J5NEWSROOM.COM, Rafah – Meski Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) Jumat lalu (24/5) telah telah memerintahkan untuk menghentikan operasi militer di Gaza, Israel pada akhir pekan lalu tetap melancarkan serangan udara ke Rafah yang menewaskan sedikitnya 45 orang. Israel beralasan bahwa serangan ke kamp pengungsian itu dimaksudkan untuk menyasar dua komandan Hamas yang bertanggung jawab atas sejumlah serangan di Tepi Barat dan Gaza.
“Kami tidak punya teman yang tersisa, tidak ada yang tercinta dan tidak ada keluarga yang tersisa. Rahmat-Mu meliputi semuanya, ya Tuhan … apa yang telah kami lakukan hingga kami pantas menerima ini?”
Seorang perempuan di salah satu pusat kesehatan Rafah menangis seraya berdoa di samping mayat-mayat yang akan dimakamkan di dekat kawasan Tal al-Sultan, Gaza, pada hari Senin (27/5).
Petugas medis Palestina dan Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan udara Israel yang menghantam kamp pengungsian di Rafah pada Minggu malam (26/5) menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai puluhan orang lainnya, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Juru bicara pemerintah Israel, Avy Hyman, hari Senin (27/5) mengatakan bahwa serangan itu untuk menyasar dua komandan Hamas yang disebut bertanggung jawab dalam berbagai serangan di Tepi Barat dan Gaza. Ditambahkannya, pihaknya akan menyelidiki serangan tersebut, “jika investigasi itu diperlukan.”
“Menurut laporan awal, terjadi kebakaran setelah serangan tersebut. Para teroris ini bersembunyi di bawah tanah dan tampaknya ada korban sipil. Kami sedang menyelidiki hal ini. Saya katakan (kematian warga sipil) jelas sangat buruk. Setiap korban jiwa, korban sipil, adalah hal yang serius dan mengerikan,” ujar Hyman.
Serangan itu terjadi dua hari setelah Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) memerintahkan Israel untuk mengakhiri serangan militernya di Rafah, lokasi pengungsian lebih dari setengah populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa sebelum serangan Israel pada awal bulan ini.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk serangan Israel itu dengan menyebutnya sebagai sebuah kejahatan perang dan genosida karena menarget kamp pengungsian Rafah yang telah dinyatakan sebagai zona aman oleh Israel sendiri.
“Semakin lama (Perdana Menteri Israel, Benjamin) Netanyahu dan jaringan pembunuhnya gagal mematahkan perlawanan heroik rakyat Palestina, semakin ia terdesak ke sudut negaranya, mencoba memperpanjang umur politiknya dengan menumpahkan lebih banyak darah,” ujar Erdogan di Istanbul pada hari Senin.
Israel membantah tuduhan yang disampaikan Erdogan. Meski begitu, tekanan lain juga datang dari banyak negara lain, termasuk Spanyol. Menteri Luar Negeri Spanyol, José Manuel Albares Bueno mengingatkan bahwa semua keputusan ICJ bersifat wajib dipatuhi semua pihak, baik Israel maupun Hamas.
“Israel harus menghentikan serangannya di Rafah. Dengan cara yang sama dan dengan intensitas yang sama, kami mengutuk peluncuran roket yang dilakukan oleh Hamas terhadap Israel.”
Serangan udara Israel ke tenda-tenda pengungsi di Rafah Minggu malam terjadi hanya beberapa jam setelah serangan roket Hamas ke Israel.
Serangan itu memantik sirine serangan udara yang terdengar hingga ke Tel Aviv untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan.
Belum ada laporan mengenai korban maupun kerusakan dalam serangan yang terlihat seperti serangan roket jarak jauh pertama dari Gaza sejak bulan Januari lalu.
Militer Israel mengatakan delapan roket masuk ke Israel setelah diluncurkan dari wilayah Rafah, lokasi di mana militer Israel melancarkan serangannya.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah