Suara Pemilih Modi Merosot, Umat Islam di India Merasa Lebih Aman

PM India Narendra Modi hadir pada upacara pelantikan untuk jabatan ketiganya sebagai Perdana Menteri, di Istana Presiden di New Delhi, 9 Juni 2024 lalu. (Foto: voa)

J5NEWSROOM.COM – Umat Muslim di India merasa lebih aman tentang masa depan mereka setelah pemilihan umum nasional bulan lalu ketika Partai BJP yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi gagal memenangkan mayoritas langsung di parlemen, sehingga memaksanya untuk membentuk koalisi dengan partai-partai lain.

Sebelum pemilihan umum, media nasional telah melaporkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan umat Muslim India bahwa partai nasionalis Hindu yang berkuasa itu akan meraih kemenangan telak, sehingga partai BJP akan bebas untuk menjalankan kebijakan yang akan semakin meminggirkan minoritas Muslim.

Namun dengan BJP mengalami kemunduran dalam pemilihan umum lalu, serta pengaruh mitra koalisinya yang menguat, sebagian besar yakin kekhawatiran tersebut tidak mungkin terwujud.

“Sejak awal masa jabatan pertama Modi [tahun 2014], umat Muslim menjadi sasaran penghinaan, pencabutan hak pilih, dan kebrutalan yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik oleh aktor negara maupun non-negara. Para pemimpin BJP secara terbuka menggambarkan umat Muslim sebagai pengkhianat, penyusup, ancaman bagi umat Hindu, dan sejenisnya,” kata Rohit Chopra, seorang profesor di Universitas Santa Clara di negara bagian California, AS, kepada VOA.

“Namun, setelah BJP gagal memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan umum yang baru saja berakhir, banyak pengamat politik India percaya bahwa partai nasionalis Hindu tidak akan dapat menargetkan Muslim melalui kebijakan dan retorikanya secara agresif dan terbuka seperti sebelumnya. Harapan di kalangan Muslim adalah bahwa (masa) yang terburuk mudah-mudahan sudah berakhir.”

Sejak naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2014, Modi telah mempromosikan visi nasionalis Hindu yang telah membuat lebih dari 204 juta Muslim di negara itu mengeluh tentang penganiayaan dan diskriminasi oleh masyarakat dan negara.

Selama dekade terakhir, di banyak negara bagian yang diperintah BJP, ribuan rumah dan toko Muslim dihancurkan oleh buldoser setelah pemiliknya diduga melakukan kejahatan ringan.

Keadilan dengan Buldoser

Para pemimpin masyarakat Muslim dan aktivis sosial menunjukkan bahwa pihak berwenang hanya menargetkan bangunan milik Muslim, mengabaikan bangunan ilegal milik non-Muslim. Beberapa ahli hukum, termasuk mantan hakim, menyebut apa yang disebut “keadilan buldoser” sama sekali melanggar hukum.

Ratusan Muslim dihakimi massa oleh kelompok pembela Hindu sayap kanan selama dekade terakhir karena diduga mengangkut sapi dan membawa daging sapi. Muslim mengeluh bahwa anggota kelompok tersebut dianggap sebagai kaki tangan BJP dan jarang dihukum, terutama di negara bagian yang diperintah BJP.

Meskipun kelompok hak asasi manusia mengeluh bahwa Muslim di India terkadang menghadapi diskriminasi dan serangan kebencian karena keyakinan mereka, Modi membantah bahwa mereka ada di bawah pemerintahannya.

“Konstitusi dan pemerintahan kita dan kita telah membuktikan bahwa demokrasi dapat mewujudkannya. Ketika saya mengatakan mewujudkannya, terlepas dari kasta, kepercayaan, agama, jenis kelamin – sama sekali tidak ada ruang untuk diskriminasi apa pun [di bawah pemerintahan saya],” kata Modi kepada wartawan tahun lalu selama kunjungan kenegaraan ke Gedung Putih.

Pada Maret, pemerintah Modi memberlakukan undang-undang kewarganegaraan yang memecah belah yang memungkinkan para pengikut berbagai agama – tetapi bukan Islam — untuk memasuki India dari negara-negara tetangga dengan jalur cepat menuju kewarganegaraan India. Para kritikus dan Muslim mengatakan undang-undang tersebut mendiskriminasi Muslim.

