Oleh Dahlan Iskan
JADI, kenapa pilih tanggal 15 Mei? Bulan depan?
Itu yang juga jadi pertanyaan warga Singapura: mengapa Perdana Menteri Lee Hsien Loong pilih meletakkan jabatan di tanggal itu.
Tidak ada satu pun peristiwa di tanggal 15 Mei. Sepanjang perjalanan karirnya pun Lee tidak pernah mulai di tanggal 15 Mei.
Memang, suka-suka Lee sendiri: mau berhenti kapan saja. Tanggal berapa pun. Tapi tetap menarik: mengapa 15 Mei?
Lee lahir 10 Februari (1952). Istrinya, Madam Ho Ching, setahun lebih muda, tanpa dikenal tanggal kelahirannyi.
Atau ikut tanggal lahir istrinya yang pertama? Yang lebih tua setahun? Yang meninggal karena kanker di tahun 1982? Juga tidak. Seperti juga Ho Ching, Wong Ming Yang, tidak tercatat punya tanggal lahir.
Mungkin 15 Mei tanggal lahir Partai Aksi Rakyat yang berkuasa di Singapura selama lebih 60 tahun?
Juga tidak. PAP didirikan Lee Kuan Yew, ayah Lee Hsien Loong, tanggal 21 November (1954).
Di seluruh dunia, di masa lalu, pun tidak ada peristiwa penting tanggal 15 Mei.
Atau itu tanggal kelahiran penggantinya, Lawrence Wong? Tidak. Wong lahir 18 Desember (1972).
Mungkin Lee justru ingin membuat tanggal 15 Mei jadi hari penting. Khususnya bagi Wong yang kini berumur 52 tahun.
Lee Hsien Loong sebenarnya sudah memutuskan akan meletakkan jabatan tepat di usia 70 tahun. Dua tahun lalu.
Waktu itu ia belum menetapkan tanggalnya. Tapi sudah memberi isyarat bahwa calon penggantinya adalah Heng Swee Keat: wakil perdana menteri merangkap menteri keuangan.
Rencana mundur itu diundur: karena tiba-tiba ada Covid-19. Seiring dengan itu isyarat Lee pun berubah: dari Keat ke Lawrence Wong.
Maka Wong pun diangkat jadi wakil perdana menteri –semacam anak tangga terakhir sebelum jabatan perdana menteri.
Covid adalah ujian terakhir bagi Wong. Sukses. Maka rekam jejak Wong sangat gemilang.
Di antara empat calon yang diincar Lee, hanya Wong yang mencapai angka 0 untuk lima kategori: kegagalan, cedera janji, tuduhan, peringatan, dan denda.
Pemimpin baru Singapura itu lulus dengan sempurna untuk penilaian berikut ini: apakah pernah ada pengaduan dari masyarakat? Apakah pernah melanggar lalu lintas? Apakah pernah dipanggil polisi?
Juga: Tidak pernah terlihat punya kebencian rasial. Tidak pernah korupsi atau terima suap. Tidak pernah tersangkut masalah hukum. Tidak pernah menghindari dan menggelapkan pajak.
Pun: tidak ada penilaian negatif dari publik. Kondisi badannya sangat sehat. Kehidupan pribadinya tidak tercela. Tidak pernah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Bebas dari pemeriksaan Interpol, FBI, dan CIA.
Secara politik Wong juga sukses: selalu terpilih sebagai anggota parlemen.
Kelebihan lain: pidatonya di depan publik pun memikat.
Sudah dua tahun Wong ‘magang’ jabatan tertinggi. Merangkap jadi menteri keuangan. Tidak akan ada guncangan apa pun.
Lulusan Wisconsin, Michigan, dan Harvard University ini pun menyatakan siap menerima jabatan perdana menteri.
Nasib Singapura. Selalu dapat pemimpin yang baik. Stabilitas yang begitu panjang membuatnya jadi negara maju.
Wong sebenarnya orang Ipoh, Malaysia. Tapi keluarganya pindah ke Singapura.
Nasib Malaysia juga kehilangan Wong.
Bulan depan tetangga kita punya pemimpin baru. Kita lebih dulu pemilu, ia lebih dulu punya pemimpin baru.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia