Oleh Imam Shamsi Ali
JIKA kita kembali menengok sejarah berdirinya jelas Organisasi Kerjasama Islam atau OKI didirikan memang tujuan utamanya untuk membela Palestina. Terlebih khusus lagi membela kota suci Al-Quds dan masjid Al-Aqsa. Ketika itu Masjid Al-Aqsa mengalami pembakaran oleh Zionist Israel di tahun 1969.
Pemimpin dunia Islam pun ketika itu mengadakan pertemuan di Maroko dan membentuk OKI atau Organisasi Konferensi Islam. OKI kemudian merubah kata “Konferensi” menjadi “Kerjasama” di tahun 2011. Sejak itu OKI berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam. Nama yang indah dan penuh harapan.
Merujuk kepada latar belakang dan konteks berdirinya seharusnya OKI selalu menempatkan diri di garda terdepan untuk membela Palestina dan masjid Al-Aqsa. OKI harus berani bersuara dan berbuat untuk membela Palestina, khususnya di saat terjadi tindakan kekejaman yang melampaui segala batas pertimbangan akal manusia sehat. Apa yang terjadi di Gaza saat ini tidak akan diterima oleh siapapun dengan justifikasi apapun.
Walaupun kekerasan dan kekejaman ini tidak bermula dengan apa yang dipopulerkan sebagai “the the 7th of October attack” yang dibumbui dengan kata “terrorist”, penghancuran dan pembunuhan massal yang terjadi sejak itu telah melampaui batas-batas segala pertimbangan moral, nurani dan akal sehat. Sekali lagi, tindakan kekejaman penjajah Israel yang tidak manusiawi itu tidak bermula di tanggal 7 Oktober 2023. Tapi telah berlangsung sejak peristiwa Nakbah di tahun 1948 silam.
Namun kejahatan yang terjadi dalam 7 bulanan terakhir ini sangat “indescribable” (tidak dapat dijelaskan). Semuanya seolah menginjak-injak petimbangan moral (moral judgment), akal sehat, hati nurani, bahkan “any human common sense”.
Destruksi (pengrusakan/penghancuran) yang terjadi sangat massif, hingga saat ini lebih 35,000 jiwa yang terbunuh (2/3 di antaranya adalah anak-anak dan wanita). Lebih 76,000 luka-luka. 80% perumahan atau rumah-rumah bahkan tenda-tenda tempat tinggal warga dihancurkan.
Sekolah-sekolah hingga ke universitàs, rumah sakit dan fasilitas kesehatan, rumah-rumah ibadah, bahkan tempat-tempat pelayanan umum dihancurkan. Belum lagi berbicara tentang ancaman kematian massal akibat kelaparan dan malnutrisi karena bantuan kemanusiaan terhalangi masuk ke daerah Gaza.
Di awal kekejaman dan kejahatan Israel ketika menyerang (menghancurkan Gaza bagian utara mereka menganjurkan warga dari kalangan sipil untuk pindah ke Gaza bagian Selatan. Mereka ternyata juga menghancurkan Gaza Selatan. Lalu 1.5 juga warga Palestina diharuskan pindah ke Rafah (perbatasan Gaza-Mesir) untuk mendapatkan tempat yang aman. Kini mereka serang Rafah siang malam mengakibatkan anak-anak dan masyarakat sipil terbunuh tanpa belas kasih.
Bangsa Palestina, khususnya mereka yang di Gaza saat ini nampaknya tidak tahu akan ke mana lagi mencari perlindungan. Bahkan di tengah jalan pun di saat mereka berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain mereka tidak jarang dibantai tanpa pri kemanusiaan oleh penjajah dan penjahat Zionist Israel.
Kejahatan penjajah Israel ini diperburuk lagi karena keterlibatan langsung negara kuat (powerful, not necessarily super power) Amerika Serikat dan sekutunya seperti Inggris dan Jerman. Persenjataan termasuk bom-bom yang berkekuatan besar yang dipergunakan Israel melakukan “mass killings” dan “genocide” adalah persenjataan yang di supply oleh Amerika. Belum lagi bantuan finansial yang tidak sedikit tanpa mempertimbangkan krisis ekonomi domestik negara ini.
Jika pada masa itu sebuah organisasi besar seperti OKi berdiri karena pembakaran Masjid Al-Aqsa, saya tidak melihatnya itu lebih urgen ketimbang pembantaian Saudara-Saudara seiman di Gaza saat ini. Nyawa manusia yang terbingkai dalam keimanan jauh lebih berharga untuk dibela ketimbang Masjid.
Masjid itu rumah Allah (baitullah). Dan harus dijaga bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Taoj nyawa manusia jauh lebih berharga dan lebih wajib dibela ketika dimusnahkan oleh tangan-tangan penjahat dan kriminal penjajah.
Karenanya jauh dari Amerika saya menyerukan kepada OKI untuk mengingat kembali sejarahnya. Bahwa OKI berdiri bukan sekedar tempat kongkow-kongkow nam Paguyuban. Tapi harus mampu menjadi mesin penggerak negara-negara mayoritas Muslim untuk melakukan pembelaan kepada bangsa Palestina. Jika tidak maka OKI tidak sadar sejarah dan tidak punya taring untuk melaksanakan amanah pendiriannya.
Saya melihat jika Uni Eropa mampu menyatukan negara-negara Eropa sekutu Amerika (non sekutu Rusia) masanya OKI menata diri dan mampu memainkan peranan yang sama. Lebih jauh lagi, jika Uni Eropa dan Amerika serta sekutunya berhasil menjalin kerjasama militer yang kuat bernama NATO, masanya OKI mulai memikirkan hal yang sama.
Tidak tanggung-tanggung 57 negara mayoritas negara Muslim yang menjalin kekuatan militer dan pertahanan. Apakah negara-negara besar seperti India, China, bahkan Rusia dan Amerika tidak akan respek. Saya yakin jika ada kerjasama militer dunia Islam, yang ditujukan untuk membela negara anggota yang terzholimi, saya yakin negara seperti Amerika sekalipun tidak akan semena-mena. Apalagi hanya negara sekelas Israel yang bersembunyi di bawah ketiak Amerika.
Mungkin masanya OKI membentuk IFA atau ”Islamic Force Alliance”. Atau IMA atau “Islamic Military Alliance”. Tapi itu memungkinkan jika “wihdah dan ukhuwah” Islamiyah dapat dirajut kembali. Jika tidak, maka biarkanlah saya tetap bermimpi indah di kota nun jauh di seberang sini.
NYC Subway, 13 Mei 2024
Penulis adalah Direktur Jamaica Muslim Center New York Amerika Serikat. Naskah ini dikirim via japri oleh penulis ke J5NEWSROOM.COM, Senin (13/5/2024).