J5NEWSROOM.COM, Batam – Owner MT Arman dari PT Ocean Mark Shipping (OMS) melalui kuasa hukumnya, Viktor Sailing Napitupulu, mempertanyakan kewenangan petugas Bakamla menolak 21 crew naik ke atas kapal tersebut.
Dikatakan Viktor, upaya menaikkan kembali 21 crew ke atas kapal setelah pihaknya mendapatkan persetujuan dari Bakamla Pusat dengan Surat Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: S.103/PHLPLHK-/TPLH/PPNS/05/2024 tanggal 13 Mei 2024, mengenai Permohonan Pengawasan Penjagaan dan Pengamanan Barang Bukti Kapal MT Arman 114 IMO 9116412 Berbendera Iran di Perairan Batam.
“Kami diberitahukan oleh pihak KLHK pada tanggal 22 Mei 2024, telah diberikan persetujuan dari Bakamla Pusat untuk menaikkan kembali crew kapal ke MT Arman 114,” ucap Viktor kepada sejumlah awak media, saat konferensi pers di BCC Hotel Batam, Jumat (24/5/2024) sore.
Viktor menjelaskan, setelah mendapatkan persetujuan dari Bakamla Pusat, selanjutnya pihaknya berkoordinasi dengan KLHK dalam hal ini sebagai penyidik dalam perkara –pencemaran lingkungan yang menjerat nahkoda Mahmoud Abdelaziz Mohamed– dan sejumlah instansi terkait lainnya, termasuk koordinasi dengan Bakamla Armada Barat.
“Selanjutnya kami menghubungi langsung agen PT Gardatama Anugrah Segera Sejahtera (Gass), bahwa seluruh crew dibawa ke pelabuhan untuk dinaikkan ke MT Arman 114,” ungkapnya.
“Kami didampingi oleh penyidik KLHK, Imigrasi dan Polda Kepri. Ketika sampai di sana malah petugas Bakamla Armada Barat (yang menjaga kapal) tidak mengizinkan crew kami naik. Ini ada apa?” tanya Viktor, yang mengaku heran dengan sikap petugas Bakamla di atas kapal MT Arman 114.
Lanjutnya, Bakamla Armada Barat tidak memberikan konfirmasi atau penjelasan yang konkrit terkait penolakan naiknya crew kapal ke MT Arman 114. Padahal Bakamla Pusat telah memberikan persetujuan atas naiknya kembali crew ke atas kapal MT Arman.
“Padahal ini perintah dari Bakamla Pusat. Di situ ada penyidik KLHK dan perwakilan dari Polri. Malah yang menjaga kapal mendengar perintah dari kapten kapal yang telah dinonaktifkan,” sebutnya.
Selain penghadangan dan tak diberi akses naik ke kapal, anak tangga kapal yang dijaga oleh Bakamla Armada Barat juga tidak diturunkan oleh petugas yang berjaga di atas kapal.
“Padahal kami (PT Gass) yang saat ini agen resmi yang menangani crew MT Arman 114, sudah mendapatkan surat resmi dari Bakamla Pusat perihal dukungan pengembalian 21 crew ke Kapal MT Arman. Kenapa Bakamla Zona Barat tetap tidak mengizinkan para crew untuk naik ke kapal? Ada apa ini? Apakah surat dari Bakamla Pusat tidak sampai ke Bakamla Zona Barat?” kata Sailing Viktor, kembali mempertanyakan.
Hingga saat ini, 21 crew Kapal MT Arman 114 masih berada di sebuah ‘safe zone’ yang ditetapkan oleh instansi terkait, yakni di Hotel BCC, karena tidak diperbolehkan kembali naik ke kapal beberapa hari lalu.
Sementara kapten kapal pengganti, Rabia Alhesni, menyebutkan sangat tertekan dengan situasi yang dialami semua crew, mulai dari penurunan paksa hingga mau naik ke kapal kembali. Padahal para crew hanya ingin naik ke kapal dan bekerja sesuai dengan tugasnya.
“Kami dipaksa turun dengan senjata lengkap. Kamia hanya ingin naik ke kapal dan bekerja,” kata Rabia Alhesni dengan bahasa asing, yang diterjemahkan Viktor.