Hingga baru-baru ini, para pemimpin senior BJP juga mengatakan bahwa pemerintah Modi sedang dalam proses menerapkan Daftar Warga Negara Nasional atau NRC — daftar warga India yang dapat membuktikan kewarganegaraan mereka dengan memberikan dokumentasi. Para pemimpin Muslim khawatir proyek NRC dirancang untuk menunjuk banyak Muslim India sebagai orang asing ilegal.

Selama bertahun-tahun, pemerintah Modi mengatakan akan memperkenalkan hukum perdata yang seragam, hukum tunggal, yang menggantikan banyak adat istiadat dan hukum yang sekarang diikuti oleh berbagai kelompok agama. Para pemimpin komunitas Muslim telah lama bersikeras bahwa ini akan digunakan untuk meminggirkan dan menganiaya Muslim.

Selama kampanye pemilihan baru-baru ini, Modi dan rekan-rekan partainya dituduh melakukan ujaran kebencian dan menyebarkan kiasan anti-Muslim. Modi menyebut Muslim sebagai “penyusup.” Ia juga mengidentifikasi komunitas tersebut sebagai komunitas yang “memiliki lebih banyak anak.”

Namun, banyak dari ketakutan kalangan Muslim tersebut kini telah surut pasca pemilihan umum.

BJP bergantung pada mitra koalisi

Beberapa mitra koalisi baru BJP dikenal sebagai partai sekuler dan menikmati dukungan yang baik dari umat Muslim, yang berharap partai-partai tersebut menentang kebijakan garis keras apa pun yang dianggap anti-Muslim. Pemimpin Partai Telugu Desam, salah satu mitra koalisi, mengatakan bahwa terkait kebijakan yang kontroversial, BJP tidak akan mengambil keputusan secara sepihak.

Profesor Universitas Delhi Apoorvanand, yang hanya menggunakan nama depannya, mengatakan kepada VOA bahwa hasil pemilu “tentu saja membawa sedikit kelegaan” bagi umat Muslim.

“BJP telah berupaya mendapatkan mandat anti-Muslim. Pidato dan komentar Modi dan pemimpin BJP lainnya tidak lain hanyalah upaya untuk menghasut umat Hindu terhadap umat Muslim. Untungnya hasil pemilu menunjukkan bahwa platform pemilu Modi ditolak oleh sejumlah besar umat Hindu,” katanya.

“Umat Muslim berharap hukuman buldoser yang (selama pemerintahan Modi) telah menjadi rutinitas bagi mereka akan menjadi masa lalu. Dan, undang-undang anti-Muslim akan lebih sulit disahkan sekarang. Peradilan akan mengerahkan keberanian dan menegakkan keadilan bagi umat Muslim yang telah diserang oleh lembaga negara tanpa hukuman.”

Somdeep Sen, seorang profesor studi pembangunan internasional di Universitas Roskilde di Denmark, mengatakan umat Muslim India memiliki alasan “untuk menghela napas lega.”

“Kita telah melihat semakin meluasnya Islamofobia selama dekade terakhir. Bahkan perdana menteri yang biasanya tabah mengambil peran untuk secara terbuka menjelek-jelekkan populasi Muslim India dalam kampanyenya. Kemenangan Modi yang lebih besar akan memberi partai yang berkuasa mandat politik yang lebih besar untuk menjalankan kebijakan Islamofobia,” katanya kepada VOA.

Namun, Sen mengatakan bahwa ia tidak percaya bahwa kini India akan “memasuki era politik inklusif.”

“Bersama dengan keberhasilan elektoral mereka, pencapaian utama pasukan Hindutva adalah perubahan budaya yang telah menormalkan stigmatisasi terhadap Muslim India,” katanya.

“(Namun) dengan Modi tetap sebagai pemimpin, kita tidak dapat mengharapkan pembalikan total dari perubahan budaya (stigmatisasi atau diskriminasi terhadap Muslim) ini, bahkan ketika perdana menteri (Modi) sekarang harus berhadapan mengadopsi kebutuhan dan keinginan dari mitra-mitra koalisinya.”

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Agung