Biaya Pendidikan Mencekik, Program Pendidikan Murah dan Gratis Hanya Ilusi

Ilustrasi mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. (Ist)

Oleh Nai Ummu Maryam

PROGRAM pendidikan murah dan gratis masih menjadi ilusi. Jangankan gratis, untuk biaya murah saja masih sulit dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi semua membutuhkan biaya yang tidak murah. Alhasil tidak sedikit fakta di lapangan berbicara bahwa banyak dari para generasi bangsa ini yang terpaksa putus sekolah.

Bahkan bagi mereka yang sudah menduduki bangku SMA/Sederajat hanya mencukupkan diri untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dikarenakan biaya yang sangat mahal. Miris memang, di tengah hasil sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini, negara masih belum mampu menyokong anak bangsanya dalam menggapai pendidikan yang berkualitas dan merata.

Permasalahan yang Sistemik

Setiap orang tua, tentunya menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya, namun apalah daya jika biaya pendidikan selalu terbentur dengan kebutuhan hidup yang makin membengkak. Sembako mahal, tarif dasar listrik kian merangkak naik, kesehatan dikapitalisasi, pajak penghasilan makin mencekik, begitu pun gaji buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera.

Belum lagi perceraian yang makin meningkat, sehingga para wanita digiring untuk memiliki peran ganda dan berkecimpung dalam mencari nafkah. Anak-anak terbengkalai, pendidikan seadanya, nilai adab dan agama pun nihil hingga akhirnya berujung pada maraknya kriminalitas.

Begitulah permasalahan sistemik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat hari ini. Rakyat harus siap berjibaku sendiri dengan kesulitannya, sementara kekayaan negerinya dirampas oleh para oligarki dan koruptor. Miris memang, rakyat seperti mati di lumbung padi. Rakyat hanya gigit jari, pendidikan murah bahkan gratis masih menjadi bayang-bayang ilusi. Ya, semoga saja para pemangku negeri ini kembali bertanggung jawab dengan sepenuh hati.

Bicara Biaya Pendidikan Hari Ini

Jika menilik fakta di lapangan, contohnya seperti di Kota Batam, untuk biaya masuk tingkat taman kanak-kanak saja minimal harus merogoh kocek 1-3 juta saat tahun ajaran baru. Itu pun untuk kategori taman kanak-kanak tingkat perumahan. Tentunya, taman kanak-kanak bertaraf modern bahkan internasional lebih mahal lagi.

Sama halnya dengan tingkat jenjang sekolah dasar hingga menengah atas semua butuh biaya yang tidak murah. Makin bagus mutu sekolah tersebut maka makin besar pula biaya yang dikeluarkan orang tua.

Di sisi lain, rakyat seperti makan buah simalakama. Selain bicara biaya pendidikan, saat ini juga kurikulum di sekolah-sekolah juga minim dari nilai agama. Contohnya, ketika kita ingin menyekolahkan anak di sekolah berbasis umum memang lebih murah namun sayangnya sangat jauh dari nilai-nilai Islam.

Pelajaran agama hanya 2 jam pelajaran dalam sepekan. Nah begitu pun, ketika ingin memilih lembaga pendidikan islami juga harus mengeluarkan pundi-pundi rupiah yang besar. Sayangnya, tak semua masyarakat di negeri ini mampu menyekolahkan anak-anaknya di lembaga pendidikan islami.

Belum lagi kita melihat demo para mahasiswa menolak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang tiap semester atau tiap tahun ajaran baru yang selalu membengkak. Alhasil, banyak dari mahasiswa putus kuliah atau bahkan berani jual diri, mencuri hingga melakukan pinjaman online yang berbasis ribawi. Nauzubillah bin dzalik!

Bicara Solusi

Jika kita dihadapkan dengan sebuah permasalahan yang sistemik maka solusi yang dijalankan juga harus sistemik. Ada 3 pilar penting yang harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ini. Pilar pertama, yakni negara. Pendidikan rakyat adalah tanggungjawab negara. Negara dapat mengakomodir pendidikan murah bahkan gratis dari posko pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini.

Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada asing, aseng dan swasta untuk diprivatisasi. Negara wajib mandiri, adil, dan amanah dalam pengelolaan hasil sumber daya alam negeranya.

Lalu, hasilnya didistribusikan untuk kepentingan rakyat yang bisa dirasakan dalam bentuk pendidikan yang berkualitas kesehatan, serta infrastruktur yang merata. Sejatinya negeri ini kaya dan tidak kekurangan orang-orang hebat, namun sayangnya, negeri ini masih kekurangan orang-orang jujur dan bertakwa yang mampu mengelola kekayaan alam ini dengan penuh rasa tanggungjawab.

Selain peran negara yang telah disebutkan di atas tadi, selanjutnya negara wajib memperbaiki kurikulum pendidikan. Kurikulum yang diterapkan wajib berasaskan akidah dan berkepribadian Islam. Hal ini bertujuan untuk menciptakan generasi yang beriman dan bertakwa terlebih dahulu. Jadi tidak melulu bicara ahli dalam bidang pekerjaan saja, jika ujung-ujungnya digiring hanya untuk menjadi budak industri alias buruh.

Pilar kedua, adalah peran masyarakat. Masyarakat memiliki peran sebagai kontrol di lingkungan kehidupan sehari-hari. Ada dakwah, nasihat, serta sikap kepedulian yang tinggi antar sesama. Tidak boleh bersifat individualisme seperti saat ini. Jargon “siapa loe siapa gue” kian melekat. Seharusnya masyarakat senantiasa memberikan nasihat terkait agama dan norma adab bagi para generasi yang melenceng dari pergaulannya.

Pilar ketiga, peran individu dan keluarga. Sejatinya peran terpenting dari pendidikan anak adalah orang tuanya. Orang tua, terutama ibu adalah guru pertama dan sekolah utama bagi anak-anaknya. Maka, sudah selayaknya setiap wanita memiliki kecerdasan dan ketaatan kepada Rabb-Nya agar mampu mendidik anak-anaknya dengan syariat, ilmu dan adab. Wanita adalah tonggak sebuah peradaban. Jika rusak wanita dalam suatu negeri maka rusaklah generasi selanjutnya.

Selain 3 pilar yang penting di atas, adakalanya kita mengevaluasi bersama bahwa hari ini sistem kehidupan kita sedang tidak baik-baik saja. Pemisahan agama dari kehidupan makin menjadi-jadi sehingga kerusakan dan problematika hidup makin menjadi-jadi pula.

Maka, sudah selayaknya negeri ini mengevaluasi sistem kehidupan yang bersumber dari aturan Allah agar kehidupan berkah dan sejahtera. Termasuklah mampu menyelesaikan permasalahan dalam dunia pendidikan.

Wallahu’alam.

Penulis dan Pemerhati Generasi Bermestautin di Batam