Menurutnya, saat penurunan paksa itu ada orang sipil yang hadir selain Bakamla, tetapi dia tidak tahu dari instansi mana. “Dan paling aneh lagi mereka datang tengah malam. Biasanya Bakamla itu ganti ship pada sore sekitar pukul 14.00 atau 15.00 WIB,” sebut Rabia.
Sementara itu, Kepala Zona Bakamla RI wilayah Barat Laksma Bakamla Rakhmawanto melalui siaran pers menanggapi pernyataan Viktor Sailing Napitupulu.
Berikut adalah poin-poin yang disampaikan:
1. Tanggung Jawab Nahkoda: Berdasarkan Pasal 1 Ayat 47 Jo Pasal 142 Ayat 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang berwenang atas kapal, kargo, dan kru adalah Nahkoda. Sehingga, naik dan turunnya kru kapal adalah kewenangan dan tanggung jawab Nahkoda.
2. Kewenangan Penyitaan: Berdasarkan Pasal 1 Ayat 16 Jo Pasal 44 Ayat 2 KUHP, penyitaan dilakukan terhadap benda, dan yang berwenang atas benda sitaan sesuai dengan tingkatan pemeriksaan proses peradilan. Saat ini, barang bukti berupa kapal MT Arman 114 dan kargo dalam perkara pidana No. 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm berada di bawah kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam.
3. Tugas Bakamla: Berdasarkan Perpres No. 178 tahun 2014 tentang Bakamla, yang bertugas terkait keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia, Bakamla memiliki tanggung jawab mengamankan barang bukti berupa kapal MT Arman 114 dan kargo. Sedangkan, 21 kru kapal MT Arman 114 yang tidak terkait dalam perkara pidana No. 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm adalah tanggung jawab Nahkoda Mahmoud Mohamed Abdulaziz Hatiba.
4. Pemindahan Kru Kapal: Penurunan dan pemindahan 21 kru kapal MT Arman 114 ke hotel Grand Sidney Batam Center dilakukan oleh Nahkoda Mahmoud Mohamed Abdulaziz Hatiba, yang sebelumnya telah memberitahukan Kepala Zona Bakamla Barat dan instansi terkait lainnya berdasarkan Surat Nomor B/10/LH.04.04/V/2024 tanggal 10 Mei 2024.
5. Pengamanan Barang Bukti: Kepala Zona Bakamla Barat bertanggung jawab atas pengamanan barang bukti berupa kapal dan kargo. Maka, mereka perlu memastikan kapal dan kargo tetap aman selama proses penurunan dan pemindahan kru kapal yang dilakukan oleh Nahkoda.
6. Kewenangan Nahkoda: Berdasarkan Pasal 1 Ayat 47 Jo Pasal 142 Ayat 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kru kapal adalah kewenangan dan tanggung jawab Nahkoda.
7. Koordinasi dengan Pihak Terkait: Bakamla RI dalam suratnya meminta pihak penyidik KLHK untuk berkoordinasi dengan instansi dan pihak terkait lainnya mengenai pengawasan dan pengamanan barang bukti kapal MT Arman 114.
8. Peran Bakamla dalam Proses Hukum: Kazona Bakamla Barat hanya bertugas mengamankan barang bukti berupa kapal dan muatannya. Semua hal terkait perkara MT Arman 114 harus mendapat penetapan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, yang memiliki kewenangan penuh saat ini.
9. Penanganan Kru Kapal: Mengingat kru kapal tidak merupakan barang bukti dalam persidangan, Bakamla tidak berwenang memberikan izin atau melarang penurunan kru kapal.
10. Klarifikasi Mengenai Kepemilikan Kapal: Selama proses hukum kapal MT Arman 114, tidak ada pemilik atau kuasa hukum yang hadir secara hukum menyatakan kepemilikan kapal. Pihak yang berkepentingan seharusnya menyampaikan hak-haknya di hadapan Majelis Hakim, bukan melalui media yang dapat membentuk opini liar dan mendiskreditkan Bakamla RI.
Laksma Bakamla Rakhmawanto menekankan bahwa semua pihak harus mengikuti prosedur hukum yang ada untuk menyampaikan hak-haknya dan tidak membuat opini yang bisa merugikan institusi negara.
Editor: Agung