J5NEWSROOM.COM, Batam – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam menuntut terdakwa pembunuh mantan Direktur RSUD Padang Sidempuan, Ahmad Yuda Siregar, di Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan tuntutan hukuman mati.
Terdakwa merupakan suami dari korban Tetty Rumandong Harahap (60). Pembunuhan itu terjadi di Perumahan Mukakuning Indah, Kelurahan Buliang, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam pada November 2023 lalu.
JPU Karya So Immanuel menyatakan, dari keterangan saksi-saksi dan fakta persidangan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melanggar pasal 340 KUHPidana.
“Menuntut agar terdakwa Ahmad Yuda Siregar dijatuhi hukuman pidana seumur hidup,” ujar Noel, sapaan akrab Karya So Immanuel, saat membacakan surat tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai Benny Yoga Dharma, didampingi anggota David Sitorus dan Monalisa Therisia Siagian.
Terhadap tuntutan itu, majelis hakim memberikan waktu satu pekan kepada terdakwa maupun penasehat hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
“Karena ini membutuhkan konsentrasi penuh, kami meminta waktu dua minggu majelis,” kata Rano Sirait, salah satu penasehat hukum terdakwa.
Namun, permohonan waktu dua pekan itu tak dikabulkan majelis hakim. “Satu minggu kami kasih waktu,” jawab hakim Benny.
Diketahui, terdakwa dalam melakukan pembunuhan itu bersama-sama dengan Bunga Lestari (dilakukan penuntutan terpisah).
Ahmda Yuda mengaku nekat membunuh istrinya itu lantaran dibohongi dan dipermainkan. Sebab, sebelum menikah dengan korban, tersangka mengaku sudah berkorban banyak untuk membantu korban hingga bisa mendapatkan jabatan Direktur RSUD Padang Sidempuan.
Dikatakan Ahmad Yuda, awalnya berniat untuk membuka perkebunan sawit, namun korban melarang dan menjanjikan akan mencalonkan tersangka sebagai Bupati.
Kendati demikian, Ahmad Yuda mengaku motif pembunuhan yang dia lakukan itu karena cemburu dan sakit hati, bukan karena ingin menguasai harta korban.
Diceritakannya, awal mula, tersangka cekcok mulut dengan korban pada tanggal 1 November 2023, saat pelaku pulang ke rumahnya. Pelaku berpapasan dengan seorang laki-laki di rumah tersebut. Saat ditanyakan kepada korban siapa laki-laki tersebut, korban menyebut rekanan.
Pelaku merasa korban punya hubungan dengan lelaki tersebut. Pelaku merasa kurang puas terhadap jawaban korban sehingga terus mencecar korban dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pertengkaran suami istri pada umumnya.
“Jadi malam itu aku curiga. Saat ku tanya siapa pria itu, jawabnya (korban) rekan dari Medan. Tetapi saat aku papasan aku menanyakan apa keperluannya di rumah ku, logatnya tidak mirip orang Medan,” kata Yuda, dikutip dari keteranganya dalam rekaman vedeo yang diterima tim redaksi belum lama ini.
Dari percekcokan tersebut, korban pun menyebutkan tidak akan mendukung lagi pelaku untuk maju sebagi bakal calon Bupati di daerah asalnya, Tapanuli Selatan. Padahal, awalnya ide untuk mencalonkan pelaku untuk maju sebagai calon Bupati adalah korban sendiri.
Dukungan dimaksud adalah sumber pendanaan dana sebesar Rp 50 miliar yang telah disepakati oleh pelaku dan korban dengan menjaminkan surat-surat tanah milik korban dan pelaku kepada rekan bisnis pelaku.
Karena perkataan korban tersebut, pelaku merasa sangat kesal dan sakit hati karena mengingat semua usaha menyangkut pencalonan Bupati, yang pelaku akan malu sekali di hadapan teman-teman serta rekanan dan pengorbanan pelaku kepada korban yang tidak sedikit, selanjutnya pelaku spontan melakukan pemukulan terhadap korban.
Dana sebesar Rp 50 miliar itu bukan uang tunai atau cash milik korban yang siap pakai. Dana tersebut rencananya berasal dari seorang pendana yang berada di Jakarta (Mr X), dan Mr X ini adalah teman bisnis pelaku jauh sebelum kenal dengan korban.
Total rencana pinjaman kepada Mr X sebesar Rp 70 miliar dengan cara menggadaikan surat-surat tanah milik korban dan pelaku secara bersama-sama. Kesepakatan awal suami istri yang baru menikah pada maret 2022 (1 tahun 9 bulan) membina rumah tatangga adalah, Rp 20 miliar diberikan kepada korban, sisanya Rp 40 miliar untuk pelaku yang rencananya akan digunakan untuk maju sebagai Kepala Daerah dan Rp 10 miliar digunakan untuk berbisnis seperti rencana awal pelaku dan korban untuk membuka lahan dan menanam bibit sawit.
“Selama kami menikah, tidak pernah pula aku manfaatkan istriku. Yang ada selama ini aku yang memberinya uang, termasuk kepada anaknya (inisial H). Jadi, tidak benar aku mau menguasai harta istriku,” tuturnya.
Di awal pertemuan antara pelaku dan korban sekitar tahun 2021, pelaku datang ke hadapan korban membawa uang tunai sebanyak Rp 2,5 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membantu korban mengurus lahan tambang milik korban.
Kemudian, atas permintaan korban, pelaku memberikan uang sebanyak Rp 1 miliar secara tunai kepada korban untuk keperluan pribadi korban dan beberapa hari kemudian korban mengajak pelaku ke salah satu kantor notaris.
Di kantor notaris itu, terjadi penandatangan yang dilakukan oleh anak korban (H) untuk pengoperan lahan seluas 102 ha (dengan nomor akta 47, 48 dan 49) ke atas nama pelaku.
Dengan nilai total transaksi merujuk kepada akta tersebut kurang lebih Rp 320 juta. Akan tetapi, pelaku merasa aneh karena proses pengalihan/pengoperan lahan tersebut tidak melibatkan perangkat desa dan perangkat kecamatan.
Saat ditanyakan oleh pelaku kepada korban, korban menjawab “aman, udah diatur semua.” Selanjutnya, pada saat pelaku, korban dan anak korban pergi ke lokasi lahan dimaksud, pihak Kepala Desa menolak mengakui transaksi tersebut dan mengusir mereka bertiga.
Pelaku sudah merasa curiga pada saat itu. Pelaku sudah merasa ada yang tidak beres, namun tetap berbaik sangka terhadap korban.
Pernah juga pelaku membantu korban untuk melaporkan seseorang oknum ke pihak kepolisian, terkait akreditasi yayasan milik korban. Yang mana awalnya korban meminta bantuan seseorang untuk mengurus, dan telah menyetorkan uang senilai Rp 1 miliar kepada orang tersebut. Namun dalam perjalanan tidak kunjung selesai.
Selanjutnya korban melaporkan orang tersebut ke pihak kepolisian, namun tidak berhasil. Dan akhirnya pelaku membantu korban untuk membuat laporan, dan laporan tersebut naik ke tingkat penyidikan. Dan akhirnya terjadi perdamaian, uang korban dikembalikan utuh oleh orang tersebut.
Dan untuk pernikahan, pelaku memberikan sebuah mobil Fortuner dan uang tunai Rp 10 juta kepada korban sebagai mahar. Rumah di Genta yang dihuninya bersama istri (korban), dibeli pelaku menggunakan uang pribadinya selama masa pernikahan dengan korban. Bahkan mobil Alphard juga dibeli menggunakan uang pribadinya.
Editor: Agung