Oleh Prijanto
KALIMAT kunci: Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Kita mendirikan negara “semua buat semua”, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan. Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan dalam permusyawaratan. (Yudi Latif, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, hlm. 16).
Kalimat kunci di atas, adalah ajakan Bung Karno, yang mengingatkan saya sewaktu kursus di Lemhannas. Kertas kosong pun bisa didiskusikan, adu argumentasi dari pagi hingga sore. Selesai diskusi, makan malam, pesiar bersama-sama, haha-hihi, lupa otot-ototan di kelas. Ngobrol bersatu sesama siswa, bermusyawarah, berpikir untuk negeri bagaimana baiknya.
Beda dengan tagline Pipres 2024; menjadi bahan adu argumentasi, membelah paradigma dan pergaulan sesama anak bangsa, sehingga merusak persatuan, walaupun coblosan sudah usai. Hidup pun terkotak-kotak, tidak sadar bahwa Pemilu sudah usai, tetapi masih saja saling mengejek dan “menelanjangi”.
Tagline Pilpres Indonesia 2024, Paslon 01 Perubahan, Paslon 02 Berkelanjutan dan Paslon 03 Cepat dan Unggul. Namun, Mahfud MD ketika dialog terbuka di Muhamadiyah, Mahfud mengatakan dirinya dan Ganjar mengusung Keberlanjutan dan Perbaikan. Dengan demikian, frasa tagline 03 memiliki hakikat yang sama atau paduan antara tagline 01 dan 02.
Tagline 01 yang terdiri satu kata Perubahan dan tagline 02 Berkelanjutan, sepintas memiliki makna yang bertentangan. Rakyat, utamanya para nitizen, menangkap perbedaan kata tersebut menjadi bahan otot-ototan, saling mengejek, adu argumentasi, sehingga membuat pembelahan dalam kehidupan masyarakat.
Apabila kita cermati, sesungguhnya kedua tagline memiliki kandungan niat yang sama, walaupun diungkapkan dengan kata yang beda. Anies atau Prabowo jika terpilih, sebagai pejabat Presiden baru, tentu akan mengatakan siap melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan sebagai Presiden.
Artinya, kebijakan Presiden baru tentu akan melanjutkan yang baik, meninggalkan yang buruk atau mengubah yang buruk menjadi baik dan berbuat yang belum pernah ada. Inilah clue yang terkandung di dalam tagline Berkelanjutan dan Perubahan. Benarkah demikian?
Mari kita uji. Anies dalam wawancara dengan masyarakat mengatakan dirinya tidak anti hal yang baik. Anies mencontohkan, sewaktu menjabat Gubernur, tetap melanjutkan kebijakan yang baik dari Ahok. Sedangkan Prabowo, dalam orasinya menjelaskan akan melanjutkan kebijakan yang baik untuk rakyat, dan meninggalkan yang tidak baik untuk rakyat. Ternyata, kedua tagline tersebut memiliki hakikat kandungan yang sama dalam implementasinya.
Belajar dalam Pilpres 2019, dimana telah terjadi pengkotak-kotakan masyarakat menjadi kelompok Cebong, Kampret dan Kadrun, terbawa sampai menjelang Pilpres 2024; dan hilang akibat perubahan konstelasi politik. Perseteruan ini jelas tidak sehat, membuat persatuan terbelah dan membuat kaku pergaulan di masyarakat.
Kalimat kunci di atas, merupakan salah satu dari lima prinsip yang disampaikan Bung Karno dalam pidatonya ketika mencari persatuan philosofische groundslag, atau weltanchauung untuk Indonesia merdeka. Pidato tersebut disampaikan pada 1 Juni 1945, dihadapan anggota BPUPKI.
Kelima prinsip dari Bung Karno menjadi bahan yang diolah oleh Panitia penyusun Rancangan Undang-Undang Dasar dalam BPUPKI. Kelima dasar yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut disepakati dan disahkan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, bersifat final, politis dan legal.
Walaupun perjalanan sejarah bangsa Indonesia mengenal era Orla, Orba dan kini Reformasi, namun kedudukan Pembukaan UUD 1945 tetap tidak berubah; tetap sebagai staatsfundamentalnorm, yang di dalamnya bersemayam norma dasar atau grundnorm milik bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, sebagai falsafah bangsa Indonesia, juga sebagai ideologi negara dan way of life serta alat pemersatu bangsa dan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila selalu diteriakkan: “Pancasila harga mati”. Dengan demikian, Pancasila harus dipedomani, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apabila istilah Cebong, Kampret dan Kadrun tidak menguntungkan dalam perjalanan bangsa di masa lalu, sebaiknya segera simpan tagline Pilpres 2024, dan segera bangun persatuan Indonesia, dengan semangat toleransi, persaudaraan dan perdamaian yang berkeadilan yang bermanfaat. Ingatlah, kehendak bersatu pada hakikatnya salah satu syarat terbentuknya bangsa, kata ilmuwan dan filsuf Perancis Ernest Renan, pada abad 18.
Menyimak apa yang disampaikan politisi muda Ahmad Sahroni dari Nasdem, ketika ditanya tentang sikap partainya, dengan adanya DNA partai yaitu Perubahan, Ahmad Sahroni secara politis menjawab itu hanya tagline dalam Pemilu. Secara pribadi saya memberikan apresiasi atas pandangannya. Tagline Pemilu hanyalah untuk Pemilu.
Memang seyogyanya, ke depan, semua komponen masyarakat dalam upaya membangun bangsa dan negara, lebih mengedepankan nilai persatuan. Ingatlah, hanya dengan persatuan, bangsa-bangsa di Nusantara bersatu menjadi bangsa Indonesia yang mampu mengusir penjajah, sehingga Indonesia merdeka.
Para pahlawan kusuma bangsa, yang jasadnya tersebar di hutan, gunung, lembah, ngarai dan makam-makam, baik dikenal maupun tak dikenal, telah mewariskan nilai-nilai persatuan sejak tahun 1928. Melalui persatuan itulah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Nilai-nilai persatuan itulah yang harus kita pedomani dalam mengisi kemerdekaan ini, untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
Sebagaimana disampaikan Bung Karno, bahwa kita mendirikan negara Indonesia, untuk semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Bung Karno yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah persatuan disertai nilai-nilai permusyawaratan, perwakilan. Apa-apa yang belum memuaskan, dibicarakan secara musyawarah. Bukan dengan perdebatan.
Simpanlah tagline Pilpres, dan mari kita bangun persatuan. Sebab, Indonesia yang kaya sumber daya alamnya, bak zamrud khatulistiwa, menjadi incaran asing, yang menggunakan komprador untuk memecah belah persatuan. Begitu pula ulah para anasir-anasir ekstrim kiri dan ektrim kanan yang ingin mengganti falasah bangsa Indonesia Pancasila dengan faham mereka.
Dalam rangka menjaga, mempertahankan, dan mengelola sumber daya alam demi kemakmuran rakyat Indonesia, tidak ada kata-kata yang tepat selain ajakan simpan tagline Pilpres 2024, dan mari kita bersatu, dengan mempedomani, menghayati, dan mengamalkan Dwi Azimat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945, sebagai warisan founding fathers and mothers Indonesia, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
InsyaAllah, semoga Indonesia mampu mencapai Indonesia emas, yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin.*
Penulis adalah mantan Wagub DKI Jakarta 2007-2012 dan Aster KASAD 2006-2007