Oleh Dahlan Iskan
MESKI Prabowo Subianto ke Tiongkok sebagai menteri pertahanan, tetap saja ramai. Dipuji. Dikecam.
Prabowo tetap dianggap ke Tiongkok sebagai ‘presiden terpilih’. Dianggap terburu-buru. Kan belum dilantik. Bahkan belum resmi terpilih. Kucing pun sudah tahu: masih disengketakan di Mahkamah Konstitusi.
Berbeda ketika pekan lalu itu ternyata Prabowo juga ke Jepang. Dingin. Sedingin berita tentang angket di DPR. Tidak ada pujian tinggi. Tidak ada kecaman hebat.
Di Tiongkok Prabowo diterima langsung Presiden Xi Jinping. Setelahnya baru bertemu sesama menteri pertahanan. Sama: di Jepang juga diterima pemimpin pemerintahan tertinggi.
Ketika Prabowo di Beijing saya masih di Chaozhou, pinggiran Guangdong. Orang di sana pun tahu: “besok Pak Prabowo ke Beijing,” kata mereka.
Justru dari orang di sana itu saya tahu Prabowo akan ke Beijing. Media di Indonesia belum ada yang membocorkannya.
Saya pun tertegun: apakah bijaksana bertemu Xi Jinping begitu dini? Bukankah terlalu sensitif –di dalam negeri maupun di dunia internasional? Kenapa tidak bersabar dulu?
Waktu pertanyaan-pertanyaan itu muncul di benak, saya belum tahu kalau Prabowo juga akan ke Jepang. Maka begitu tahu bahwa keesokan harinya Prabowo ke Jepang gejolak di pikiran saya reda: “sangat bijaksana, setelah ke Beijing Prabowo langsung ke Tokyo,” kata saya dalam hati.
Apalagi setelah tahu semua kunjungan itu dalam kapasitas Prabowo sebagai menteri pertahanan.
Bahkan saya dengar Prabowo juga segera ke Eropa. Tentu juga ke Timur Tengah –setidaknya ke Yordania bertemu sahabat sejatinya yang berkuasa di sana: Raja Abdullah II.
Justru kunjungan sebagai menteri pertahanan itulah yang membuat posisi Prabowo aman.
Dalam sopan santun pergaulan internasional presiden baru Indonesia harusnya ke Singapura dulu: sebagai tetangga yang baik. Juga sebagai sesama anggota ASEAN. Tapi ini kan sebagai menteri pertahanan. Tidak ada yang bisa dipersoalkan.
Itulah posisi unik Prabowo saat ini: “menteri rasa presiden”. Ia bisa menyelam sambil menanam rumput laut. Media pun tidak terlalu mempedulikan jabatan resmi Prabowo. Selalu saja menyebut Prabowo sebagai presiden terpilih. Suka-suka media.
Dari Beijing ke Tokyo sungguh bijaksana: bisa mengurangi rasa sensi. Tokyo di situ harus dibaca sekaligus sebagai lambang ‘sahabatnya Amerika Serikat’.
Media-media berbahasa Mandarin awalnya agak ‘kacau’ dalam menuliskan nama Prabowo: harus ditulis dengan ejaan bagaimana?
Kebingungan media itu biasa. Prabowo tidak punya nama Mandarin. Awalnya media selalu kacau menuliskan nama seseorang yang belum terkenal.
Jadi suka-suka media: bagaimana menuliskan nama seseorang itu dalam huruf Mandarin.
Awalnya media berbahasa Mandarin lebih memilih menuliskan nama Prabowo Subianto dengan nama belakangnya saja: Subianto. Tulisannya begini: 苏比安托. Su Pi An Tuo.
Tapi ada juga media yang menuliskan namanya begini: 苏比延多. Su Pi An Duo.
Mereka hanya memilih nama belakang Prabowo dengan alasan –dugaan saya– agar lebih mudah saja.
Di nama belakang itu diawali suku kata ‘Su’. Kebetulan dalam daftar marga Tionghoa ada marga ‘Su’. Maka dengan mudah media memberi Prabowo marga ‘Su’ (苏).
Sedang tambahan nama Pi An Tuo di belakang marga itu mereka karang sendiri. Yang penting pengucapannya agak mirip. ”Pi” artinya ”bersaing”: menang dalam persaingan.
‘An’ artinya ‘aman-damai’. Di bawah kepemimpinannya akan aman. ‘Tuo’ berarti ‘kepercayaan’. Maksudnya: Prabowo bisa dipercaya.
Prabowo adalah: orang bermarga Su yang unggul, mengayomi dan bisa dipercaya.
Memberi nama adalah memberi doa. Doa media berbahasa Mandarin begitu baiknya.
Kelak perbedaan penulisan nama seperti itu akan hilang. Pelan-pelan media akan menyatu dengan satu ejaan nama. Kian terkenal seseorang, kian cepat dicapainya kesepakatan penulisan nama orang asing di sana.
Dan ‘kesepakatan’ itu kelihatannya segera terwujud. Menurut pengamatan saya, media di sana akan punya kesepakatan baru. Tidak akan pakai 苏比安托 juga tidak pakai 苏比安托.
Kian hari kian banyak yang memilih pakai nama depan saja: Prabowo. Mungkin karena sebagian besar orang memanggilnya Prabowo. Bukan Subianto.
Saya lihat media pilih menuliskan Prabowo dengan ejaan Mandarin seperti ini:普拉博沃. Pu La Bo Wa.
Saya masih mencari-cari doa apa yang terkandung dalam nama Pu La Bo Wa itu. Saya juga belum menemukan apakah dalam 100 marga Tionghoa ada salah satunya marga ‘Pu’.
Jadi kelak kalau ada media menulis kata pu la bo wa, maksudnya adalah: Prabowo.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia