J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Empat anggota Kabinet Indonesia Maju memberikan kesaksian pada Jumat (5/4) bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dalam distribusi bantuan sosial (bansos) dari pemerintah selama kampanye pemilu baru-baru ini, meskipun ada klaim dari dua calon presiden yang kalah bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan pemenang pemilu.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memenangkan pemilu dengan 58,6% suara, atau lebih dari 96 juta surat suara, lebih dari dua kali lipat jumlah yang diperoleh masing-masing oleh dua capres lain, menurut Komisi Pemilihan Umum.
Kandidat yang kalah, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo – mengatakan pemilu tersebut dirusak oleh penyimpangan dan meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan hasil pemilu dan memerintahkan pemungutan suara ulang dalam gugatan hukum yang berbeda.
Mereka mengatakan kemenangan Prabowo adalah hasil dari kecurangan yang meluas dan bahwa Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya melanggar hukum dan norma untuk mendukung Prabowo, dengan bantuan sosial pemerintah digunakan sebagai alat untuk membeli suara.
Presiden diharapkan bersikap netral dalam pemilu untuk menggantikannya, tetapi Prabowo, mantan saingan Jokowi yang dua kali kalah dalam pemilu sebelum bergabung dengan pemerintahannya, mencalonkan diri sebagai penggantinya. Ia bahkan memilih putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presidennya, meski Gibran tidak memenuhi persyaratan konstitusi yang menyatakan bahwa para calon harus berusia minimal 40 tahun.
Anies dan Ganjar berpendapat bahwa Gibran seharusnya didiskualifikasi dan meminta pengadilan melarangnya mengikuti pemungutan suara ulang. Sebelum pemilu, Gibran diberi pengecualian kontroversial terkait persyaratan usia minimum oleh Mahkamah Konstitusi, yang saat itu dipimpin oleh Anwar Usman, saudara ipar Jokowi. Anwar kemudian dipaksa mundur sebagai ketua Mahkamah Konstitusi karena ikut terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kasus itu.
Bantuan sosial yang besar dari pemerintah dicairkan di tengah kampanye – jauh lebih besar daripada jumlah yang dikeluarkan selama pandemi COVID-19 – dan Jokowi mendistribusikan dana secara langsung di sejumlah provinsi.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang berjumlah delapan orang memanggil Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk mendapatkan disposisi mereka, kata ketua majelis itu, Suhartoyo.
Muhadjir membantah bahwa bantuan pemerintah yang diberikan pada Januari hingga Juni 2024 menguntungkan Prabowo pada Pilpres Februari, dan mengatakan bantuan itu disalurkan untuk mencapai target pengentasan kemiskinan ekstrem.
Airlangga, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, bagian dari koalisi pendukung Prabowo, mengatakan penurunan produksi beras akibat fenomena El Nino membuat pencairan bansos menjadi penting. Ia mengatakan bantuan tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari kenaikan harga komoditas akibat El Nino dan gangguan rantai pasokan global.
“Pemerintah harus menerapkan strategi untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan dan daya beli masyarakat,” kata Airlangga seraya menambahkan bahwa program tersebut transparan dan akan terus dilaksanakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Imdrawati, mantan direktur pelaksana Bank Dunia, mengatakan bantuan tersebut merupakan bagian dari anggaran pemerintah dan telah disetujui oleh parlemen.
“Realisasi dan pola pembayarannya tidak berbeda dibandingkan periode enam tahun sebelumnya,” kata Sri. Dia mengatakan, penetapan APBN 2024 sudah rampung sebelum KPU mengumumkan bakal calon presiden.
Kasus ini akan diputuskan oleh delapan, bukan sembilan hakim Mahakamah Konstitusi, karena Anwar, yang masih menjabat di mahkamah itu tidak boleh melibatkan diri.
Prabowo sendiri pernah dua kali pergi ke pengadilan untuk menggugat hasil pemilu setelah kekalahannya dari Jokowi, namun pengadilan menolak klaimnya karena dianggap tidak berdasar. Penolakannya menerima hasil pemilu presiden 2019 berujung pada kekerasan yang menewaskan tujuh orang di Jakarta.
Sidang dimulai pada 28 Maret dan putusan yang diperkirakan akan dikeluarkan pada 22 April, tidak dapat diajukan banding.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah