Wajib Lapor Barang Bawaan ke Luar Negeri Tuai Kontroversi

Kim Ji-eun, seorang wisatawan, memeriksa isi kopernya di bandara internasional Incheon, Korea Selatan, 25 November 2021. (REUTERS/ Heo Ran)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Permasalahan barang bawaan penumpang kembali menjadi viral setelah beredar video yang diunggah oleh akun media sosial Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) Bandara Kualanamu. Dalam video tersebut dijelaskan bahwa penumpang yang hendak bepergian ke luar negeri harus melaporkan barang bawaan mereka agar sekembalinya ke tanah air, barang-barang tersebut tidak dikenai pajak.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani memberikan penjelasan mengenai aturan barang bawaan penumpang ke luar negeri.

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Kebijakan ini viral dan ramai dikritik oleh masyarakat. Pasalnya netizen yang hendak pergi ke luar negeri harus melaporkan barang bawaanya terlebih dahulu ke bea dan cukai, agar ketika kembali ke tanah air, barangnya tidak dikenakan pajak. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa prosedur ini cukup berbelit-belit.

Namun, Askolani mengatakan justru kebijakan ini untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang kembali ke tanah air, sehabis bepergian dari luar negeri. Ia menjelaskan barang-barang yang harus dilaporkan tersebut merujuk kepada barang-barang yang cenderung mahal, seperti kamera, handphone, laptop, ipad dan lain-lain. Meskipun peraturan tersebut sudah ada sejak tahun 2017, namun katanya peraturan ini sangat jarang digunakan oleh para penumpang.

“Tetapi selama ini, kebijakan itu sangat minimal dipakai oleh para penumpang, sebab memang secara lazim kita pun, dengan tidak mencatat itu, tetap memberikan kemudahan dengan percepatan pelayanan terhadap penumpang,” ungkap Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/3).

Selama ini, jelas Askolani, kebijakan itu seringkali dimanfaatkan oleh para pelaku usaha yang hendak melakukan kegiatan pameran di luar negeri untuk menjajakan produk-produk mereka. Mereka seringkali mencatat dan melaporkan barang-barang apa saja yang hendak dibawa ke luar negeri mengingat barang bawaan mereka pasti cukup banyak.

“Maka dalam waktu kedatangan pulang itu akan mempermudah dan mempercepat pelayanan di bandara. Tentunya komunikasi ini menjadi sangat penting dan juga kita edukasi kepada para pelaku usaha lainnya dan terhadap barang-barang itu tidak dikenakan bea masuk atau PPN sehingga itu betul-betul bahwa memang barang bawaan dari dalam negeri untuk mendukung kegiatan usaha mereka di internasional dan masuknya pun kemudian dipermudah dan dipercepat,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun angkat bicara. Ia berterimakasih atas saran dan kritik dari masyarakat terhadap setiap kebijakan dari pemerintah. Terkait kebijakan bawang bawaan penumpang tersebut, Menkeu mengatakan ada sosialisasi yang kurang akan aturan ini sehingga membuat gaduh di masyarakat, padahal sebenarnya aturan ini justru untuk memudahkan penumpang.

“Sebetulnya tujuannya mempermudah tapi mungkin komunikasinya yang perlu untuk lebih disederhanakan dan diperjelas sehingga tidak menimbulkan berbagai reaksi yang kemudian meresahkan,” ungkap Menkeu Sri.

Maka dari itu, Menkeu Sri meminta kepada Ditjen Bea dan Cukai untuk melakukan sosialisasi yang lebih jelas agar masyarakat lebih paham kebijakan tersebut diperuntukkan oleh jenis penumpang seperti apa.

“Untuk itu saya sudah minta kepada bea cukai untuk barang bawaan tadi yang sebenarnya tujuannya adalah untuk membantu teman-teman yang melakukan kegiatan atau event di luar negeri yang membawa barang banyak bahkan termasuk dari UMKM yang melakukan pameran itu sering komplikasinya di dalam membawa kembali barangnya ke Indonesia,” jelasnya.

“Itu yang sebetulnya tujuan dari PMK lebih kepada itu. Nanti akan semakin diluruskan dan diperjelas sehingga tidak membebani dan bukan menjadikan Indonesia menjadi outliers. Sementara kalau teman-teman dari bea cukai melakukan dan mengeksekusi dari kebijakan dan kementerian yang lain itu juga kita akan terus koordinasikan sehingga makin membuat masyarakat paham sebetulnya tujuan dari policy-nya itu apa dan kemudian tidak menimbulkan keresahan atau berbagai reaksi negatif. Tapi kami berterimakasih terhadap masukan itu,” tegasnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan kebijakan tersebut kurang tepat untuk diterapkan. Pasalnya, menurutnya, prosedurnya dinilai cukup berbelit-belit dan membebani penumpang.

“Tetapi yang jelas kebijakan ini menurut saya ada ekses negatifnya yang mana itu membebani orang, jadinya orang ribet dengan birokrasi itu. Dengan membebani orang itu, saya lihat ada celah bagi oknum pegawai bea cukai untuk berperilaku koruptif,” ungkap Trubus.

Menurutnya, sebelum membuat sebuah kebijakan ada baiknya pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu dengan melibatkan partisipasi publik sehingga tidak menimbulkan kritikan keras dari masyarakat.

“Jadi, ada juga dulu ada soal jastip (jasa titip, red) dipersoalkan, itu soal kecil sebenarnya sementara ada persoalan di kita misalnya banyak barang-barang selundupan yang masuk ke Indonesia dan sebenarnya yang harus ditangani ya itu bukan masalah jastip. Kenapa produk-produk harus dilaporkan dulu? Ini yang membuat di samping menghambat iklim investasi, juga menghambat banyak hal dan malah kontraproduktif jadinya,” pungkasnya.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah