Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
BEBERAPA waktu lalu terjadi kehebohan di tanah air karena salah seorang petinggi NU, kini Ketua Umum PBNU KH Yahya Tsaqub melakukan pertemuan dengan PM Israel Benjamin Natanyahu. Menurut informasi yang kita terima pertemuan itu diatur oleh sebuah organisasi Yahudi internasional bernama AJC (American Jewish Committee).
AJC atau American Jewish Committee adalah satu dari sekian banyak organisasi Yahudi yang paling aktif mempromosikan kegiatan-kegiatan yang bertujuan mendekatkan umat Islam dengan Israel. Saya katakan dengan Israel, bukan dengan Yahudi, karena umumnya kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selalu ada kaitannya dengan Israel.
Saya pernah sangat dekat dengan AJC. Bahkan ketika Muslim-Jewish Advisory Council didirikan sebagai bagian dari AJC saya termasuk diminta untuk menjadi anggotanya. MJA-AJC ini adalah kumpulan high profile Muslim dan Yahudi yang diharapkan duduk bersama membicarakan langkah-langkah untuk menghadapi musuh bersama; Islamophobia dan Anti Semitism. Mengingat tujuannya yang mulia itu saya kemudian dengan senang bergabung.
Sayangnya dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan pada umumnya hanya membicarakan strategi menghadapi anti semitisme dan sangat minim membicarakan Islamophobia. Puncak ketidak setujuan saya adalah ketika di suatu waktu Israel menggempur Palestina (Gaza) dengan korban rakyat sipil yang tidak sedikit. Saya meminta agar Muslim-Jewish Advisory Council bersuara menyerukan penghengtian pembunuhan massal kepada rakyat sipil. Pernyataan saya malah dianggap tidak toleran dan cenderung anti Semitism.
Saya dikontak secara pribadi oleh Direktur MJAC-AJC ketika itu agar non aktif sementara. Saya jawab tegas bahwa saya berhabung dengan MJAC bukan karena keinginan saya. Tapi anda yang meminta saya. Karenanya saya bukan hanya non aktif. Saya keluar dari MJAC karena saya anggap tidak sesuai dengan misi yang disampaikan.
Sejak itu saya terputus relasi dengan organisasi ini. Belakangan saya terkejut karena justeru AJC begitu aktif melakukan penetrasi ke umat Islam Indonesia. Salah satunya adalah dengan berusaha mengundang tokoh-tokoh agama nasional untuk berkunjung ke Israel. Karenanya saya tidak terkejut sama sekali ketika beberapa tahun lalu KH Yahya Tsaqub diundang ke Israel dan sempat ketemu dengan Benjamin Natanyahu. Apalagi baru-baru ini kunjungan 5 tokoh muda NU itu tidak lepas dari peranan AJC.
AJC bahkan aktif melakukan pendekatan dan penetrasi ke Institusi-institusi Islam. Saya pernah dikontak oleh beberapa guru besar UIN, UIM, dan lain-lain. Bahkan salah seorang Ketua Umum sebuah organisasi Islam nasional baru-baru ini mengontak saya meminta masukan. Konon kabarnya diminta untuk ketemu dengan Direktur MJC yang baru.
Saya tidak perlu menuliskan secara rinci misi AJC dan beberapa organisasi Yahudi lainnya. Karena saya tahu Israel bagi 99 person Yahudi adalah misi keyakinan yang menjadi tujuan utama dalam semua perjuangan mereka. Untuk itu saya kita tidak perlu terkejut dan juga tidak perlu khawatir. Bukankah kejahatan memang akan terus hadir hingga akhir zaman?
Justeru yang mengejutkan dan disayangkan adalah ketika umat Islam, khususnya tokoh-tokoh umat, begitu naif menghadapi langkah-langkah mereka. Saya tidak tahu apa kepentingan yang mereka dapatkan. Sebab saya tahu betul orang-orang Yahudi tidak mudah memberi kompensasi (materi). Palingan tiket dan akomodasi dan pujian semata. Setelah itu nama-nama tokoh itu akan dipakai sebagai pembenaran seolah tokoh-tokoh itu mewakili bangsa Indonesia untuk membangun kedekatan dengan Israel. Selebihnya kita juga tahu kemana arahnya.
Bagi tokoh-tokoh yang naif dan terpakai itu sebenarnya yang ingin dicapai hanya popularitas dan keinginan dilihat sebagai pahlawan toleransi, kerjasama antar umat beragama dan perdamaian. Mereka ingin menjadi pahlawan dadakan.
Tanpa sadar para tokoh itu telah ikut menjadi pembenaran terhadap kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza. Ini dahsyat. Mereka seolah tidak punya sensitifitas dan hati nurani melihat pembantaian puluhan ribu kaum sipil termasuk anak-anak, wanita/Ibu, dan orang-orang tua. Saya malu mempertanyakan keislaman mereka. Karena saya yakin Islam terlalu mulia untuk dikaitkan dengan mereka. Tapi minimal saya mempertanyakan rasa kemanusiaan mereka.
Saya termasuk orang-orang pertama yang menggagas Dialog Yahudi-Muslim di Amerika. Bahkan saya menulis Buku bersama dengan seorang Pendeta Yahudi berjudul “Anak-Anak Ibrahim: hal-hal yang menyatukan dan memisahkan Muslim dan Yahudi”. Tujuan saya murni untuk meredam kesalah pahaman dan kebencian kepada Islam dan masyarakat Muslim di Amerika. Juga karena saya memahami jika anti Semitism di Amerika cukup tinggi. Karenanya saya merasa penting jika kedua komunitas ini bisa bekerjasama menghadapi musuh bersama itu.
Maka komitmen saya terhadap Dialog antar agama tidak perlu dipertanyakan. Dengan segala Perbedaan politik dengan Yahudi saya tetap komitmen membangun Dialog dengan mereka dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama (mutual interest), khususnya dalam upaya memerangi Islamophobia dan anti Semitism.
Akan tetapi ketika sudah berkaitan dengan Israel dan kekejamannya maka saya perlu mengambil garis tegas dan jelas. Dengan penjajah apalagi penjajahan atas bumi suci Al-Quds tidak akan saya tolerir. Sebagian tokoh Yahudi di Amerika paham posisi saya ini. Sehingga pada saat peluncuran Buku saya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab di Dubai, saya tidak hadir. Karena saya tahu Emirat dan Israel membangun kedekatan dan hubungan diplomasi.
Untuk itu saya ingatkan bahwa kita umat Islam harus ada pembatas yang jelas dalam menyikapi mana Dialog antar agama, termasuk dengan Yahudi, dan mana yang sesungguhnya yang menjadi kepentingan Israel. Dan dalam hal ini saya berani mengatakan bahwa AJC adalah satu dari banyak organisasi yang membawa kepentingan Israel atas nama Dialog antar agama. Maka jangan naif, apalagi karena didorong oleh penyakit “wahan” (inferiority complex) demi kepentingan duniawi.
Saya sekali lagi mengingatkan semua organisasi Islam dan tokoh-tokohnya untuk lebih jeli dan berhati-hati. Tidak perlu over self confident, merasa mampu membujuk Israel. Who are you? Kepala-kepala negara saja jika tidak sesuai kepentingannya tidak dipedulikan. Bahkan organisasi-organisasi internasional termasuk PBB seolah direndahkan. Israel merasa menguasai segala hal di dunia ini. Apalagi kalau hanya guru agama yang belum tentu juga mampu mengkomunikasikan idenya secara baik.
Hentikan semua hal yang dapat dijadikan Israel sebagai pembenaran dalam aksi kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukannya. Istafti qalbak… tanya diri anda baik sebagai manusia, apalagi sebagai orang yang beriman. Benarkah langkah anda?
Moodus CT, 17 Juli 2024
Penulis adalah Imam/Direktur Jamaica Muslim Center & Chaplain Bellevue hospital, New York City Amerika Serikat. Naskah ini dikirim via japri oleh penulis ke J5NEWSROOM.COM, Rabu, 17 Juli 2024