Ma Xinmin, mengatakan, perang Gaza kali ini adalah bagian dari “penindasan Israel terhadap rakyat Palestina” selama berdekade-dekade.

“Perjuangan rakyat Palestina melawan penindasan yang menyiksa ini dan perjuangan mereka untuk menyelesaikan pendirian sebuah negara yang merdeka di wilayah pendudukan pada hakikatnya hanyalah tindakan untuk memulihkan hak-hak yang sah. Hak untuk menentukan nasib sendiri menjadi landasan hukum yang tepat bagi perjuangan ini. Penentuan nasib sendiri suatu bangsa adalah prinsip hukum internasional modern yang terkandung dalam Piagam PBB dan hak asasi manusia bersama di bawah hukum adat internasional,” sebutnya.

Sementara itu, Iran menuduh adanya “kejahatan berkelanjutan yang dilakukan rezim Israel di Jalur Gaza.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran bidang Hukum dan Hubungan Internasional Raza Najafi mengatakan, “Seluruh kekejaman dan kejahatan yang dilakukan rezim Israel selama hampir 80 tahun terakhir merupakan konsekuensi kelambanan (resolusi PBB). Bahkan kini, Dewan Keamanan lumpuh karena kebuntuan yang disebabkan oleh salah satu anggota tetapnya. Badan-badan PBB terkait lainnya juga bertanggung jawab untuk mengawasi dan mencatat pelanggaran hak asasi manusia dan membantu menyeret para pelaku ke meja hijau. […] Tentunya, sebagai lembaga peradilan utama PBB, pengadilan ini mempunyai peran penting.”

Argumen China dan Iran disampaikan sehari setelah Amerika Serikat meminta mahkamah tidak mengeluarkan pendapat hukum yang mengatakan Israel harus mundur dari wilayah yang diupayakan menjadi negara Palestina, dengan memperingatkan “konsekuensinya bagi pihak-pihak yang terlibat konflik.”

Richard Visek, penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS, mengatakan, “Beberapa hari yang lalu di Konferensi Keamanan Munich, Menlu AS Blinken menekankan bahwa upaya mewujudkan negara Palestina menjadi lebih mendesak dari sebelumnya, negara yang juga menjamin keamanan Israel dan membuat komitmen yang diperlukan untuk mewujudkannya.”

Gagasan tentang tanah untuk perdamaian telah menjadi landasan diplomasi yang dipimpin AS selama puluhan tahun, sekaligus menjadi dasar tercapainya Perjanjian Kamp David antara Israel dan Mesir, di mana Israel menarik diri dari Semenanjung Sinai dengan imbalan perdamaian dan pengakuan.

Prinsip yang sama telah diterapkan pada konflik Israel-Palestina, tetapi proses perdamaian di antara keduanya telah berulang kali terhenti karena serangan Palestina, perluasan permukiman Israel di wilayah pendudukan dan ketidakmampuan kedua pihak untuk menyepakati isu-isu sensitif seperti garis perbatasan, status Kota Yerusalem dan nasib para pengungsi Palestina. Israel mencaplok wilayah Tepi Barat, Yerusalem timur dan Jalur Gaza pada perang Timur Tengah tahun 1967.

Bangsa Palestina sendiri mengupayakan agar ketiga wilayah tersebut menjadi bagian dari negara Palestina yang merdeka kelak. Di sisi lain, Israel mengklaim Tepi Barat sebagai wilayah sengketa yang masa depannya harus diputuskan melalui negosiasi.

Israel juga telah membangun permukiman di Tepi Barat, yang banyak di antaranya menyerupai pinggiran kota dan kota-kota kecil yang sudah berkembang sepenuhnya.

Permukiman tersebut ditempati 500.000 pemukim Yahudi, sementara tiga juta warga Palestina tinggal di wilayah tersebut.

Komunitas internasional menganggap permukiman tersebut ilegal.
Pencaplokan Israel terhadap Yerusalem timur, yang menaungi situs-situs agama paling suci di kota tersebut, tidak diakui dunia internasional.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Agung