Memaknai Pidato Ibu Bangsa Sang Negarawati Sejati

Megawati Soekarnoputri saat Rakernas V PDIP/2024. (Foto: JPNN)

Oleh Connie Rahakundini Bakrie

KARENA tugas yang masih harus dijalankan di negeri beruang merah, saya belum bisa pulang untuk kembali meminta diundang Presiden Megawati Soekarnoputri dalam acara pembukaan dan penutupan Rakernas V PDIP/2024, yang mana di tahun tahun terakhir ini momentum penting tersebut, saya selalu coba untuk hadiri.

Tetapi toh, dari sudut kota indah berbudaya tinggi yang terpisah ribuan kilometer dari Jakarta, saya tetap bisa merasakan seluruh getar batin dalam gema suara serta titik airmata beliau yang mengutip ucapan Romo Sindunata tentang makna rakyat atau wong cilik yang — ‘’bukanlah kalah, mereka hanya menitipkan rahasia penderitaan, tempat tersimpannya harapan akan masa depan…’’.

Mungkin karena momentum Rakernas ini berlangsung di antara dua momentum historis yakni kebangkitan nasional dan hari lahirnya Pancasila, maka beliau berbicara tentang daya inspiratif visioner, tentang bagaimana paham kebangsaan menggerakan perjuangan dan Pancasila lahir sebagai ideologi yang menyatukan. Pada pidatonya beliau mengingatkan tentang reformasi yang lahir sebagai koreksi menyeluruh terhadap watak pemerintahan otoriter, untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis.

Mungkin banyak yang lupa adalah di masa kepemimpinannya, beliau berhasil memisahkan TNI dan POLRI yang dituntut profesional dengan melepaskan diri dari Dwi Fungsi dan wajib bersikap netral. Kebijakan yang lahir dari suasana kebatinan dan kenyataan bagaimana ABRI selama era Orde Baru digunakan sebagai “mesin politik” melalui fungsi sosial politiknya. Karenanya, saya kira beliau memang berhak bertanya lantang mengapa kini sepertinya TNI dan Polri dibawa kembali lagi ke politik praktis. Meninggalkan Dwi Fungsi ABRI tetapi malah mewujud menjadi Dwi Fungsi Polri?

Pun beliau mengingatkan bahwa Reformasi juga melahirkan MK sebagai penjaga konstitusi dan benteng demokrasi. Namun penilaian secara kritis terhadap keseluruhan cita-cita reformasi tersebut sepertinya lenyap karena MK ternyata bisa diintervensi oleh kekuasaan yang dengan kejam mematikan etika dan moral politik, mengingkari hak kedaulatan rakyat, menyalahgunkan kekuasaan dengan menggunakan sumber daya negara demi kepentingan elektoral dan  pemberangusan suara demokrasi.

Intimidasi hukum terjadi atas nama kekuasaan dan hukum dijadikan pembenar atas tindakan demokrasi prosedural ketika hukum menjadi alat, bahkan alat pembenar dari ambisi kekuasaan. Contoh yang diangkat adalah revisi UU MK yang dilaksanakan tetiba pada masa reses, seolah ada urgensi kepentingan politik tertentu, selain juga menyinggung rencana pelarangan jurnalistik investigatif  

Beliau lalu berbicara tentang “Rediscovery of the Indonesian Strategic Thinking” dan bertanya apalagi yang dicari? Saya mencoba memaknai pidato beliau di Rakernas PDIP kali ini yang menyiratkan banyak pesan ideologis bagi bangsa kita. Sebagai negarawati yang menjadi panutan bangsa, beliau mengindikasikan adanya kegagalan dalam konsepsi revolusi mental, nation and character building serta pendidikan yang merupakan amanat ideologis partai pada pemimpin yang kemarin mengembannya.

Atas situasi bernegara dengan banyak ketimpangan, ketidak adilan, eksploitasi manusia  dan kerusakan alam di negeri yang kita sebut Indonesia. Untuk itulah seorang Ibu Bangsa, seorang Megawati Soekarnoputri, menyerukan bagi kita semua untuk memperkuat fighting spirit; berani menegakkan kebenaran; tidak berbohong; setia; memiliki karakter kuat, serta mumpuni dalam melakukan koreksi besar-besaran dalam kehidupan bernegara.

Dalam teori Montesque pembagian kekuasaan melalui Trias Politica jelas bertujuan agar tiga fungsi kekuasaan tidak berada dalam satu tangan. Tanpa Trias Politica yang fungsional, maka akan menghasilkan kekuasaan berbentuk tirani dalam Pseudo Demokrasi yang hanya akan menghasilkan krisis multidimensi dan berujung pada disintegrasi.  

Untuk itu reformasi dalam negara selalu dibutuhkan, bukan sekali, namun haruslah berkali-kali untuk terus memperbaiki dan meluruskan prinsip tiga  kekuasaan tersebut secara kuat untuk kemudian dikunci dalam sistem demokrasi yang kuat. Hal ini tidak mudah, namun sejarah demokrasi menunjukkan sekali aspirasi arus bawah naik keatas dengan prosesnya, maka tidak mungkin diturunkan lagi. Contoh, bagaimana arus bawah Reformasi menelurkan gagasan melahirkan pemisahan TNI-Polri hingga tentang urusan pemilu langsung.

Agenda berikutnya beliau terlihat ingin memastikan perubahan framework keamanan nasional,  perihal yang sudah disampaikan juga oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan gagasan ‘’penyetaraan TNI-Polri’’, dengan kemungkinan salah satu realisasinya adalah menempatkan posisi Polri dibawah K/L dan bukan dibawah Presiden, sebagaimana TNI. Tepat dan persis sesuai marwah TNI & Polri yang merupakan alat negara dan bukan sekedar alat kekuasaan.

Beberapa ajuan model dapat diperdebatkan di ranah publik dan semakin diperdebatkan dengan cara terbuka maka akan mengerucut pada model yang lebih matang, maka perubahan akan tidak dapat dihindarkan lagi, untuk mencapai national security system yang sempurna dan lebih baik.

Terakhir beliau berbicara tentang pemimpin yang harus lahir melalui proses ujian hingga terbentuk sosok yang berkarakter dan memiliki prinsip; memiliki kekuatan intelektual, kemampuan teknokratik, dan bagaimana menempatkan pemimpin nasional melalui jalan pintas akan sangat berbahaya bagi masa depan. Ditegaskan pula bagaimana beliau dan partainya selalu tegas  menolak berbagai upaya exploitation de l’homme par l’homme dalam seluruh aspek kehidupan.

“Tidak perlu takut ketika kita berjuang demi kebenaran. Sebab ketakutan adalah ilusi, karena kita adalah manusia merdeka!! Pulanglah dengan semangat juang yang menyala-nyala. Kobarkan api perjuangan nan tak kunjung padam di dadamu”. Demikian teriaknya lantang!

Ibu Mega telah membuktikan beliau bisa dan masih terus bisa mengawal aspirasi arus bawah melalui reformasi bersama segelintir pemikir dan jutaan rakyat. Kini adalah tugas kita untuk melahirkan gagasan, menggulirkan gerakan reformasi dan memastikan negeri yang lebih baik lagi untuk anak cucu kita kelak.

Berani?*

Penulis adalah akademisi dan pengamat militer. Penulis mengizinkan opini ini diterbitkan di J5NEWSROOM.COM.