Oleh Nai Ummu Maryam
SADIS dan meresahkan. Tindakan asusila makin hari makin sering terjadi. Mengutip data dari laman koranbatam.com, dalam setahun terakhir pada 2023 kasus pelecehan seksual untuk anak di bawah umur di Kota Batam mengalami peningkatan.
Menurut Kasat Reserse Kriminal Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono pihaknya menerima laporan kepolisian tentang asusila anak di bawah umur total sebanyak 41 perkara. Mirisnya lagi, tidak sedikit pelakunya adalah orang terdekat korban seperti guru, kerabat, tetangga, bahkan saudara dan orang tua kandung. Motifnya pun sangat beragam. Korbannya mulai dari balita berumur 3 tahun 11 bulan hingga remaja usia belasan tahun.
Senada dengan hal di atas, berdasarkan data UPTD PPA Kota Batam, hingga bulan Juni 2024 ini tercatat 91 kasus yang melibatkan kekerasan fisik, pola asuh yang salah, dan eksploitasi. Data di atas merupakan kasus yang terlapor secara resmi, bisa jadi kondisi fakta di lapangan lebih banyak lagi dan tidak terekspos media.
Tindakan asusila yang kian hari kian meningkat hendaknya dijadikan bahan evaluasi yang serius. Kita harus melihat secara teliti apa akar masalahnya dan bagaimana solusinya hingga menyentuh ke akarnya.
Akar Masalah
Kita bisa memperhatikan apa sebenarnya akar masalah dari kasus asusila yang makin meresahkan ini. Secara garis besar tindakan asusila ini disebabkan oleh beberapa faktor. Baik faktor internal maupun eksternal.
Pertama, faktor internal. Faktor internal biasanya dimulai dari individu dan keluarga. Ini adalah fondasi awal. Individu yang taat dan bertakwa tentu akan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Misalnya menjaga pergaulan, tidak mengumbar aurat dan menjauhkan diri dari tontonan atau pun bacaan yang bersifat pornografi ataupun pornoaksi.
Selanjutnya, ada peran orang tua yang begitu penting di dalamnya. Pola asuh dan penanaman akidah sangat diperlukan dalam setiap keluarga. Namun kejamnya, sistem sekuler saat ini makin mendominasi negeri kita.
Sekuler adalah sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan. Banyak orang saat ini menganggap bahwa agama hanya digunakan hanya ranah beribadah saja dan mencampakkan agama ketika menyentuh bidang kehidupan seperti sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi dan pendidikan.
Jauhnya diri dari agama membuat kehidupan makin tidak berkah sempit dan sulit. Alhasil tatanan keluarga menjadi rapuh. Anak tidak terkontrol karena orang tua yang terlalu sibuk seharian.
Sistem sekuler melahirkan pola pikir orang tua yang hanya berfokus pada kebutuhan lahir saja, namun lalai dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat batin. Sejatinya orang tua tidak hanya berkewajiban mencari nafkah lahir saja, ada tanggungjawab besar yang berada di pundak orang tua, yakni nafkah batin.
Nafkah batin meliputi akhlak, adab, serta mengajarkan nilai-nilai agama, memberikan perhatian, kasih sayang, dan teladan yang baik.
Peran seorang ibu pun dalam sistem saat ini makin tercerabut karena mahalnya biaya hidup membuat peran ibu menjadi ganda sebagai tulang rusuk hingga tulang punggung keluarga.
Kedua, faktor eksternal. Pergaulan yang makin rusak, tontonan, bacaan, dan tempat maksiat makin merebak. Hal tentu menjadi rangsangan bagi para pelaku asusila. Seharusnya negara dan pemangku kekuasaan menggunakan kekuasaannya untuk memberangus semua penyebab terjadinya asusila.
Negara harus serius menyejahterakan rakyatnya agar tatanan keluarga menjadi utuh dan kuat sehingga peran ibu sebagai madrasah pertama berfungsi dengan baik. Negara juga seharusnya menciptakan suasana keimanan yang kuat agar masyarakat tumbuh menjadi kepribadian yang islami. Misalnya menutup semua tempat kemaksiatan, memberlakukan sanksi bagi yang tidak menutup aurat dan semisalnya.
Selain itu, negara juga berkewajiban menutup semua akses tontonan, bacaan, dan tempat maksiat serta memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku asusila.
Sanksi dalam Islam bagi Pelaku Asusila
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna tidak hanya mengatur permasalahan ibadah saja. Dalam kacamata Islam, jangankan untuk asusila (baca:zina) bahkan mendekatinya saja dengan tegas di larang oleh Allah Swt.,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’:32).
Jika pelaku asusila belum menikah maka harus dicambuk 100x dan diasingkan selama satu tahun. Sedangkan bagi pelaku yang sudah menikah diberlakukan sanksi dengan dirajam.
Jika seandainya pelaku melakukan tindakan asusila yang didahului dengan kekerasan fisik seperti merampok, begal, dan penyiksaan maka wajib ada hukuman lain yang ditambahkan. Hukuman ini diberlakukan benar-benar sebagai efek jera (jawazir) dan penebus dosa (jawabir).
Bagi para korban akan dilindungi negara, baik identitas dan keamanannya termasuk recovery mental, pengobatan dan pemulihannya ditanggung gratis oleh negara.
Seyogianya sanksi tegas ini bisa berjalan dengan baik apabila negara serius mencampakkan sistem sekuler demokrasi yang hukum buatannya berasal dari manusia dan menggantikannya dengan sistem atau aturan yang berasal dari Allah SWT., karena pada fitrahnya hukum buatan manusia lemah dan terbatas, sedangkan hukum buatan Allah membawa berkah dan kebaikan dunia akhirat.
Wallahualam.
Penulis dan Pemerhati Permasalahan Sosial Bermestautin di Batam