Propaganda Moderasi Meracuni Paradigma Generasi

Naila Ahmad Farah Adiba

Oleh Naila Ahmad Farah Adiba

MENGEJUTKAN! Dalam sebuah kegiatan pesantren kilat, membahas mengenai implementasi moderasi beragama dalam lingkungan sekolah, dan tentu saja diharapkan kepada seluruh warga sekolah untuk menaati rambu-rambu moderasi yang telah ditetapkan.

Moderasi berasal dari beberapa bahasa seperti bahasa latin yaitu moderatio yang berarti kesedangan, sedangkan dari bahasa Inggris yakni moderation yang artinya sikap tidak berlebih-lebihan. Bahkan dalam KBBI sendiri, ada penjelasan mengenai sikap moderasi ini. Namun apakah seperti itu pada kenyataannya?

Dalam implementasinya, para pengusung ide moderasi beragama ini merujuk pada Surah Al Baqarah ayat 143 yang artinya, “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Kata wasathan mereka artikan dengan salah kaprah. Padahal dalam konteks tersebut, yang dimaksud adalah menjadi hakim yang adil antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Dengan mudahnya mereka mengatakan bahwa moderasi adalah beragama yang biasa-biasa saja, tidak perlu sampai yang ekstrim.

Padahal dalam surah Al Baqarah ayat 208 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” Telah jelas disampaikan dalam ayat tersebut bahwa kita harus masuk Islam secara sempurna, tentu saja dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan yang telah Allah firmankan.

Maka, ketika seseorang melaksanakan syariat atau aturan sesuai dengan yang Allah perintahkan dan yang Rasul contohkan, apakah itu juga dikatakan sebagai orang yang ekstrim dalam beragama? Tentu saja tidak. Namun masyarakat sekarang menganggap segala hal yang berbau agama dikatakan terlalu fanatik.

Dalam hal ini, propaganda moderasi beragama telah meracuni paradigma berpikir hampir seluruh lini masyarakat, termasuk para generasi mudanya. Sehingga banyak dari mereka yang telah salah menyikapi moderasi ini. Mereka menganggap bahwa moderasi beragama adalah suatu hal yang baik dan benar.

Padahal, dengan dalih moderasi, banyak yang pada akhirnya tidak mengerti bahwa kewajiban mendirikan sebuah negara yang berasaskan Islam itu adalah hal mutlak. Namun sayangnya, hal itu tidak mereka sadari akibat dari menyebarnya paham moderasi ini dikalangan anak muda.

Maka, tugas kita menjadi lebih berat dalam berdakwah, yakni menyadarkan kepada umat bahwa kebijakan dan sistem saat ini tidaklah sesuai dengan apa yang dahulu Rasul contohkan, yakni mendirikan negara dengan syariat Islam sebagai aturannya.

Oleh karena itu, tetap semangat dan pantang menyerah dalam mendakwahkan Islam ke berbagai penjuru wilayah. Semoga kelak Allah catat sebuah perjuangan kecil ini sebagai pahala kebaikan di sisi-Nya.

Wallahu a’lam bish showwab.

Penulis adalah siswi MAN Batam