UKT Melonjak ‘Gila-gilaan’ Kampus Muhammadiyah Maumere Bolehkan Mahasiswa Miskin Bayar Pakai Pisang, Kelapa, Hingga Ikan Laut

Ilustrasi kampus Muhammadiyah, UM Maumere. (Foto: Ega/Mojok)

J5NEWSROOM.COM, Maumere – Sejumlah PTN menerapkan kenaikan UKT. Namun, ada kampus Muhammadiyah, yakni Universitas Muhammadiyah Maumere yang justru bolehkan mahasiswa yang kesulitan ekonomi untuk bayar pakai hasil bumi.

Saat banyak PTN menaikkan besaran UKT beberapa tahun terakhir, UM Maumere atau Unimof justru berupaya mencari siasat agar bisa meringankan biaya kuliah mahasiswa. Salah satu langkah konkretnya dilakukan sejak 2018 silam saat statusnya masih berbentuk IKIP Muhammadiyah Maumere.

Kampus Muhammadiyah yang terletak di Sikka, Nusa Tenggara Timur ini memang jadi destinasi studi banyak mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga, berbagai upaya ditempuh pihak kampus untuk meringankan biaya kuliah para mahasiswanya.

Berbeda dengan kebanyakan kampus lain, sejak berdiri pada 2013 silam, perguruan tinggi Muhammadiyah ini menerapkan kebijakan biaya angsuran kuliah tiga kali dalam satu semester. Sebelum mulai kuliah, saat UTS, dan pada saat UAS.

“Namun ternyata praktiknya masih banyak yang kesulitan untuk membayar kuliah. Jadi kami coba mencari jalan lain,” papar Rektor UM Maumere, Erwin Prasetyo kepada Mojok, Senin (20/05/2024).

Saat PTN tingkatkan UKT, UM Maumere ingin bantu sebanyak-banyaknya mahasiswa

Erwin bercerita pada 2018 ada seorang mahasiswi yang mengeluh tak mampu membayar biaya semesteran. Mahasiswi itu mendatanginya dan mengungkapkan bahwa keluarganya sedang mengalami keterbatasan uang tunai.

Datang dari keluarga petani, mahasiswi itu mengaku banyak hasil panen kebun yang sedang sulit terjual. Saat barang sedang musim dan komoditas banyak beredar di pasar memang harganya akan anjlok. Belum lagi, secara distribusi, komoditas di sana bergantung pada transportasi laut untuk mengirimnya ke Jawa dan Sulawesi.

“Setelah saya tanya dia bilang punya pisang dan kelapa cukup banyak di rumah,” kata Erwin.

Kegiatan kampus UM Maumere. (Dok. UM Maumere )

Ia pun diskusi bersama beberapa pengambil kebijakan di kampus Muhammadiyah ini tentang mekanisme pembayaran kuliah dengan hasil bumi. Akhirnya, keputusan diambil dan Erwin mengarahkan mahasiswi itu untuk membawa hasil kebun itu ke kampus.

“Kebetulan rumah dia cukup jauh. Sekitar 35 kilometer dari kampus. Dia datang menggunakan truk membawa pisang dan kelapanya,” kenang rektor.

Ketika datang, Erwin bersama timnya lalu mengumpulkan dan membantu menjualkan hasil bumi itu kepada sivitas akademika di UM Maumere. Di luar dugaan, ternyata kampus justru bisa membantu memasarkan barang dengan harga yang layak itu sehingga hasilnya bisa untuk membayar kuliah.

Cara-cara kampus Muhammadiyah ini meringankan mahasiswa

Sistem itu akhirnya diterapkan hingga saat ini. Hampir setiap tahun, selalu ada mahasiswa yang membayar kuliah dengan membawa hasil bumi ke kampus. Selain panenan dari kebun, ada pula yang membawa hasil tangkapan laut.

Selanjutnya, pihak UM Maumere juga melengkapi sejumlah mekanisme lain untuk meringankan biaya kuliah mahasiswa. Salah satunya, mekanisme angsuran yang semula 3x dalam satu semester menjadi bisa diangsur hingga 6 tahun sejak awal masuk kuliah.

“Jadi bisa saja, mahasiswa itu wisuda tapi belum tuntas biaya kuliahnya. Kalau umumnya mahasiswa lulus 4 tahun jadi diangsur sampai 2 tahun setelah lulus,” terangnya.

Belum lagi ada mekanisme beasiswa yang beragam. Selain memanfaatkan KIP Kuliah yang kuotanya terbatas, ada juga mekanisme beasiswa dari lembaga LazisMu dan lembaga lain yang bekerja sama dengan UM Maumere.

“Bahkan untuk beasiswa itu, terkhusus bagi mahasiswa yatim piatu, tidak hanya untuk yang muslim. Namun, juga mahasiswa beragam agama karena hampr 80 persen mahasiswa di sini itu nonmuslim,” terang Erwin.

Kampus Muhammadiyah dengan mahasiswa mayoritas nonmuslim

Mojok juga pernah mewawancarai Konsenius Wiran Wae (24), mahasiswa beragama katolik di UM Maumere. Sejak masih duduk di bangku SMA, pemuda ini mengaku sudah jatuh cinta dengan mata pelajaran Fisika. Ilmu yang menurutnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Nyaris semua aktivitas memiliki korelasi dengan Fisika.

Sehingga ia pun memilih Program Studi Pendidikan Ilmu Fisika di UM Maumere. Program studi tersebut masuk ke dalam Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Tak hanya mengikuti proses pembelajaran, Wiran juga aktif dalam unit kegiatan dan komunitas di kampus. Ia paling aktif mengikuti Langit Sika, sebuah komunitas astronomi di program studinya. Selain itu ia juga sering berpartisipasi di Pusat Studi Astronomi.

“Di sini juga ada organisasi Kristen dan Katolik. Saya kebetulan tidak ikut aktif di sana karena sudah sibuk di Langit Sika,” ujarnya.

Wiran mengaku beruntung, selama menjalani perkuliahan ia mendapat dukungan dari beasiswa dari Lazismu dan Pemda Sikka. Keterbatasan ekonomi tidak jadi penghalang baginya untuk belajar di perguruan tinggi dan meraih mimpi.

Menurut Rektor UM Maumere, ke depan pihaknya akan semakin memperkuat integrasi antara kampus dengan dunia wirausaha. Harapannya, sistem membayar kuliah dengan hasil bumi ini bisa berjalan lancar seiring kampus bisa mengolah dan punya sistem penjualan yang lebih matang.

Cara UM Maumere menyiasati kondisi sosial demografis di NTT jadi oase di tengah informasi meningkatnya UKT berbagai PTN di Indonesia. Sejumlah riset menunjukkan biaya kuliah bagi mahasiswa memang semakin sulit terjangkau.

Sumber: Mojok.co
Editor: Agung