J5NEWSROOM.COM, Jalur Gaza – Associated Press pada Rabu siang (22/5) dapat kembali menyiarkan secara langsung situasi di bagian utara Gaza, setelah pemerintah Israel mengembalikan kamera dan berbagai peralatan siaran kantor berita itu. Kecaman keras Gedung Putih, PBB dan sejumlah organisasi wartawan tampaknya menyurutkan langkah Israel melanjutkan penyitaan peralatan siaran Associated Press (AP) yang mereka lakukan Selasa sore (21/5).
Beberapa pejabat Kementerian Komunikasi Israel tiba di kantor Associated Press di selatan Israel pada Selasa sore, menyerahkan sepucuk surat yang ditandatangani oleh Menteri Komunikasi Shlomo Karhi, kemudian mencabut kabel-kabel mikrofon dan mematikan kamera yang menyiarkan secara langsung kondisi di bagian utara Gaza. AP dituduh telah melanggar UU Penyiaran Asing yang baru di Israel. Rekaman video dan audio yang Anda dengar ini adalah saat-saat ketika dua pejabat Israel mendiskusikan apa yang mereka lihat dan peralatan apa yang mereka sita.
Pemimpin redaksi AP Julie Pace mengecam keras langkah itu.
“The Associated Press mengecam keras tindakan pemerintah Israel yang telah menutup siaran langsung kami yang telah berlangsung lama, yang menunjukkan pemandangan ke Gaza; dan menyita peralatan AP. Penutupan ini tidak didasarkan pada isi siaran, melainkan karena penggunaan undang-undang penyiaran asing yang baru di negara itu secara sewenang-wenang. Siaran langsung kami umumnya menunjukkan asap yang membumbung tinggi di atas Gaza. Kami mematuhi peraturan Israel yang melarang penyiaran hal-hal yang rinci, seperti pergerakan pasukan yang dapat membahayakan tentara. Kami mendesak pemerintah Israel untuk mengembalikan peralatan kami dan mengizinkan kami untuk segera melakukan siaran langsung sehingga kami bisa terus memberikan jurnalisme visual yang penting ini kepada ribuan media di seluruh dunia,” tukasnya.
Sebelummnya pada Kamis lalu (16/5) Israel memberikan peringatan lisan kepada AP untuk menghentikan transmisi siaran langsung yang kerap digunakan berbagai media di seluruh dunia. AP menolak memenuhi peringatan lisan itu.
Gedung Putih mengatakan penyitaan peralatan siaran AP itu “memprihatinkan” dan akan mengkajinya. Berbicara pada wartawan di atas pesawat Air Force One, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan, “Tentu saja hal ini memprihatinkan, itulah sebabnya kami ingin mengkajinya. Kami selalu menyadari pentingnya pekerjaan yang Anda semua lakukan dan pekerjaan yang dilakukan oleh para jurnalis, dan bagaimana hal itu merupakan pilar demokrasi kita. Ini adalah bagian, tentu saja bagian dari kebebasan kita. Anda telah mendengar kami mengatakan hal ini sepanjang waktu. Kalian adalah kekuatan keempat. Kalian yang mengawasi kami, meminta pertanggungjawaban kami. Dan pastikan fakta-fakta yang ada di luar sana. Dan itu sangat penting bagi rakyat Amerika, bagi dunia secara global. Jadi kami akan terus teguh dalam hal itu. Dan tentu saja kami akan menyelidiki hal ini, dan sangat memprihatinkan.”
Hal senada disampaikan juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric.
“Terus terang, hal itu cukup mengejutkan. Saya pikir para jurnalis harus bisa melakukan pekerjaan mereka dengan bebas. Associated Press, dari semua organisasi berita, harus diizinkan untuk melakukan pekerjaannya dengan bebas dan bebas dari pelecehan apa pun.”
Penyitaan dan penghentian siaran langsung AP dari bagian utara Gaza ini hanya berselang dua minggu dari penutupan kantor Al Jazeera di Israel, yang kerap menyiarkan secara langsung serangan udara Israel, rumah sakit yang penuh sesak dan baku tembak Israel-Hamas. Israel juga menuduh Al Jazeera telah menghasut publik. Dengan menggunakan aturan penyiaran yang baru, Israel menutup kantor berita yang berbasis di Qatar itu, menyita peralatannya, melarang siaran langsung dan memblokir website atau situs satu-satunya kantor berita internasional yang bertahan di Gaza sepanjang perang Israel-Hamas.
Perang Israel-Hamas berawal dari serangan kelompok militan Hamas ke selatan Israel yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menculik sekitar 250 orang lainnya, yang sebagian sudah dibebaskan dalam perjanjian gencatan senjata pertama bulan November lalu. Israel melancarkan serangan balasan lewat darat dan udara ke wilayah Gaza yang dikelola Hamas. Departemen Kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya 35.000 orang tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah