Oleh Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M
YUSRIL Ihza Mahendra pernah berkata: kalau Partai Bulan Bintang (PBB) tidak mencapai Parliamentary Threshold 4% (tidak punya kursi di DPR RI), maka Yusril sendiri yang akan membubarkan PBB. Itu ia katakan beberapa waktu yang lalu dan banyak disiarkan oleh media.
Setelah beberapa kali Pemilu perolehan suara PBB terpuruk, tetap saja Yusril Ihza Mahendra mempimpin PBB. Padahal sejak berdiri PBB lebih dari 25 tahun lalu, Yusril yang dulu disebut-sebut sebagai “Natsir Muda” sudah menjadi Ketua Umumnya, meski sempat jeda sebentar dengan Ketum yang lain dan kemudian Yusril memimpin PBB kembali. Namun dari Pemilu ke Pemilu tetap saja PBB tidak meningkat suaranya, bahkan makin melorot.
Anehnya lagi, konflik-konflik di partai ini tidak juga surut. Di awal-awal berdirinya PBB (yang mengklaim sebagai kelanjutan Partai Musyumi pimpinan M. Natsir), yang salah satu mottonya adalah “izzul Islam wal Muslimin” itu Yusril sudah sering terlibat konflik diantaranya dengan Hartono Marjono, KH Abdul Qadir Jaelani, KH Anwar Sanusi, Fadli Zon dan kawan-kawan yang awalnya separtai.
Ternyata sampai hari ini pun Yusril demen dengan konflik. Orang-orang deketnya di PBB disingkirkan, dari mulai beberapa Wakil Ketua Umumnya sampai Sekjennya sendiri, Afriansyah Noor.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Sahabatku Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan: Kutitipkan Bangsa dan Negeri ini Kepadamu!
Yusril sendiri juga yang mengajukan permohonan perubahan dan pengesahan pengurus PBB ke Menteri Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI. Setelah mencopot dan memberhentikan 13 orang penting di PBB termasuk Sekjen yang sudah mengabdi kepada Yusril puluhan tahun, Yusril tempatkan dalam susunan pengurus PBB yang baru. Beberapa anak Yusril duduk sebagai Wakil Ketua Umum, Bendahara Umum dan Ketua.
Tentu saja hak Yusril dan setiap orang untuk mendorong putra-putrinya, namun di tengah banyaknya kritik terhadap “politik dinasti”, mestinya Yusril menahan diri.
Dalam beberapa kesempatan Yusril, maupun Pj Ketua Umum PBB Fahri Bachmid selalu menanggapi agar Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang untuk membaca Permenkumham No 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD ART Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.
Di sinilah kita berbeda secara prinsipil. Yusril dan Fahri berbicara tentang prosedur sementara Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang berbicara tentang eksistensi, keabsahan, dan legitimasi.
Bagaimana tidak! Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri sebagai Ketua Umum PBB tanggal 18 Mei 2024, sedangkan pada tanggal 25 Mei 2024 Yusril masih mengirim surat permohonan kepada Menkumham RI No B-001/DPP-Sek/V/2024 tertanggal 25 Mei 2024 dengan masih menyebut dirinya sebagai Ketua Umum PBB.
Surat Yusril yang dikirimkan kepada Menkumham RI (sebagai organ negara) ini jelas tidak sah, dan tidak legitimate. Sebagai subyek hukum Yusril sudah tidak berhak dan karenanya tidak sah menyebut dirinya Ketua Umum PBB sejak mengundurkan diri.
Sesuatu yang tidak legitimate, maka semua produk turunannya juga tidak legitimate. Semua produk berikutnya niscaya tidak sah termasuk dua SK Menkumham tersebut. Pada titik ini Yusril Ihza Mahendra adalah Causa Proxima atau penyebab terdekat atas terjadinya semua kekisruhan ini.
Berkaitan dengan itu, Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang, melalui kuasa hukumnya TM Luthfi Yazid dan kawan-kawn telah melakukan upaya Keberatan Administratif kepada Menkumham RI yang meminta dua SK Menkumham tersebut secara hukum dibatalkan, dicabut. Jika permohonan tidak dikabulkan maka sedang dipersiapkan juga gugatan tata usaha negara dan upaya hukum lainnya yang dibenarkan.
Kita sangat menyayangkan langkah kontra produktif Yusril. Padahal Yusril dikenal dengan kepakaran dan kepinterannya. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berpolitik, ternyata kepinteran saja tidaklah cukup. Dari awal sebenarnya orang banyak berharap Yusril benar-benar menjadi “ideolog Masyumi”.
Menjadi “Natsir Muda”. Tapi rupanya salah! Yusril bukanlah M. Natsir, mantan Perdana Menteri yang dikenal dengan kesederhanaannya dan komitmennya terhadap perjuangan ummat dan negeri ini. Melalui M Natsir pula lahir Mosi Integral sehingga NKRI tetap utuh. Ternyata Yusril hanyalah seorang “pengaggum” M Natsir.
Yusril bukan seorang ideolog. Yusril hanyalah penulis tentang Masyumi dan penulis tentang M. Natsir. Ia tidak lebih layaknya seperti seorang wartawan. Pertanyaannya, apakah PBB dapat diselamatkan, sebagai penerus cita-cita Masyumi?
Apakah harapan banyak tokoh dan pendiri PBB yang sebagian sudah tiada yang menggantungkan perjuangan aspirasi ummat kepada Yusril Ihza Mahendra akan menjadi kenyataan? Melihat kiprah Yusril, kontribusi Yusril kepada kepentingan ummat dan kondisi PBB yang ada sekarang sepertinya semua itu “jauh panggang dari api!”.
Penulis adalah Ketua Tim Kuasa Hukum Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang