J5NEWSROOM.COM, Washington – Vietnam memprotes apa yang disebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan China, setelah Beijing mengirim kapal rumah sakit angkatan laut ke Paracel, sekelompok pulau karang kecil dan terumbu karang di Laut Cina Selatan yang saat ini diduduki oleh China tetapi diklaim oleh Vietnam dan Taiwan.
Pengerahan rumah sakit terapung itu pertama kali dilaporkan oleh China Central Television pada 21 Mei.
Doan Khac Viet, wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, mengatakan negaranya menolak kehadiran kapal tersebut. Dia memberikan pernyataan itu pada 23 Mei sebagai jawaban atas pertanyaan dari surat kabar Tuoi Tre (Pemuda) mengenai kapal rumah sakit Youai yang dikirim ke kepulauan, yang dikenal sebagai Hoang Sa di Vietnam.
“Vietnam dengan tegas menentang segala kegiatan yang melanggar kedaulatan Vietnam atas Hoang Sa,” tegas Viet.
Kapal rumah sakit Youai berada di bawah perintah Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China. Menurut laporan di Global Times, mengutip China Central Television, kapal tersebut berlayar mengelilingi Paracel, menempuh jarak sekitar 1.000 kilometer, dan berhenti di beberapa pulau untuk memberikan layanan kesehatan dan pengobatan kepada tentara China.
Viet mengatakan Vietnam “keberatan terhadap tindakan apa pun yang menghalangi dan melanggar kedaulatan, hak kedaulatan, dan yurisdiksi” Vietnam atas Kepulauan Paracel sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut 1982, demikian yang dilaporkan surat kabar online VnExpress.
VOA menghubungi Kementerian Luar Negeri China dan kedutaan besarnya di Washington untuk meminta komentar, tetapi tidak menerima tanggapan hingga berita ini diturunkan.
“Hal ini tampaknya merupakan keberatan pro forma dari Vietnam, yang dimaksudkan untuk secara terbuka menanggapi pengumuman China mengenai pelayaran kapal rumah sakit tersebut, dan dengan demikian mendaftarkan klaim kedaulatan Hanoi atas Kepulauan Paracel,” Raymond Powell, peneliti di Gordian Knot Center for National Security Innovation, Stanford University mengatakan kepada VOA melalui email.
“China mengonsolidasikan kendalinya atas kepulauan Paracel 50 tahun yang lalu ketika mereka merebut pulau-pulau di bagian barat dari Vietnam Selatan, pada saat kepentingan utama Hanoi adalah melakukan penaklukannya atas wilayah Selatan,” kata Powell.
Sejak saat itu, China telah mengembangkan dan memiliterisasi kehadirannya di Kepulauan Paracel, sehingga membuat perubahan status quo sangat kecil kemungkinannya.
Menurut Powell, “Hal ini menjadikan klaim Hanoi sebagian besar bersifat defensif, lebih dimaksudkan sebagai benteng hukum terhadap perambahan di masa depan ke perairan Vietnam dengan mencegah pengakuan internasional atas klaim zona ekonomi eksklusif China yang didasarkan pada Kepulauan Paracel.”
Pada 1959, China mendirikan kantor pemerintahan di Kepulauan Paracel, dan pada 1974, merebut kendali penuh atas pulau-pulau tersebut setelah pertempuran laut melawan pemerintah Vietnam Selatan saat itu.
Rumah sakit terapung tersebut, yang diresmikan pada November 2020 dan dilengkapi dengan landasan pendaratan helikopter, diharapkan dapat memberikan dukungan dalam “latihan multidimensi di Laut Cina Selatan,” menurut China Military online.
“Karena Vietnam baru-baru ini memperdalam hubungannya dengan China dan Amerika Serikat, saya pikir adalah ide yang baik bagi Vietnam untuk mempertahankan status quo di Laut Cina Selatan, serta terus menduduki pos-pos terdepannya di Kepulauan Spratly,” Hoang Viet mengatakan kepada VOA dalam wawancara telepon baru-baru ini.
Hoang Viet adalah pakar sengketa Laut Cina Selatan di Universitas Nasional Kota Ho Chi Minh.
Pada Januari, Pham Thu Hang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, mengatakan Vietnam memiliki “bukti yang cukup untuk mengklaim kedaulatan atas pulau-pulau tersebut” seiring dengan peringatan 50 tahun invasi China ke Kepulauan Paracel.
Pham berbicara di Hanoi untuk menjawab pertanyaan wartawan mengenai posisi Vietnam terkait invasi ke Kepulauan Hoang Sa pada 1974.
Empat hari kemudian, Kementerian Luar Negeri China mengatakan klaim Beijing atas pulau-pulau tersebut “didukung sepenuhnya oleh sejarah dan yurisprudensi,” kantor berita Reuters melaporkan.
“China adalah negara pertama yang menemukan, memberi nama, mengembangkan dan mengelola pulau-pulau dan kepulauan ini, dan terus menerapkan yurisdiksi kedaulatan atas pulau-pulau dan kepulauan tersebut,” kata Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri, pada konferensi pers rutin pada 24 Januari.
“China selalu menentang klaim ilegal negara-negara atas wilayah China dan dengan tegas akan terus menjaga kedaulatannya,” kata Wenbin.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah