Menolak Lupa, 3 Maret 1924, Sejarah Kelam Umat Islam

L. Nur Salamah, S.Pd.

Oleh: L. Nur Salamah, S.Pd.

TAHUKAH kita? Seratus tahun sudah dunia Islam dan Kaum Muslimin kehilangan junnah (perisai). 3 Maret 1924 merupakan peristiwa yang sangat monumental, sejarah kelam bagi umat Islam yakni runtuhnya institusi Islam (kekhilafahan) Turki Ustmani di tangan Mustafa Kemal Pasha, laknatullah alaik.

Adapun setelah keruntuhan itu, kaum muslimin seperti anak ayam kehilangan induknya. Seperti anak yang tidak memiliki seorang bapak alias yatim, ketika ada yang melecehkan kehormatannya, ada yang meneror hingga menghilangkan nyawanya tidak ada yang berdiri tegak untuk membela.

Seperti halnya yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina ini hari. Mereka dijajah secara militer, dibombardir oleh Entitas Yahudi. Namun belum ada bantuan yang signifikan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan tersebut.

Kalau pun ada hanya sebatas bantuan makanan dan obat-obatan. Sangat jauh panggang dari api. Jangankan untuk makan. Sekadar untuk bernafas saja tidak tenang. Bom setiap saat bisa menyasar ke kepala mereka.

Selain makanan dan obat-obatan, paling banter  hanya memberikan dukungan dan doa. Apakah semua sudah cukup untuk menyelesaikan persoalan?

Jika kita analogikan. Palestina itu adalah sebuah rumah. Warga yang tinggal di sana adalah penghuni rumah. Kita sebagai tetangga. Ketika rumah tersebut dimasukin perampok yang menjarah isi rumah. Kemudian penghuninya disekap, disiksa bahkan dibunuh. Lantas apakah kita hanya cukup dengan mendoakan. Tentu tidak. Butuh aksi nyata yaitu mengusir perampok/ penjajah tersebut hingga pergi dan tidak kembali lagi.

Namun sayangnya, belum ada aksi nyata dari penguasa negeri Muslim untuk mengusir dan melawan penjajahan. Hingga seratus hari lebih pertempuran di Gaza telah mengakibatkan puluhan ribu warga Palestina terbunuh. Sekitar 16.000 atau tidak kurang dari 70% diantaranya adalah perempuan dan anak-anak. Semakin hari kondisi di sana kian terpuruk. Krisis kemanusiaan itu nyata. Jutaan orang berisiko kelaparan.

Bukan hanya Palestina, Muslim Rohingya juga terlunta-lunta, terombang-ambing mencari suaka, dijajah Budha Myanmar. Kemudian Muslim Uighur di Turkistan Timur juga dijajah ateis-komunis Cina, Muslim Kashmir dan Jammu dijajah Hindu India.

Lantas di mana hati nurani kita sebagai sesama muslim? Bukankah kita ibarat satu tubuh. Jika ada sebagian anggota tubuh yang sakit seluruh tubuh ikut merasakannya. Namun penguasa di negeri-negeri Muslim seperti Indonesia, Pakistan, Malaysia, Saudi Arabia, Mesir, Turki dan lainnya mereka tak ubahnya seperti macan podium dan macan kertas. Sebatas menggertak dan mengecam. Tidak lebih dari itu. Tidak ada satupun yang berani mengirimkan pasukan militernya untuk berjihad melawan penjajahan tersebut.

Tidak salah jika ada pernyataan bahwa para penguasa negeri Muslim itu tak lebih hanyalah jongosnya kafir penjajah. Sejatinya, mereka juga terjajah walau tidak dijajah secara fisik atau militer.

Penjajahan model ini jelas lebih berbahaya daripada penjajahan fisik, karena tidak merasa  terjajah bahkan dengan sukarela mengikuti titah para penjajah.

Ikatan nasionalisme yakni sebuah paham yang menjunjung tinggi tanah airnya, yang dicekokkan oleh kafir penjajah (pasca-runtuhnya Khilafah Islam) justru menjadi penghalang persatuan umat. Menghalangi mereka untuk saling membantu satu dengan yang lain. Sebaliknya mereka beranggapan itu urusan negara masing-masing.

Di sisi yang lain mereka terus berupaya keras untuk mengubah pemahaman kaum Muslim yang masih lurus dengan pemahaman ala kafir penjajah dengan istilah moderasi beragama atau Islam moderat, yaitu Islam yang mengikuti kehendak penjajah. Tidak cawe-cawe dalam urusan politik bernegara. Islam hanya sebatas ibadah ritual semata.

Bahkan mereka berusaha untuk mengaburkan dan mengubur syariat Islam yang berkaitan dengan jihad dan khil4f4h. Para aktivis Islam yang konsisten mendakwahkan ajaran Islam yang benar dilabeli radikalis dan teroris serta dimonsterisasi begitu rupa, seakan ajaran Islam itu sangat membahayakan.

Maka wajar, jika tak satu pun para penguasa negeri Muslim sekarang ini yang akan mengirimkan tentaranya untuk berperang melawan penjajahan. Karena sejatinya mereka juga terjajah dari segi akidah dan pemikiran. Bahkan bangga menjadi boneka penjajah.

Saatnya Bangkit

Sampai kapan kondisi Kaum Muslimin akan terus  menderita dan terjajah, baik fisik maupun pemikiran. Cukup sudah seratus tahun tanpa khil4f4h.

Saatnya bangkit dan menyadarkan umat bahwa kita harus bersatu mencampakkan sistem kufur, menghempaskan sekat nasionalisme dengan terus berjuang mewujudkan dan menyambut janji Allah SWT dan dan kabar gembira dari Rasulullah SAW, yakni tegaknya khil4f4h yang mengikuti manhaj kenabian, yang akan melindungi Kaum Muslimin dari berbagai penindasan.

Waallahu A’lam Bish Shawwab.

Penulis adalah Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Kota Batam